Mohon tunggu...
Rikho Kusworo
Rikho Kusworo Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis Memaknai Hari

Karyawan swasta, beranak satu, pecinta musik classic rock, penikmat bahasa dan sejarah, book-lover.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

NH Dini Tanda Tangani Buku Novelku

10 September 2012   13:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   00:40 1055
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mendapatkan tanda tangan sastrawan besar tentulah sangat berkesan bagi saya. Terlebih lagi tanda tangan itu dibubuhkan dalam Novel karya satrawan itu di rumahnya, bukan dalam momen peluncuran buku. Pertemuan dengan sang penulis besar saya lakukan dengan modal nekat, tanpa perjanjian terlebih dahulu.

Bagi yang pernah belajar Bahasa Indonesia di SMP pasti lah mengenal sosoksastrawan besar milik Indonesia ini, NH Dini. Walaupun faktanya saya belum pernah membaca karya NH Dini sama sekali. namun yang menarik buat saya adalah NH Dini tinggal di kawasan yang dekat dengan rumah saya.

Atas prakarsa Mantan Gubernur Jateng Mardiyanto, NH Dini tinggal di Wisma Langen WERDHASIHKelurahan Lerep, Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah,sekitar enam kilometer dari rumah saya.

Hal ini baru saya ketahui setelah membaca berita di Kompas.Com 29/2/2012 tentang peluncuran Novel Terbaru NH Dini.

Baru Lima belas Juli kemarin saya membeli novel terbaru NH Dini, berjudul Dari Rue Saint Simon ke Jalan Lembang. Inilah satu-satunya Novel NH DINI yang saya punyai.

Novel ini merupakan cerita kenangan saat Nh Dini saat tinggal di Rue Saint Simon, Paris, Perancis, hingga tinggal di Jalan Lembang, Jakarta. Kemandirian dan daya juang NH Dini dalam novel ini sangat menyentuh sehingga menggerakkan saya untuk menemui NH Dini di rumahnya.

Delapan September kemarin saya mendapat undangan perekaman data E-KTP di Kecamatan Ungaran Barat. Kantor Kecamatan ini terletak di lereng Gunung Ungaran, melewati kawasan tempat NH Dini tinggal. Sebelum berangkat ke kecamatan saya sudah membawa novel NH Dini, yang sudah selesai terbaca . Saya berniat mampir ke rumah NH Dini dan minta tanda tangannya di buku Novel itu. Jujur, saya tidak tahu persis lokasi rumahnya.

Kalau ketemu NH Dini ya syukur, kalau tidak ketemu ya kapan kapan balik lagi. Toh rumahnya dekat dari rumah saya. Saya pergi menuju Kantor Kecamatan jam 9 pagi. Dalam perjalanan menuju kantor kecamatan saya melihat penunjuk jalan menuju ke Wisma Langen WERDHASIH, kawasan tempat tinggal NH Dini. Saya menghapal lokasinya sehingga ketika pulang, saya bisa langsung berbelok menuju kawasan tersebut.

Setelah selesai proses E-KTP jam 12.30 siang, saya langsung mengikuti jalan sesuai penunjuk arah yang terpasang di pinggir jalan.

Ketika saya memasuki kawasan panti, ada pos satpam dengan tulisan “ Tamu Harap Lapor”. Namun pos satpam itu kosong tanpa penjaga. Suasana panti begitu sepi, tiak ada satu orang pun yang mendapati kehadiran saya. Saya pun bingung kepada siapa harus bertanya letak rumah NH Dini diantara deretan paviliun-paviliun di komplek panti lansia seluas separo lapangan sepakbola tersebut.

Kemudian saya bergerak menuju sebuah bangunan utama yang nampak sebagai kantor. Sebuah meja tinggi penerima tamu dengan deretan arsip-arsip di belakangnya menjadi penanda bahwa ruangan ini adalah kantor panti lansia ini. Deretan photo-photo kegiatan para penghuni lansia nampak terpajang di depan meja penerima tamu tersebut.

Namun ruangan itu sepi, tak ada satu orang pun yang menerima kedatangan saya. Saya clingukan ke kanan dan ke kiri. Akhirnya saya putuskan untuk mengetuk salah satu penghuni panti yang terbuka. Seorang lansia tertidur di lantai ketika saya mendatanginya. Kepada lansia ini saya menanyakan rumah NH Dini yang ternyata sepuluh meter dari paviliun yang pintunya saya ketuk.

NH Dini tinggal di rumah yang masih dalam kompleks wisma. Saya bergerak memasuki halaman rumah NH Dini. Sebuah rumah mungil yang nampak teduh dan asri. Di depan rumahnya nampak sekumpulan tanaman bunga yang terawat, menandakan penghuninya yang senang berkebun.

Lega hati saya ketika sayup-sayup terdengar suara televisi dari rumah yang di depannya terdapat teras kecil dengan kursi bambu yang cukup untuk duduk tiga orang. Lega karena artinya rumah itu ada penghuninya.

“ Assalamualaikum “ ucap saya sambil mengetuk pintu rumah.

“ Siapa ya ? Ada keperluan apa ? “ sahut suara perempuan dari dalam rumah itu.

Saya bingung menjawab pertanyaan ini. Maklum, saya datang tanpa diundang dan tanpa membuat perjanjian terlebih dahulu.

“ Saya mau minta tanda tangan bu “ jawab saya.

“ Saya baru makan?” sahut suara perempuan itu lagi.

“ Kalau memang sedang makan, tak apalah saya tunggu dulu “ tukas saya.

Seorang wanita lanjut usia dengan wajah bulat, berair muka bersih bergerak menuju pintu rumah. Rambutnya memutih dengan baju atasan semacam daster blirik hitam. Melihat wajah itu, yakinlah bahwa wanita yang ada di depan saya ini adalah NH Dini.

[caption id="attachment_198306" align="aligncenter" width="491" caption="NH Dini ( areamagz.com)"]

13472840201020970172
13472840201020970172
[/caption]

“ Jangan-jangan, sekalian saja, habis ini saya ada tamu “ begitu jawab NH Dini sambil membawa spidol warna hitam di tangan kanannya.

Saya pun mengeluarkan Novel Dari Rue Saint Simon ke Jalan Lembang dari dalam tas.

“ Maaf Mas waktu saya ini terbatas, karena dalam satu minggu saya berada di Ungaran dan Jakarta,” kata NH Dini sambil membuka-buka halaman novel yang akan ditanda tangani.

“ Untuk siapa ini ?” kata NH Dini sambil memandang kearah saya ketika tangannya siap menulis.

“ Untuk Rikho Kusworo, bu , Rikho nya pakai “H” “ jawab saya.

“ Tanggal berapa ini “ tanya NH Dini.

“ Tanggal Delapan September bu “ jawab saya sambil memandangi tangan wanita berkulit bersih yang sudah keriput.

Kemudian NH dini membubuhkan tulisan tangan dan tanda tangannya di Novel itu.

[caption id="attachment_198311" align="aligncenter" width="562" caption="Novel Dari Rue Saint Simon ke Jalan Lembang Karya NH Dini dengan Tanda tangan dan tulisan tangan beliau Lerep 08 September 2012 (Koleksi Pribadi)"]

13472846381798534308
13472846381798534308
[/caption]

Tidak ada senyum di wajah beliau bahkan sampai selesai membubuhkan tanda tangan. Akhirnya saya berusaha untuk mencairkan suasana.

“ Terus terang saya suka membaca karya sastra bu, dan novel ini membuat saya meneteskan air mata “ kata saya sambil menyebutkan beberapa tokoh tokoh nasional yang tersebut dalam novelnya.

“ Bagus…itu. Cuma maaf mas, waktu saya ini terbatas. Saya memprioritaskan pertemuan untuk mahasiswa yang akan bimbingan skripsi,tesis, dan desertasi. Karena itu lah yang saya anggap penting “ begitu kata NH Dini sambil menyodorkan buku novel kepada saya.

Setelah itu beliau menambahkan,” Kalau hanya sekedar bertemu dan berbicara saya tidak punya banyak waktu. Saya ini punya penyakit vertigo dan saya harus kontrol ke Semarang secara berkala. “

“ Iya bu saya paham, mohon maaf saya tidak membuat perjanjian terlebih dahulu “ kata saya sambil merapatkan kedua tangan di dada.

“ Kemarin itu ada orang yang sudah ke sini dua kali namun saya tidak bersedia menemuinya. “ tandas NH Dini dengan raut wajah serius disertai intonasi yang tegas.

“ Sebenarnya saya juga sering menulis diblog bu, kompasiana, berkenankah ibu kalau saya diberikan waktu di kemudian hari untuk wawancara” demikian saya mendesak.

“ Sulit mas, Sisa waktu yang ada hanya untuk kesenangan pribadi seperti nonton TV dan menulis. Saya harus menjaga kondisi kesehatan saya agar tidak terlalu capai. Kalau kecapaian, kepala saya pusing. Tamu yang akan datang sebentar lagi itu teman kecil saya. Tidak mungkin saya tolak.. Makanya saya cepat-cepat makan agar sudah siap ketika mereka datang “ tukas NH Dini dengan wajah memohon pengertian kepada saya.

Bahasa tubuh ibu NH Dini ingin segara beranjak dari kursi bambu dan nampaknya menginginkan agar saya segara pergi. Saya tahu diri. Namun pertanyaan yang sudah ada di kepala akhirnya saya keluarkan.

“ Apakah semua karya ibu adalah kisah nyata kehidupan ibu, seperti dalam novel ini “ tanya saya.

“ Tidak Mas, ada beberapa yang fiksi, namun banyak juga yang kisah nyata “ jawabnya sambil beranjak menuju ke dalam rumah.

“ Ini saya kasih brosur yang dulu diterbitkan gramedia pada saat peluncuran novel terbaru saya. Maaf ya, tamu saya sekarang sudah sampai Salatiga, saya harus siap-siap “ katanya sambil menyodorkan sebuah brosur full color yang berisi riwayat hidup singkat serta daftar karya NH Dini.

“ Ok bu, terima kasih atas waktu dan tanda tangannya “ kata saya sambil beringsut undur diri.

Sebelum saya membalikkan badan, NH Dini berkata “ Nama kamu tadi siapa”

“ Rikho Kusworo “ jawab saya

“ Nama Panggilanmu siapa ?” tanya NH Dini

“ Rikho saja ibu” jawab saya

“Rikho, menulis itu makanan rohani, bagus untuk diteruskan” kata NH Dini memberi nasihat.

“ Baik ibu terima kasih”

Pertemuan saya dengan NH Dini tidak lebih dari lima menit. Beruntung saya bertemu dan mendapatkan tanda tangan beliau. Saking singkatnya pertemuan di tengah suasana ketergesaan NH Dini, saya tidak berpikir untuk foto bersama. Namun demikian pertemuan itu mengesankan buat saya. Kesan saya NH Dini tegas,cerdas mengatur waktu, serta mandiri. Persis seperti yang tergambar dari penggalan kisah hidupnya yang tergambar di Novel yang saya baca.

Rikho Kusworo. Ditulis 10 September 2012 jam 20.00

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun