Mohon tunggu...
Riki Hifni
Riki Hifni Mohon Tunggu... Freelancer - Seseorang yang mengagumi kata-kata

Lahir di Pasuruan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Ribuan Candi dan Kisah di Baliknya

25 November 2023   12:35 Diperbarui: 25 November 2023   12:38 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest.com/ressyhelvicha

"Kenapa Roro Jonggrang mesti minta dibuatkan seribu candi dalam semalam, jika sebenarnya dia cuma ingin nolak Bandung Bondowoso?" tanya Lila padaku. Kami duduk berhadapan di sebuah warmindo. Kami sering bertemu di sini. Anggaplah ini kencan sederhana yang biasa kami lakukan. Toh, kencan semacam ini justru yang merekatkan kami sejak awal.

"Kenapa kamu tanya itu ke aku?" Aku balas bertanya setelah menyeruput kopi panas. Dua mangkuk mie instan hadir di hadapan kami, menyusul kopi dan es teh yang sebelumnya sudah diantar. Lila mendekatkan mangkuk mie instan berkuah lengkap dengan telur setengah matang dan sedikit sayuran ke hadapanku.

"Ya, karena menurutku itu aneh," dia meniup-niup uap mie instan yang menggugah selera. Jadi, kulakukan hal yang sama pada mangkukku.

"Kenapa semua pertanyaan aneh kamu tujukan padaku?" kataku di sela tiupan pada mieku. Aroma gurih menyebar dan aku tidak sabar untuk lekas menandaskan isi mangkukku.

Dia manyun. Begitulah Lila, kekasihku. Rasanya aku jatuh cinta padanya juga karena dia selalu mengajukan pertanyaan aneh semacam itu. Kalau tak salah, tiap kali kami bertemu, dia selalu mengajukan pertanyaan di luar prediksiku.

"Kamu bisa tanya ke guru Bahasa Indonesia," kataku. "Bukannya cerita rakyat jadi materi pelajaran Bahasa Indonesia?" Kupikir ini jawaban paling bijaksana. Bukankah yang paling mengerti hal-hal semacam ini ya hanya mereka yang mempelajarinya secara khusus? Dan kupikir guru Bahasa Indonesia telah mempelajari dan bahkan mengajari siswa mereka tentang hal ini.

"Heleh. Mereka hanya akan menerangkan struktur pembangun ceritanya. Lalu mereka akan bertanya pada para siswa, tentang siapa tokohnya, gimana karakternya, di mana lokasi ceritanya, juga apa tema dan amanatnya? Itupun jangan-jangan jawabannya harus template. Kalau tidak menjawab sesuai kunci jawaban yang disediakan, maka jawaban siswa itu bakal dianggap salah dan mereka nggak akan dapat nilai."

Aku ternganga. Dia mengatakannya dengan sangat blak-blakan. Hmm, ini juga salah satu hal yang membuatku jatuh cinta padanya. "Aish. Kenapa kamu nggak ngomong gitu ke mereka, para guru Bahasa Indonesia?"

Lila mengabaikan pertanyaanku. Namun, tak lama dia kembali bicara.

"Coba ingat waktu sekolah dulu, apa pernah kamu diajak untuk menyelami sisi lain legenda atau cerita rakyat? Atau ambil saja karya sastra yang lagi booming, misalnya, bahas dan diskusikan di kelas. Mungkin di belahan Indonesia lain ada yang melakukan itu, tapi aku yakin sebagian besar masih saja sibuk membahas struktur cerita dengan kunci jawaban yang pasti. Siswa tidak pernah punya pilihan untuk menyampaikan pandangan yang bertentangan dengan kunci jawaban, kan?" tanya Lila.

Lila meraih botol air mineralnya. Setelah meminum isinya sedikit, dia memandangiku. Tampaknya dia akan melupakan sebentar mie instannya. "Padahal kalau siswa diarahkan untuk berani berpendapat, pelajaran sastra akan lebih menyenangkan. Tapi, entahlah. Mungkin guru-guru punya alasan sendiri kenapa bikin pertanyaan semacam itu. Eh, Ri, seriusan deh, aku pengin tahu pendapatmu," kata Lila dengan nada merajuk.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun