Mohon tunggu...
Riki Hifni
Riki Hifni Mohon Tunggu... Freelancer - Seseorang yang mengagumi kata-kata

Lahir di Pasuruan

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Cacatnya Politik Kampus: Menerka Ulang Definisi Kampus Sebagai Miniatur Negara

7 Oktober 2023   15:20 Diperbarui: 7 Oktober 2023   15:28 114
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Seperti yang sudah saya paparkan di atas, bahwa faktanya BEM saat ini memang "sedang" masuk pada fase yang problematik. Salah satu problematika yang membuat saya geleng-geleng kepala adalah kepentingan kelompok yang sangat disakralkan/ Para pengurus BEM yang notabene adalah perwakilan mahasiswa, justru nyatanya tidak mewakili itu. Mereka hanya mewakili golongan mereka sendiri.

Kita bisa mulai dari proses pemilihan anggota. Tak jarang saat proses pemilihan terjadi saling sikut antara satu dan anggota kelompok lain. Bahkan aksi saling sikut ini seringkali diikuti dengan tindakan yang tidak sehat. Entah pengaturan suara, kecurangan saat proses perhitungan, atau bahkan aksi lain yang memperparah ketidaksehatan proses demokrasinya.

Tidak sampai disitu saja, hal tersebut masih berlanjut sampai pada proses rekrutmen anggota. Di sini akan semakin tampak adanya "wakaf" politik. Mereka hanya akan menerima mahasiswa yang mempunyai pemikiran yang sama dan satu golongan dengan mereka, alias berasal dari ORMEK yang sama. Dengan kata lain, mereka yang berbeda golongan sudah pasti tidak akan diterima atau tersingkir. Kalau sudah seperti ini, bolehkan kita, eh saya mempertanyakan kinerjanya?

Partisipasi Mahasiswa yang Minim 

Dalam proses demokrasi, partisipasi pemilih menjadi sesuatu yang sangat penting. Sebab, partisipasi pemilih kita dapat menilai seberapa besar animo pemilih dalam pesta demokrasi. Dalam pemilihan umum misalnya, ada target suara yang telah disepakati bersama agar pemilu bisa dikatakan sah.

Hal ini berbeda dengan yang ada di (beberapa) kampus. Hanya beberapa saja yang menerapkan kuorum dalam proses pemilihan. Sehingga yang menang, ya itu yang jadi. Bahkan seringkali menemui calon tunggal. Ya sudah pasti jadi kalau itu.


Dilema Pers Mahasiswa 

Pers adalah salah satu pilar keempat dalam demokrasi, dan memiliki peran penting dalam memastikan terwujudnya demokrasi yang baik, selain tiga pilar dalam prinsip trias politica. Fungsi pers adalah untuk mengawasi kebijakan yang diambil oleh elemen pemerintahan, dan hal yang sama berlaku untuk pers mahasiswa, yang bertugas mengawasi kebijakan dalam konteks ORMAWA dan administrasi kampus.

Namun, pers mahasiswa menghadapi dilema dalam menjalankan perannya sebagai pengawas kebijakan. Mereka sering kali menghadapi berbagai masalah dan bahkan tindakan represi atau kekerasan, yang bahkan justru banyak terjadi dari sesama mahasiswa itu sendiri.

Akibatnya, banyak anggota pers mahasiswa memilih untuk berada dalam zona yang nyaman untuk menghindari potensi konflik yang tidak diinginkan. Mereka cenderung tetap diam menghadapi berbagai ketidakwajaran yang muncul. Alasannya adalah karena mereka enggan terlibat dalam konflik dan merasa mungkin tidak ada dukungan dari rekan-rekan mereka jika mereka mengalami represi. Ini adalah masalah yang menimbulkan dilema.

Ya itulah tadi beberapa problematika yang membuat politik miniatur negara saya nilai "cacat" dan perlu dicari dan dibenahi bersama akar permasalahannya. Tentunya, penilaian cacat ini hanya menurut pengamatan saya pribadi sebagai mahasiswa dan pengamat politik kampus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun