Ada banyak alasan seseorang menonton film atau serial. Ada yang mencari hiburan, pelarian, atau sekadar mengisi waktu. Namun, ada juga yang menemukan cermin kehidupan di balik kisah fiksi. Begitu pula saat saya menonton High Potential---sebuah serial yang bukan hanya tentang kejahatan dan penyelidikan, tetapi tentang keberanian seorang perempuan untuk bertahan, berpikir, dan membuktikan diri di dunia yang kerap meremehkannya.
Kadang, potensi seseorang tidak diukur dari gelar atau pekerjaan, tapi dari keberanian untuk terus bertahan di tengah dunia yang meremehkannya.
Dari banyaknya serial kriminal yang penuh aksi dan misteri, High Potential berbeda dengan series pada umumnya. Series ini tidak hanya menampilkan kisah kejahatan dan detektif cerdas, namun juga menyoroti kehidupan seorang perempuan yang selama ini dipandang sebelah mata---seorang ibu tunggal dari kelas pekerja, yang hidupnya sering diremehkan, tapi memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Morgan Gillory, tokoh utama dalam serial ini, bukan polisi atau seorang detektif. Dia hanyalah petugas kebersihan biasa di markas kepolisian Los Angeles. Namun, di balik seragam birunya yang pekerjaannya dianggap "rendah", ia memiliki IQ 160---angka yang cukup menempatkannya di antara dua persen manusia paling cerdas di dunia.
Hidupnya tidaklah mudah. Dia ditinggalkan oleh kekasihnya di saat ia sedang mengandung anak pertama. Morgan harus membesarkan tiga anak sendirian, sambil menghadapi kehidupan yang begitu keras dan menjalani pekerjaan yang sering dianggap sebelah mata. Namun, dari sana kita bisa melihat sosok perempuan yang tidak menyerah pada nasib, melainkan menata ulang hidupnya dengan cara yang ia bisa.
Ketika Perempuan "Aneh" Menjadi Penting
Morgan memiliki penampilan yang nyentrik: berpakaian semaunya, bicara tanpa filter, dan memiliki kebiasaan berpikir yang tidak biasa. Ia sering dicibir di tempat kerja, dianggap "tidak tahu tempat" atau "tidak pantas" ikut campur dalam urusan penyelidikan. Tetapi kecerdasannya berbicara lain.
Dengan logika yang tajam dan cara pandang yang berbeda dari manusia pada umumnya, Morgan justru membantu kepolisian dalam memecahkan kasus-kasus besar yang membingungkan detektif berpengalaman. Ia memberikan bukti bahwa kecerdasan tidak selalu hadir dalam bentuk formal---kadang justru muncul dari pengalaman hidup yang keras dan kepekaan terhadap manusia lain.
Dari sini, High Potential terasa berbeda. Serial ini tidak menggambarkan perempuan sebagai sosok "sempurna" atau "ideal", tetapi sebagai manusia yang kompleks: keras kepala, sensitif, jujur, dan cenderung rapuh.
Perempuan yang Memimpin dan Saling Menguatkan
Dalam series ini terdapat tokoh lain selain Morgan, yakni sosok Letnan Soto---kepala divisi detektif LAPD yang juga seorang perempuan. Ia memimpin tim dengan cara yang tegas dan cerdas, namun tetap manusiawi. Kehadiran Soto menambah lapisan menarik dalam cerita ini: dua perempuan dengan latar berbeda, namun sama-sama kuat dan saling melengkapi.
Hubungan mereka menunjukkan bahwa perempuan tidak harus bersaing untuk diakui; mereka bisa saling menguatkan dan mendukung untuk tumbuh bersama. Dalam dunia yang masih penuh dengan bias gender, representasi ini terasa hangat dan relevan.
Refleksi: Potensi yang Tak Terlihat
High Potential membuat saya teringat pada banyak perempuan di sekitar kita---para ibu tunggal, pekerja harian, atau mereka yang terus berjuang di balik layar kehidupan. Mereka mungkin tidak punya IQ setinggi Morgan, tapi memiliki bentuk kecerdasan lain: ketabahan, keberanian, dan empati.
Potensi tidak harus selalu diukur dengan angka atau gelar. Kadang ia tumbuh dari keberanian untuk bangun setiap pagi, bekerja keras, dan tetap percaya bahwa dirinya mampu, meski dunia berkata sebaliknya.
Morgan memang hanya tokoh fiksi, namun kisahnya nyata bagi banyak perempuan yang sedang mencoba bertahan dan diakui.
Dan mungkin lewat High Potential, kita diajak untuk melihat ulang orang-orang di sekitar kita---bahwa di balik seragam sederhana atau profesi yang tampak biasa saja, bisa saja tersimpan kecerdasan yang tidak kita duga, menunggu kesempatan untuk bersinar.
Kisah Morgan bukan hanya tentang kecerdasan, tapi tentang keberanian untuk tetap hidup dengan kepala tegak. Ia mengingatkan kita bahwa perempuan tidak harus "sempurna" untuk menjadi kuat. Terkadang, kekuatan justru muncul dari kelemahan yang dihadapi setiap hari---dari perjuangan kecil yang tak terlihat, tapi nyata.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI