Mohon tunggu...
Rika Azizah
Rika Azizah Mohon Tunggu... Mahasiswa Magister Pedagogi

Saya adalah mahasiswa Magister Pedagogi yang menyukai dunia pendidikan, menulis artikel ilmiah, dan berbagi gagasan tentang kepemimpinan, karakter, serta inovasi pembelajaran. Hobi saya menulis di laptop, membaca buku reflektif, dan membuat konten edukatif yang menginspirasi pembaca untuk terus belajar dan berkembang.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Siswa SD Negeri 1 Sidomulyo Masih Kesulitan Memahami ANBK: Tantangan Literasi dan Numerasi

12 Oktober 2025   07:50 Diperbarui: 12 Oktober 2025   08:02 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Siswa SD Negeri 1 Sidomulyo, Kecamatan Bangunrejo, mengikuti (ANBK) di ruang kelas, Rabu (24/9/2025). -Dok. Pribadi

"Komputernya aja bingung, apalagi soalnya panjang-panjang," ujar Vino, siswi kelas V SD Negeri 1 Sidomulyo.

ANBK dan Realitas di Lapangan

Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) sejak 2021 digadang-gadang sebagai wajah baru evaluasi pendidikan di Indonesia. Tidak lagi sekadar menguji hafalan, ANBK mengukur kemampuan literasi, numerasi, dan karakter siswa.

Namun, kenyataan di lapangan jauh dari mulus. Di SD Negeri 1 Sidomulyo, banyak siswa mengaku kesulitan menghadapi soal ANBK. Guru menuturkan bahwa hambatan terbesar muncul dari soal berbasis bacaan panjang (literasi) dan soal cerita matematika (numerasi).

"Anak-anak cepat lelah membaca teks panjang. Sering berhenti di tengah, lalu asal menjawab," ungkap seorang guru kelas VI setelah simulasi ANBK.

Budaya Baca yang Rapuh

Literasi dalam ANBK bukan sekadar kemampuan mengeja kata, tetapi juga memahami isi bacaan, menafsirkan makna, bahkan mengambil keputusan dari teks. Di sinilah siswa SD Negeri 1 Sidomulyo kerap menemui jalan buntu.

Masalah ini bukan fenomena tunggal. Menurut laporan UNESCO (2020), minat baca masyarakat Indonesia tergolong rendah hanya 1 dari 1.000 orang yang benar-benar gemar membaca buku. Rendahnya budaya baca ini tercermin di sekolah pedesaan, di mana akses terhadap bacaan berkualitas masih terbatas.

Hasil survei internasional pun senada. OECD (2023) melalui tes PISA 2022 menempatkan Indonesia di peringkat 66 dari 81 negara dalam kompetensi membaca. Data ini menunjukkan bahwa persoalan literasi adalah masalah struktural, bukan hanya soal individu.

Numerasi: Soal Cerita Jadi Momok

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun