Ucapan adalah cermin dari isi hati dan pikiran seseorang. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak jarang seseorang mengucapkan kata-kata buruk, terutama kepada orang lain, terhadap keadaan yang dihadapi, bahakan untuk dirinya sendiri.. Meskipun sering dianggap sepele, kebiasaan berkata buruk sebenarnya dapat membawa dampak negatif yang besar, baik dari sisi psikologis maupun spiritual.
Dalam psikologi, ucapan dianggap sebagai bentuk nyata dari proses berpikir. Menurut Albert Ellis, seorang tokoh terapi kognitif, pola pikir negatif yang diungkapkan melalui kata-kata dapat memperkuat emosi negatif seperti marah, cemas, dan depresi. Kata-kata buruk yang diulang terus-menerus akan memperkuat skema negatif dalam pikiran bawah sadar seseorang.
Salah satu bentuk berkata buruk yang sering luput dari perhatian adalah berkata buruk kepada diri sendiri, seperti mengucapkan, "Saya bodoh," "Saya tidak berguna," dan sejenisnya. Dalam psikologi, ini disebut negative self-talk, dan jika dibiarkan, bisa memicu stres, kecemasan, bahkan depresi. Dalam Islam, mencela diri sendiri tanpa alasan yang syar'i juga tidak dianjurkan, karena setiap manusia adalah ciptaan Allah yang memiliki potensi kebaikan.
Yang paling berbahaya itu jika orang tua sering berkata buruk pada anak-anaknya. Misalnya: "Ahhh, dasar bodoh luh!"
"Emang dasar bandel ya ini anak!"
"Dasar anak durhaka!"
Dan lain sebagainya. Ucapan-ucapan buruk seperti itu sangat banyak dilakukan oleh masyarakat kita, terutama orang-orang yang kurang berpendidikan, baik pendidikan umum maupun pendidikan agama. Tidak jarang ucapan-ucapan buruk tersebut dilengkapi dengan menyebutkan berbagai jenis hewan saking tak terkendalinya emosi yang mengucapkan. Â Ketika hal tersebut menjadi suatu kebiasaan, maka jangan heran jika sang anak benar-benar tumbuh menjadi orang yang seperti disebutkan di atas tadi.
Lingkungan yang dipenuhi ucapan buruk juga menciptakan pola komunikasi destruktif yang dapat merusak hubungan antarindividu. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh celaan dan kata kasar, cenderung mengalami masalah harga diri dan lebih berisiko meniru pola komunikasi tersebut.
Menurut hasil penelitian dr. Masaru Emoto, melalui eksperimen terkenalnya dengan air, juga menunjukkan bahwa kata-kata memiliki energi. Air yang "diperdengarkan" kata-kata negatif membentuk kristal yang buruk dan tidak beraturan, sedangkan air yang mendengar kata positif membentuk kristal yang indah. Meskipun eksperimen ini menuai kritik, namun secara umum banyak penelitian menunjukkan bahwa lingkungan verbal memengaruhi kondisi psikologis dan bahkan fisik seseorang.
Islam banyak memberi peringatan dan perhatian besar terhadap lisan. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT berfirman:
"Tidak ada suatu kata yang diucapkannya melainkan ada di dekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir."
(QS. Qaf: 18)
Ayat ini mengingatkan bahwa setiap ucapan, baik maupun buruk, dicatat dan akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, seorang Muslim diperintahkan untuk menjaga lisannya agar tidak menyakiti atau merugikan orang lain.
Rasulullah SAW juga bersabda:
"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata yang baik atau diam."
(HR. Bukhari dan Muslim)
Hadis ini menegaskan bahwa berkata baik bukan hanya anjuran, tetapi bagian dari iman. Berkata buruk tanpa sebab yang jelas bukan hanya menyakiti orang lain, tetapi bisa menjadi dosa yang merusak amal.
Jadi bisa disimpulkan bahwa berkata buruk dalam kehidupan sehari-hari membawa dampak negatif bagi diri sendiri dan lingkungan, terutama kondisi keluarga. Dari sisi psikologi, ia merusak pola pikir dan emosi. Sedangkan dari sisi Islam, ia adalah perbuatan yang dicela dan akan dimintai pertanggungjawaban. Oleh karena itu, menjaga lisan adalah wujud kecerdasan emosional sekaligus ketaatan spiritual. Sebaiknya, kita terutama yang muslim/muslimah membiasakan berkata baik atau memilih diam, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI