Mohon tunggu...
Blue Ambience
Blue Ambience Mohon Tunggu... Freelancer - Belajar untuk sering menulis

Introvert, INFJ, suka ngedesain, penikmat kopi. Hobi menonton.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Jangan Rendah Diri, Kita Gak Sendiri

18 Februari 2020   08:47 Diperbarui: 20 Februari 2020   23:32 626
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi menyelesaikan masalah bersama teman. (Sumber Gambar: Thinkstock/Wavebreakmedia Ltd)

Entah apa yang harus kuutarakan. Banyak hal yang kulewati dan seolah kulupakan begitu saja dan aku selalu memegang kata-kata "hidup untuk hari ini".  

Jika kita peka, bahkan satu detik yang dilewati tak bisa kita undur kebelakang, apalagi sehari, sebulan dan seterusnya. Maka setiap waktu itu berharga, pun dengan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.

Kita tak bisa mengelak dengan argumen "manusia ialah tempatnya salah dan dosa". Ya, tapi tak bisa kita jadikan alasan pembenaran setiap kali salah lalu menggunakan kalimat itu sebagai manuver pembangkangan atas rasa kebersalahan dan menjadikan kita abai dengan kesalahan kita berikutnya. 

Ya, aku pernah dimomen itu, momen ketika aku menerima diriku yang penuh kegagalan dan kesalahan. Selalu muncul perasaan dalam hati yang bilang "gak apa-apa manusia pernah kok berbuat salah dan gagal, itu wajar. Semua orang pernah mengalaminya". 

Disatu sisi hal itu baik untuk tidak membuat mental breakdown, tapi disisi lain diriku begitu kurang dalam hal ketegasan untuk menuntut diri menjadi lebih baik. 

Ya, aku lamban dalam hal itu.. kurang responsif dan introspeksi diri. Tapi aku selalu peka akan kesalahanku sendiri, namun ya itu.. yang muncul ialah suara tadi.

"Berbagi cerita adalah penyelamat bagi jiwa yang lain agar tidak merasa sendiri dan merasa tertemani secara perasaan."

Dalam hal menilai diri terkadang aku selalu melihat rendah. Aku melihat diriku sendiri rendah, tak pantas dilihat atau didengar omongannya. 

Ilustrasi pribadi.
Ilustrasi pribadi.
Sampai aku sadar bahwa semua itu gak benar, sekarang adalah era media sosial lalu, internet dan macam-macam aplikasinya membuat kita dengan mudah bersapa bahkan dengan orang yang tidak dikenal sekalipun. Kupercaya lewatnya, aku bisa berkarya dan berbagi pikiran dengan sesame penguna internet dibelahan bumi lain. 

Karena dalam hal bersosialisasi, aku selalu membuat benteng disekitarku yang membuat orang lain tak akan mudah mendekatiku. Aku selalu memberi jarak agar tak ada dari mereka yang mempengaruhi emosiku seperti harus merasa kehilangan atau dipengaruhi dalam hal yang kurang baik. 

Artinya dalam dunia nyata mungkin tak begitu banyak yang dekat denganku (setidaknya beberapa bulan kebelakang), namun aku tau kalau fase ini bukan aku, bahwa aku sedang kebingungan dan mencari jatidiri dan tersesat sampe hanya mempercayai diriku sendiri baik dalam hal memegang prinsip dan atau menentukan pilihan.

Entah karena rumahnya dekat dengan masjid, atau karena Alhamdulillah lingkungan dan kebiasaanku waktu kecil cukup baik untuk disibukkan dengan kegiatan sekolah, sekolah agama, dan mengaji di sore hari. Hal itu berpengaruh pada diriku yang sekarang, mengenai kebiasaan atau nilai-nilai yang mau aku percaya dan yakini bahkan ku terapkan pada diri.

Aku yang sekarang aku banyak dengerin ceramah atau kisah orang dan tenggelam pada obrolan-obrolan orang dipodcast tentang banyak hal. Aku hanya mau tau, orang-orang sama gak sama aku? 

Yang mempertanyakan dan kebingungan kaya ada yang salah dalam hidup kaya ada sesuatu yang harus aku benahi karena aku percaya kita gak bisa gitu aja tergerus arus, ada nilai-nilai yang harus dipegang agar prinsip tak goyah dan punya pegangan kuat.

Dok. Youtube/Menjadi Manusia
Dok. Youtube/Menjadi Manusia
Tapi aku sadar gak bisa sendiri. Bahkan merasa sendiri pun kesalahan, makanya kubaca sejarah dan denger omongan orang-orang kaya di youtube channel menjadi manusia salah satunya. Gimana sih rasanya menjadi beda, dan punya perasaan atau kondisi psikologis yang nyentrik berbeda dari kebanyakan orang. Dan rupanya ada benang merah yang mengikat kita. 

Rupanya perasaan yang kita rasakan, pengalaman yang kita lewatin, masalah yang dihadepin, gak bener-bener kita sendiri yang ngalamin. Orang lain juga pernah. 

Dan maka dari itu berbagi cerita adalah penyelamat bagi jiwa yang lain agar tidak merasa sendiri dan merasa tertemani secara perasaan karena tersadar bahwa banyak diluar sana yang hidupnya gak happy-happy aja, bahwa banyak orang yang berjuang melewati masalah hidupnya itupun sudah jadi penggerak bagi jiwa kita agar tak kehilangan makna dan berhenti berusaha.

Rasanya penting untuk hidup produktif, menyampaikan apa yang lagi dirasain, mengkomunikasikan pesan yang perlu dibicarakan agar ketemu titik tengah, dan hidup dengan tidak merasa rendah diri dan merasa sendirian, bahwa kita makhluk sosial yang heterogen dan masing-masing dari kita punya "masalah" atau kubilang "challenge"-nya sendiri.

Sudah begitu, kita punya tekniknya sendiri dalam menghadapinya dan tiap kita gak bisa dibangdingkan dengan orang lain, karena diri kita terbentuk karena kejadian masalalu dan masalalu tiap orang gak pernah ada yang sama. 

Maka dari itu belajar sejarah dan mendengarkan orang lain menjadi penting, karena gak semua itu kita alami dan bisa jadi referensi buat kita kedepannya kelak, paling tidak sadar bahwa kita gak sendirian dan kita berhak atas keputusan yang kita ambil berikut resiko-resikonya. Asalkan jangan arogan dan seenaknya sendiri apalagi keputusannya menyakiti orang lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun