Mohon tunggu...
Roro Asyu
Roro Asyu Mohon Tunggu... Freelancer - #IndonesiaLebihLemu

suka makan, suka nulis, suka baca, tidak suka sandal basah www.rinatrilestari.wordpress.com www.wongedansby.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kartini

21 April 2016   06:04 Diperbarui: 21 April 2016   06:25 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Mbak nggak ngabari?”

Si gadis kecil menggeleng. Perempuan di depannya menghela nafas. Semakin hari dadanya semakin sesak, hanya untuk bernafas saja.

“Mungkin masih sibuk. Sebentar lagi hari raya Cina.”

“Iya. Yang penting dia sehat.”

“Emak mau makan? Aku suapin.”

“Sedikit saja,” katanya lagi karena dia sudah hafal emaknya akan menolak.

Perempuan yang terlihat lebih tua dari umurnya itu mengangguk lemah. Si gadis kecil tersenyum. Buru-buru dia berdiri lalu menuju dapur, mengambil sedikit nasi, sup dan tempe.

“Mak, aku pulang.”

Rasanya ingin dijeritkanya kuat-kuat agar perempuan di depannya itu bisa mendengar. Dia tak bisa. Hanya air matanya terus saja menetes. Dia tahu emaknya pasti mendengar, emaknya pasti tahu meskipun saat ini perempuan di depannya itu sudah kaku. Gadis kecil tak mendekat. Sebaliknya, dia memilih duduk diam di pojokan. Bukan tidak rindu, tapi saat ini dia ingin memberi waktu untuk gadis besar itu menumpahkan rindunya, rindu yang ditahannya selama bertahun-tahun di negeri seberang.

Bukan terlambat, mungkin ini adalah salah satu cara-Nya yang tak pernah dimengerti oleh mereka yang mengaku hamba-Nya. Dia pulang, pada akhirnya. Dia menjawab doa-doa yang setiap hari disenandungkan dalam tiap sujud tak terhitung di antara malam dan pagi. Dia kembali, meskipun tanpa sebuah kalung. Dia kembali meskipun tidak dalam balutan tawa atas tercapainya cita-cita yang ingin diperjuangkannya.

Jangan ajari kami cara berjuang, itu yang kami lakukan setiap hari hanya untuk mengisi perut kami. Jangan menghibur kami dengan kata sabar, jika sabar ada turunannya sudah pasti kami ternak. Kartini telah pergi. Tidak pergi begitu saja karena dialah yang mengalirkan darah juang di tubuh kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun