Mohon tunggu...
Rina R. Ridwan
Rina R. Ridwan Mohon Tunggu... Penulis - Ibu yang suka menulis

Pembelajar Di Sekolah Kehidupan Novel: Langgas (Mecca, 2018) Sulur-sulur Gelebah (One Peach Media, 2022) Kereta (Mecca, 2023) IG: rinaridwan_23

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

"Membeli Dosa"

11 September 2020   14:08 Diperbarui: 11 September 2020   14:12 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kita semua tahu, membeli barang, atau kesenangan adalah hal yang biasa. Tetapi, bagaimana dengan membeli dosa?

Selama ada uang, maka hampir semua bisa dibeli, semahal apa pun itu. Termasuk membeli dosa. Gaya hidup hedonisme sudah semakin mendarah daging. Segala cara ditempuh untuk menjadi kaya, agar mampu membeli kehormatan sebagai pelengkapnya.

Lihat bagaimana riuhnya beragam media sosial yang bertebaran, dan hampir dimiliki oleh setiap orang dengan beragam kepentingan. Dari menebar kebaikan, hingga menebar kebohongan. Semua berinteraksi, baik dengan yang dikenal ataupun tidak. Lucunya, hanya dengan melihat gambar, dan membaca tentang kehidupan seseorang, tanpa mengenalnya secara langsung, sudah banyak yang berani menjadi hakim-hakim tanpa bersekolah.

Banyak yang menilai Facebook sebagai ajang curhat. Instagram, dikenal sebagai ajang pamer. Quora, dikenal sebagai ajang beradu kepintaran. Pada Twitter, dikenal sebagai ajang perseteruan cebong dan kadrun. Dan entah apalagi.

Belum lagi beragam platform menulis yang tak kalah serunya. Adanya kanal You tube, Siniar yang menjamur dengan segala konten, dan semakin meriah dengan hadirnya siaran film yang bertebaran dan bisa ditonton kapan saja selama ada internet. 

Sungguh luar biasa ramainya dunia ini. Bahkan saat pandemi berlangsung, dan lockdown diberlakukan. Tak terlihat surut keramaian itu, selain keramaian jalanan dan tempat-tempat umum. 

Segala hal pribadi yang harusnya ditutup, sekarang seolah tak berpintu lagi. Bahkan pagar sudah terbuka sendiri. Bagai hidup di akuarium yang berkaca jernih. Hal terkecil pun terlihat, sekalipun sudah mencoba bersembunyi di balik batu atau rimbunan pohon. 

Semua orang merasa punya hak untuk berekspresi tanpa batas. Tanpa peduli lagi rasa malu, tanpa risi juga membuka aib siapa saja yang berseberangan, bahkan melontar fitnah hanya bermodal kebencian.

Betapa sulitnya menemukan ketulusan saat ini.

Internet menjadi kebutuhan pokok, bahkan kebutuhan utama saat pandemi ini. Semua dilakukan lewat daring. Dari sekolah, bekerja, belanja, hingga mencari hiburan agar tak jatuh dalam kebosanan selama di rumah. Segala kebaikan tentu saja patut untuk diperjuangkan. Tetapi bila untuk dosa, apakah masih patut untuk dibeli?

Tanpa membeli pun, kita semua masuk sebagai manusia pendosa. Setiap waktu selalu bergumul dengan kebaikan dan keburukan melalui bisik-bisik yang terdengar hati dan pikiran kita. Berprasangka buruk, menghakimi orang, merasa lebih baik, dan kesombongan adalah lingkaran yang tak terhindarkan.

Anehnya, manusia sekarang makin suka menambah dosanya dengan membelinya.

Lihat bagaimana para pendengki dengan nikmat berkomentar buruk pada postingan pesohor, atau artikel apa saja yang dianggap tak sejalan dengan pikirannya. Dari body shamming, merisak dengan kata-kata jahat yang terlontar tanpa memikirkan akibatnya bagi yang menerima.

Para pejabat negara juga tak kalah buruknya memberi contoh. Dari menggiring opini, menyalahkan orang hingga memfitnah diuar tanpa berpikir. Banyak yang berlomba-lomba menjadi viral atau terkenal dengan panjat sosial. 

Bagi mereka, terkenal adalah pembuka jalan untuk mencari timbunan uang dengan cara yang mudah. Masa bodoh dengan keburukan yang ditimbulkan. Manusia oportunis dengan beragam topengnya makin tumbuh subur.

Kematian yang harusnya menjadi peringatan juga pelajaran, bahwa kita semua pasti mengalaminya, sudah tak dianggap lagi. Seolah mereka mampu melakukan tawar menawar dengan sang maut, yang sejatinya paling dekat dengan kita.

Hanya sedikit yang mampu mengendalikan bibir, jemari dan pikirannya. Hanya sedikit yang menyadari bahwa setiap gerak yang dilakukan oleh bibir, jemari dan pikiran, akan mampu membawa dampak yang luar biasa, untuk hal baik atau sebaliknya.

Teringat sebuah nasihat ...

"Sebaik-baik manusia adalah yang bisa menahan mulutnya dengan menjaga ucapannya dan membuka tangannya untuk membantu juga memberi. Sejelek-jelek manusia adalah orang yang suka membuka mulutnya dengan tidak menjaga ucapannya dan menahan tangannya dari membantu, memberi dan menolong orang lain."

Jika Anda membeli kuota internet hanya untuk berbuat buruk, sama artinya Anda membeli dosa. Pertanyakan pada diri sendiri, patutkah itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun