Mohon tunggu...
Rina Rinance
Rina Rinance Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gerakan Ganti DPRD Salatiga, Perlukah?

21 September 2018   16:50 Diperbarui: 21 September 2018   17:42 1185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Efek #2019 GANTI PRESIDEN, berdampak pada keinginan sebagian warga Salatiga mengganti anggota DPRD Kota Salatiga periode tahun 2014-2019. Pada beberapa sudut perkampungan mulai terlihat banyak tulisan yang menginginkan pergantian DPRD Kota Salatiga pada periode mendatang.

Banyak alasan yang dikemukakan oleh warga yang ingin ada pergantian anggota DPRD periode masa lalu. DPRD dianggap tidak mewakili rakyat, melakukan pembiaran, pasif tidak melakukan hak interpelasi, hak angket, hak inisiatif, tidak peka terhadap penyalahgunaan jabatan di eksekutif.

Padahal secara institusi anggota DPRD dalam Pasal 43 Undang Undang Nomor 32 Tahun 2004 memiliki hak interpelasi, yaitu hak DPRD untuk meminta keterangan dari pejabat tingkat daerah, hak angket adalah hak DPRD untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan Pemerintah Daerah dan hak menyatakan pendapat, merupakan hak DPRD untuk menyatakan pendapatnya terhadap kebijakan kepala daerah.

Namun hak itu tidak pernah digunakan oleh DPRD Kota Salatiga terhadap kebijakan Walikota Salatiga yang dianggapnya tidak melakukan azas-azas umum pemerintahan yang baik. Seperti melakukan jual beli jabatan terhadap PNS yang naik eselon dan yang telah lolos tiga besar calon eseon dua, satu pejabat yang terpilih wajib mengeluarkan sejumlah dana.

Masyarakat berpendapat DPRD Kota Salatiga melakukan pembiaran, pura-pura tuli, tidak peduli pada kondisi lingkungannya. Tidak pernah terdengar berita DPRD meminta keterangan kepada walikota yang telah menyalahgunakan wewenangnya memungut uang jabatan.

Walaupun keluarga PNS telah menyampaikan informasi kepada DPRD, DPRD tetap tidak bergeming, tidak pernah melakukan penyelidikan atas informasi itu, baik yang dilakukan pada masa pemerintahan walikota pada periode pertama maupun periode kedua.

DPRD juga dituding tidak pernah menjalankan Hak Inisiatif-nya. Banyak Dapil yang diwakili tidak ada kemajuan dalam pembangunan sumberdaya manusia dan sumberdaya alamnya, beberapa SKPD menjalankan program kopi paste dari tahun ketahun tidak ada peningkatan tidak pernah ditegur, karena DPRD sendiri tidak tahu dan tidak mampu melakukan sesuatu apa yang akan diperbuat.

Kemiskinan lambat penangannya padahal sudah melakukan studi banding melalui kunjungan kerja pada daerah yang mampu mengentaskan kemiskinan secara signifikan, tetapi hasil studi banding tidak diadopsi.

Itulah salah satu dugaan rakyat, kunker ke daerah lain lebih banyak diakukan untuk jalan-jalan. Banyak sumberdaya alam lahan pertanian yang bisa dibudidayakan tidak diprogramkan untuk menciptakan lapangan kerja yang lebih menghasilkan untuk warga setempat.

Tidak itu saja DPRD Kota Salatiga dinilai tidak mencerminkan sikap kebapakan dan negarawan, mengesampingkan nilai-niai Pancasila, tercermin dari seringnya mengundang konflik terdahap Eksekutif, seperti menunda-nunda keputusan yang bersifat persetujuan.

Seandainya undang-undang tidak mengancam DPRD "tidak akan gajian" apabila tidak menandatangani RPJMD, pasti akan terjadi Pemkot menggunakan perhitungan anggaran tahun sebelumnya. DPRD tidak pernah berfikir jauh bahwa akibat tindakannya mengulur-ulur persetujuan merugikan rakyat yang diwakilinya.

Demikian pula beberapa kali mengundang rapat, undangan diedarkan mendadak pada hari yang sama, tamu undangan telah memadati ruang sidang DPRD, tanpa sebab membatalkan acara. Yang lebih memalukan rakyat, beda pendapat dengan Eksekutif masalah besaran dana yang diajukan DPRD, karena berdasarkan telaahan Tim Anggaran Pemkot usulan tidak masuk akal yang akan mengundang APH, bahkan bisa berakibat masuknya KPK, "palu sidang DPRD" malahan diserahkan ke Pemkot, tidak berupaya untuk duduk bersama menempuh jalan musyawarah untuk mufakat. Lebih bangga menunjukkan kesewenang-wenangannya, menonjolkan arogansinya, kekuasaannya, mereka lupa duduk di DPRD mewakili rakyat, bukan mewakili partai. Rakyat jenuh menyaksikan pemandangan sikap seperti itu tidak pantas lagi menjadi penyalur aspirasi rakyat dan teladan untuk rakyat.

DPRD juga dinilai sering melakukan kunker ke daerah lain tetapi hasil studi bandingnya tidak sepadan dengan anggaran yang dikeluarkan, tidak ada manfaatnya untuk rakyat dan untuk pembangunan Salatiga. Dari hasil kunker DPRD memang melakukan Hak Keuangan dan Administratif, tapi untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk meningkatkan pembangunan, meningkatkan kesejahteraan rakyat, yang diperjuangkan hak pribadinya termasuk nominal kenaikan perjalanan kunker.

Sejatinya undang-undang mengatur 11 kewajiban bagi anggota DPRD yang harus diakukan secara kondisional. Tiga kewajiban sangat erat dengan sikap memperjuangkan peningkatan kesejahteraan rakyat pada dapil yang diwakilinya antara lain:

  • Pemberdayaan masyarakat yaitu setiap anggota DPRD yang mewakili dapilnya akan selalu memperjuangkan peningkatan kesejahteraan dapil yang diwakilinya, setiap waktu menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala. Biasanya dilakukan dalam masa reses. Namun kondisi itu tidak serta merta selalu dilakukannya.
    Pemberdayaan itu dapat berujud seperti upaya peningkatan kewirausahaan, iptek, pertanian, peternakan seni, budaya dan potensi pariwisata. DPRD seharusnya mampu berinisiatif untuk mengusulkan dan mengawal potensi-potensi itu kepada pemkot, tetapi tidak pernah dilakukannya.
  • Menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat. Yaitu setelah menerima masukan dari masyarakat, menyampaikan kepada kepala daerah dan jajarannya Kepala Organisasi Perangkat Daerah yang berkaitan dengan maksud pengaduan. Namun tidak pernah melakukannya, contoh kasus yang paling dekat terjadi, keluarga PNS, PNS menginformasikan adanya jual beli jabatan, tidak didengar.
  • Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di dapilnya. Pertanggungjawaban ini biasanya disampaikan dalam kesempatan kunjungan kerja pada masa reses, menyampaikan laporan perkembangan usulan yang disampaikan oleh konstituen dari dapilnya. Namun kenyataannya tidak semua anggota DPRD pada masa reses berkeliling menyerap aspirasi pada dapil yang diwakilinya.

Atas kondisi diatas, sebagian warga Salatiga menghendaki DPRD Kota Salatiga tahun 2019 perlu diganti secara konstitusi, dengan cara memilih calon legislatif baru, yang mempunyai visi dan misi jelas. Kalau semua baru, tidak akan terkontaminasi dengan perilaku buruk anggota yang lama. Calon legisatif yang tidak mempunyai visi misi ibaratnya tidak mampunyai tujuan, bagaimana akan memperjuangkan aspirasi rakyat, bagaimana akan meningkatkan pembangunan dapil yang diwakilinya kalau tidak mempunyai visi atau citra diri?. Akibatnya seperti yang terjadi dalam kondisi saat ini, dalam kurun waktu lima tahun banyak anggota DPRD Kota Salatiga bingung karena waktu mencalonkan tidak mempunyai visi dan misi yang harus ia pertanggungjawabkan kepada rakyat, untuk mengurangi kebingungannya melakukan refresing jalan-jalan dengan dalih kunjungan kerja. Sejalan dengan berkurangnya waktu, habislah sudah masa kerjanya. Hasilnya ?, sekarang tidak memuaskan rakyat.

Dari kewajiban-kewajiban itu tidak semua anggota DPRD mau dan mampu melakukannya dan memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada konstituen di daerah pemilihannya. Bisa jadi mereka beranggapan "kan sudah ku beli suaramu pada pileg tahun lalu". Nah, kalau begini, rakyat pun juga ikut keliru. Jangan salahkan anggota DPRD yang pernah memberi uang jajan, uang jalan ke TPS kalau mereka tidak mampu bekerja baik mendampingi rakyat, jangan menuntut mereka lebih, karena semuanya sudah diselesaikan pada masa lalu.

Oleh karena itu kalau rakyat menghendaki #2019 GANTI DPRD KOTA SALATIGA, rakyat juga harus menolak uang suap pada pileg 2019. Bagaimana kalau rakyat masih mau disuap oleh caleg baru. Bila terjadi kondisi seperti lima tahun ini, apakah pada lima tahun yang akan datang juga mau menuntut ganti DPRD lagi ?.

Jangan salahkan DPRD, sebenarnya rakyat sendiri juga andil menciptakan DPRD tidak memiliki budaya kerja baik.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun