Ada saat dimana performa klub menurun dan mengalami kekalahan. Hal itu menimbulkan perasaan kecewa dan kesal. Rasa kesal akan timbul saat sesuatu yang kita cintai dan banggakan mendapat perlakuan yang kurang baik. Fanatisme yang serupa saat kita menjalankan agama kita. Kemarahan yang sama saat seseorang mengkritik agama yang kita anut.
Melandaskan keyakinan kita pada agamaÂ
Dengan agama ekspresi dan tindakan kita akan menjadi lebih tertata, karena penulis meyakini tidak ada satupun agama yang menuntun pada keburukan. Satu agama saja seringkali mempunyai penafsiran ajaran yang berbeda, apalagi yang berbeda agama.
Tentu saja tidak seperti agama yang sesungguhnya
Agama juga berbicara tentang nilai-nilai transendental dan kebenaran hakiki yang dikatakan akan ditemukan setelah kematian, ukuran kebenaran hakiki sepakbola berakhir pada kemenangan dan apakah satu klub atau kesebelasan menjadi juara atau tidak. Justru itulah letak keindahannya, bagaimana kepercayaan mampu menggerakan seseorang.
Seperti tulisan saya ini yang memang agak sedikit melantur, semua tergantung bagaimana anda menyikapinya. Apa yang anda anggap baik atau buruk tetap pada pilihan kita masing-masing. Jika bisa berandai bahwa sepakbola adalah sebuah agama, mungkin messi adalah tuhannya.