Mohon tunggu...
Rinaldi Syahputra Rambe
Rinaldi Syahputra Rambe Mohon Tunggu... Pustakawan - Pustakawan Perpustakaan Bank Indonesia Sibolga

Anak desa, suka membaca, menulis dan berkebun. Penulis buku "Etnis Angkola Mandailing : Mengintegrasikan Nilai-nilai Kearifan Lokal dan Realitas Masa Kini". Penerima penghargaan Nugra Jasa Dharma Pustaloka 2023 dari Perpustakaan Nasional Republik Indonesia (Perpusnas).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Implementasi Nilai Multikesalehan Kurban

4 Juli 2023   08:38 Diperbarui: 4 Juli 2023   08:43 165
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kambing kurban di Al Quoz Abattoir, kawasan Al Quoz, Dubai , Uni Emirat Arab. (REUTERS/AMR ALFIKY via VOA INDONESIA)

Setiap tanggal 10 Dzulhijjah, umat Islam merayakan salat Idul Adha yang diikuti dengan ibadah kurban. Pelaksanaan kurban dilakukan setelah salat Idul Adha pada tanggal 10-13 Dzulhijjah.

Secara etimologi, kurban berasal dari bahasa arab "qaruba (fi 'l mai)- yaqrubu (fi 'l muari')- qurbnan (masdar)" yang berarti "dekat". Secara sederhana, kurban dapat diartikan sebagai cara untuk mendekatkan diri kepada Allah melalui amalan-amalan tertentu.

Kurban juga dikenal dengan istilah "udhiyah" yang berarti penyembelihan hewan kurban setelah salat Idul Adha. Hewan yang disembelih biasanya berupa unta, sapi, domba, dan kambing sebagai bentuk ketaatan kepada Allah SWT.

Sejarah Kurban

Secara historis, ibadah kurban sudah ada sejak Nabi Adam AS diutus ke dunia. Kurban pertama kali diperintahkan kepada dua putra Nabi Adam AS, yaitu Qabil dan Habil. Kisah ini dapat kita temukan dalam Al-Quran surah Al-Maidah ayat 27: " Dan ceritakanlah (Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka (kurban) salah seorang dari mereka berdua (Habil) diterima dan dari yang lain (Qabil) tidak diterima."


Para ulama menjelaskan ayat ini berhubungan dengan kisah anak Nabi Adam AS. Allah SWT memberikan sepasang anak kepada Nabi Adam AS dan Hawa untuk melanjutkan keturunan. Dua pasang anak tersebut diperintahkan untuk menikah dengan saudara mereka yang lahir pada waktu yang berbeda, agar keturunan manusia dapat terus berkembang.

Allah menakdirkan Qabil dilahirkan bersama saudari kembarnya yang cantik, sedangkan Habil dilahirkan bersama saudari yang tidak cantik. Hal ini membuat Qabil merasa tidak puas dan iri hati karena Habil akan dinikahkan dengan saudari yang cantik. Sebagai anak pertama, Qabil merasa lebih berhak untuk menikahi saudari kembarnya.

Atas protes dari Qabil, Nabi Adam AS memerintahkan keduanya untuk mempersembahkan kurban terbaik mereka kepada Allah SWT sebagai solusi dari masalah yang dihadapi oleh Qabil dan Habil. Kurban yang diterima oleh Allah SWT akan menentukan dengan siapa mereka akan menikah.

Kemudian, keduanya mempersembahkan kurban masing-masing. Habil mempersembahkan kurban terbaik berupa hewan ternak kesayangannya, sementara Qabil memberikan kurban yang seadanya dari hasil pertaniannya. Akhirnya, kurban Habil diterima oleh Allah SWT, dan dia berhak menikahi saudarinya yang cantik.

Namun, Qabil tetap tidak menerima keputusan itu. Dia masih merasa lebih berhak untuk menikahi saudari kembarnya. Sikap buruknya, seperti iri hati, tidak ikhlas, dan dendam semakin terlihat. Bahkan, dia mengancam akan membunuh Habil. Jiwa pemberontaknya terhadap ketetapan Allah muncul dalam dirinya.

Selain kisah Qabil dan Habil, ibadah kurban juga dikisahkan melalui Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS. Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim untuk mengurbankan putranya, Ismail AS, yang merupakan anak yang ditunggu-tunggu kelahirannya dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang. Namun, Allah memberikan ujian kepadanya dengan memerintahkan untuk menyembelih putranya sebagai kurban.

Kisah ini diceritakan dalam Al-Quran surah Ash-Shaffat ayat 102: " Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!" Dia (Ismail) menjawab, "Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar".

Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail mengisyaratkan bahwa ibadah kurban memiliki makna yang mendalam. Ibadah ini sarat dengan nilai-nilai mulia tentang hubungan vertikal dengan Allah SWT dan hubungan horizontal dengan sesama manusia. Keyakinan terhadap perintah Allah harus digenggam dengan kuat. Di sisi lain Ibrahim juga layak menjadi teladan kesuksesan dalam mendidik anak yang benar-benar berbakti kepada Allah SWT.

Nilai Multikesalehan yang Terkandung Dalam Ibadah Kurban

Dari sejarah tersebut, terlihat bahwa ibadah kurban memiliki keutamaan dan mengandung nilai multikesalehan yang sangat kompleks. Dari kisah Qabil dan Habil, kita dapat mengambil pelajaran bahwa ikhlas, jujur, dan menerima ketetapan Allah merupakan sikap yang harus dimiliki agar mendapatkan ridho-Nya.

Dari kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, kita juga dapat memahami betapa pentingnya menerima perintah Allah dengan ikhlas dan sabar, meskipun ujian yang diberikan berat. Kesabaran itu akan mendapat ganjaran yang setimpal, sebagaimana Nabi Ibrahim yang diberi gelar "Khalilullah" (kekasih Allah) sebagai ganjaran keimanan dan kesabarannya melaksanakan perintah Allah.

Dari kisah-kisah ini terlihat nilai-nilai ketakwaan yang terkandung dalam ibadah kurban meliputi dua dimensi. Dimensi "ilahiyah" tauhid dan dimensi sosial terhadap sesama "Hablum Minallah" dan "Hablum Minannas". Siapa pun yang hendak menunaikan kurban harus dilandasi niat ibadah semata-mata karena Allah dan sebagai bentuk kepedulian dan kasih sayang terhadap sesama. Jika kedua pilar ini diabaikan, kurban yang kita persembahkan akan ditolak, seperti halnya kurban Qabil yang tertolak karena tidak dilandasi oleh takwa, ikhlas dan kasih sayang.

Kurban merupakan ibadah sunnah muakkad. Keutamaan kurban dipertegas dalam surah Al-Kautsar ayat 2: "Maka, laksanakanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah!". Selain itu hadits Rasulullah SAW secara subtansial juga memberi penegasan untuk melaksanakan ibadah kurban "Siapa saja yang memiliki kelapangan rezeki, tetapi tidak berkurban, maka jangan sekali-kali mendekati masjid kami." (HR at-Thabrani).

Implementasi Nilai-nilai yang Terkandung dalam Ibadah Kurban

Mengadopsi nilai-nilai ibadah kurban masih sangat relevan dalam kehidupan umat manusia, termasuk kita sebagai umat akhir zaman. Ibadah kurban mengajarkan pendidikan multikesalehan yang terkandung di dalamnya, seperti ikhlas, sabar, sungguh-sungguh dan sikap terpuji lainnya. Oleh karena itu, nilai-nilai tersebut seharusnya diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Tahun lalu, saya terlibat secara langsung dalam mendistribusikan daging kurban. Banyak pelajaran yang bisa dipetik. Salah satu momen paling berkesan adalah ketika membagikan daging kurban kepada saudara-saudara yang berbeda agama. Rasanya istimewa dan menggugah iman karena ternyata kurban juga mampu mempererat persaudaraan dengan siapa pun. Nilai toleransi dan kepedulian terhadap sesama benar-benar terasa. Kurban berhasil menembus dinding pembatas dan memudarkan perbedaan yang ada.

Pemaknaan kurban benar-benar dirasakan bukan hanya sekedar rangkain formal simbolik belaka. Prosesi penyembelihan dalam kurban sebenarnya menyimpan makna memotong sifat "kebinatangan" kita. Sifat egois, dusta, hasat, dengki, tidak jujur, riya dan perbuatan tercela lainnya seharusnya ikut terpotong dalam diri agar kurban kita diterima oleh Allah SWT layaknya kurban Habil yang dipersembahkan dengan baik, tulus, dan ikhlas karena Allah.

Hal ini dipertegas Dalam Al-Quran surat Al-Hajj ayat 37. "Daging (hewan kurban) dan darahnya itu sekali-kali tidak akan sampai kepada Allah, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaan kamu. Demikianlah Dia menundukkannya untukmu agar kamu mengagungkan Allah atas petunjuk yang Dia berikan kepadamu. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik".

Dalam konteks implementasi nilai-nilai multikesalehan kurban dalam kehidupan sehari-hari seharusnya tercermin melalui sikap ikhlas, jujur, tanggung jawab, kebersamaan, kekeluargaan, dan kepedulian terhadap sesama. Nilai-nilai tersebut merupakan landasan yang kuat untuk menciptakan lingkungan masyarakat yang harmonis, dan bermakna. Dengan mempraktikkan nilai-nilai tersebut, akan tercipta keluarga yang kuat layaknya keluarga Ibrahim AS. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun