Mohon tunggu...
Rifki Sya'bani
Rifki Sya'bani Mohon Tunggu... -

Transmission Telcom Engineer (katanya), traveler (sukanya), cyclist (hampir tiap ke kantor) , and book lover. \r\n\r\nhttp://www.nulisbuku.com/books/view/40-hari \r\n\r\nhttp://abuziyad.multiply.com

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Rekam Jejak Digital, Upaya Mengabdikan dan Mengabadikan Diri

4 Januari 2012   07:03 Diperbarui: 25 Juni 2015   21:21 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tulisan ini saya buat paralel dengan tugas untuk mengisi sebuah acara kajian tentang internet sehat yang diselenggarakan oleh rekan-rekan remaja masjid di daerah Pontianak Tenggara. Kurang lebih 3,5 km dari kantor nanti malam. Sembari menyusun kerangka materi, saya jadi berkesempatan untuk memuhasabahi (baca: introspeksi dan menghitung diri) sejauh mana perjalanan dan jejak rekam digital saya selama ini. Langkah-langkah ketertatihan dalam memaknai upaya belajar memberikan manfaat. Sejak internet masuk ke Indonesia di awal 90an, baru 9 tahun kemudian saya bisa bersentuhan langsung dengan aktivitas browsing, chatting dan email. Perjalanan pertemanan saya dengan dunia komputer berawal dari tahun 1993-1994. Lewat sebuah komputer rumahan yang Bapak beli untuk kebutuhan ketik-mengetik dan belajar kami anak-anaknya. Dan memang, ternyata saya-lah yang paling sering menggunakannya, apalagi waktu itu mulai aktif menjadi pengurus OSIS yang sering membuat surat undangan, proposal dan atau laporan kegiatan. Dengan menggunakan program berbasis DOS seperti wordstar dan lotus123 membuat saya cukup familiar dengan personal computer. Tapi dengan internet? belum sama sekali! Saat SMU justru saya sedikit menjauh dari komputer. Membuat saya kemudian tertinggal jauh. Baru akrab kembali saat memasuki dunia kampus tahun 1999. Sejak itulah jejak rekam digital saya dimulai di ranah dunia maya. Ceritanya pun jadi begini: Pertengahan 2007 saya akhirnya memutuskan  untuk mulai menulis secara rutin pada sebuah blog. Awalnya dulu memang rajin menulis semacam diary. Lalu terpikirkan bahwa suatu  saat bisa saja HD saya rusak, hilang atau apalah. Maka betapa sayang tulisan-tulisan itu  hilang begitu saja tanpa ada bekasnya. Melalui berbagai pencerahan, dari quantum  writing sampai dengan spiritual writing membuat langkah saya kian mantab untuk nge-blog. "Menulislah maka engkau akan abadi. Membaca membuatmu mengenal dunia, tetapi menulis membuatmu akan dikenal dunia." Tibalah di sebuah persimpangan. Saya yang  kebetulan juga nggak terlalu hobby ngoprek  dan ngutak-ngatik script HTML atau CCS  untuk membuat blog sendiri atau bahkan  menggunakan bahasa pemrograman web  lainnya, maka saya lebih memilih web  penyedia blog gratis saja. Saya memang tipikal seorang user-minded. Wordpress, blogspot dan multiply adalah 3 kandidat kuatnya. Jatuhlah pilihan pada yang terakhir, multipy. Karena  pada masa itu multiply cukup memiliki keunggulan komperatif yaitu:mudah dioperasikan alias user friendly, templatenya  sudah siap, tinggal dipilih dan kekuatan komunitasnya yang cukup solid. Selain  keunggulan bisa men-download MP3 dari tiap  blog yang ada. Wordpress yang nilai terlalu serius dan kaku. Sementara blogspot jauh  lebih ribet settingannya bagi seorang newbie  seperti saya kala itu. Namun belakangan, disaat wordpress kian  cemerlang sebagai pilihan berkelas bagi para blogger atau blogspot sebagai penguasa  penetrasi penyedia layanan web 2.0 ini, membuat  saya gamang akan masa depan blog multiply  saya. Sudah kadung bejibun postingannya,  mau pindah rumah rasa-rasanya malas dan  tidak memiliki waktu yang luang. Akhirnya  saya tetap bertahan. Entah kenapa belakangan, saya agak mulai  ragu dengan blog multiply. Walaupun tetap menjadi andalan sebagai rumah digital saya  sebagai tempat postingan blog, foto, musik, video, atau pun sekedar quick note. Meskipun ragu, toh multiply tetap menjadi ruang tengah yang nyaman dan enak buat leyeh-leyeh.

Lalu multiply pun mulai berbenah. Tampilannya dipoles dan ditambah adanya  upaya kampanye menjadikan multiply sebagai  situs e-commerce yang diperhitungkan, meski  layanan blog-nya masih tetap ada. Atas dasar  ikatan emosional dengan beberapa contact list  dan comfort zone yang ada, akhirnya multiply  tetap menjadi rumah bagi tulisan-tulisan  mengurai nan lebay saya. :) hehe.. Multiply adalah ruang tengah dari tulisan dan jejak rekam digital saya. Sebelum nge-blog di multiply, saya sebenarnya sudah asyik menggunakan social media pertama yang cukup booming di sekitar tahun 2004-2005, yaitufriendster. Tapi lama-lama membosankan. Dan berangsur-angsur kemudian mundur teratur. Walaupun akun-nya mungkin sampai saat ini masih aktif. Lalu berikutnya: FACEBOOK: Etalase dagangan ide
Sejak 2008 saya cukup intensif mengupdate  dinding atau wall dari laman profil pribadi di facebook, baik foto, status, quote, opini  singkat atau bahkan note panjang. Mulai dari kata penyemangat pribadi, opini, nasehat diri,  buah pikiran ataupun aktivitas yang sedang dilakukan. Daya tariknya yang bak magnet, dimana  secara otomatis facebook bisa mem-push dan merekomendasikan e-mail dari contact friend  yang ada, maupun siapa saja yang secara  viral dapat terhubung dan memiliki keterkaitan  di ranah digital, membuat dalam hitungan  cukup singkat kita bisa terhubung kembali  kepada rekan-rekan kolega, teman sesama  alumni saat di kampus, sekolah menengah,  SD bahkan TK dan masa kecil sekali pun. Kemudahan dalam akses, dan kecepatan  dalam merekomedasikan hubungan dan  interaksi dengan orang-orang yang pernah  memiliki hubungan di masa silam dengan  mereferensi pada nama tempat kerja, daerah  asal, nama almamater sampai dengan  keunikan-keunikan yang khas, serta fitur-fitur  yang populer dan interaktif pada setiap  postingan dari sekedar komentar, foto sampai  dengan video, membuat facebook menjadi  kian populer. Saya masih bertahan menggunakan facebook ditengah-tengah posting yang kadang lebay  nan tak cocok (katakanlah: postingan  sampah) termasuk berjualan yang kurang  santun, maka prinsip saya: "ambil yang baik dan  buang jauh-jauh yang buruk." Kita masih bisa  menggunakan fitur pengaturan posting dan kalau memang mengganggu tinggal di delete  saja dari pertemanan, beres sudah.  (^_^) Facebook saya pertahankan sebagai salah  satu media rekam jejak digital saya untuk  menjaga hubungan interaksi sosial saya  dengan sahabat-sahabat lama, karib, sahabat  dan kolega serta keluarga. Facebook itu kini ibarat sebagai "etalase atau fasad rumah" dari tulisan saya, buah pikiran, opini atau komentar-komentar dan status yang merupakan cross-posting  dari blog pribadi,  twitter maupun dari jejaring  sosial lain, termasuk dari endomondo;  program real time GPS. Mengapa? karena setidaknya saya sudah punya captive market yang jelas di sini. (^_^) Twitter dapur olah rekam jejak digital.
Sebagai micro blog, twitter mempunyai  keunggulan yang sangat komparatif dibanding  blog biasa maupun jejaring social serupa  facebook atau myspace. Saya mulai mengaktifkan diri di twitterland ini pada pertengahan 2011. Terlambat memang... :) Twitter lebih ringkas, padat, praktis dan text- minded. Buat yang jemu dengan terlalu  banyaknya gambar, foto dan video yang tidak  diminati, maka twitter ini sangat cocok. User akan lebih berfokus pada konten, info,  opini maupun wacana yang dituangkan di  dalam satu "bait" time line atau lini masa  berdurasi 140 karakter. Seorang pengguna twitter akan dipandu untuk  lebih cerdas dalam mengelola rangkaian huruf  dan kata dalam sekali posting. Dan disinilah the power of "kata-kata"itu. Kelebihan twitter dibanding facebook selain  text base adalah keleluasaan kita untuk melakukan aktivitas membututi (following) seseorang tanpa harus menunggu approval  dari orang tersebut. Lalu jumlah follower  maupun following (orang yang dibuntuti) tidak dibatasi. Sehingga kemampuan komunikasi  viral dari satu orang ke orang lain makin  meluas. Informasi yang berseliweran menjadi begitu beragam tergantung seberapa banyak  jumlah orang yang kita ikuti. Bahkan kini saya sering tak perlu menonton tv  langsung untuk mengetahui suatu berita atau tayangan tertentu, karena seringkali un-official  team nya secara parallel juga membuat time  line yang terus bergerak sesuai dengan point- point penting yang disampaikan pada acara tersebut. Termasuk tak perlu harus nonton  bola untuk tau skor sementara dari  pertandingan yang sedang tayang. Cukup  pelototin TL (time-line) di twitter.. Jadilah seakan  komentator yang paling handal. lalu tinggal di  cross-posting ke facebook.. Maka tersiarlah seantero jagad opini kita. ciee.. Selain itu, twitter adalah tempat yang sangat  baik untuk belajar, karena biasanya motivator, mentor, ahli atau siapa pun sering membuat  kultwit yang penuh makna dan sarat ilmu.  Maka masuk ke dunia twitterland serasa  makin nikmat. Tambah ilmu, tambah saudara. Time line yang saya "kicau"kan seringkali  merupakan main idea atau pokok pikiran dari  satu tema besar. Maka biasanya dari twitter  ini saya bisa mengembangkan tulisan baru untuk blog dari kerangka time line kicauan yang telah saya buat sebelumnya. jadilah twitter adalah "dapur" dari tulisan-tulisan dan rekam jejak digital saya. Kompasiana, rumah singgah rekam jejak digital saya (^ .^ ) Lain lagi soal kompasiana. Seiring kekhawatiran saya tentang perkembangan multiply, maka saya kemudian putuskan untuk menyiapkan sekoci atau rumah singgah lain. Kompasiana dengan gaya netizen/cityzen journalism gabungan antara blog dengan forum, bisa mengantarkan saya untuk belajar menulis  lebih serius, faktual dan memiliki pesan yang  jelas. Karena sifatnya yang rada serius dan bergaya  journalis sejati tersebut, maka postingan di kompasiana biasanya postingan yang bersifat reportase ataupun opini yang kadar seriusnya lebih tinggi. Hehe.. Sedangkan yang bersifat  personal tetap saya titipkan di multiply saja. Dan menariknya blog saya baik multiply maupun di kompasiana bisa kembali di cross-posting di  time line twitter dan juga di facebook. Sehingga  sasaran pembacanya bisa lebih jelas dan  memiliki sasaran yang meluas. Sementara lain waktu ternyata saya pun juga mengaktifkan beberapa social network lain seperti Google+, linkedIn, dan slideshare. Masing-masing tentu dengan kelebihan dan karakter masing-masing. Misalkan, Google+ yang digadang-gadang akan melibas facebook dengan beberapa keunggulan dan jaminan nama besar Google dan kemudahan interfacing ke berbagai fitur buatan Google mulai dari gaming, picasa, youtube, dsb, ternyata sampai saat ini masih sepi-sepi saja. :) Jadi sementara Google+ dinomorduakan dahulu ketimbang facebook. Sedangkan LinkedIn adalah social network berbasis jalur keprofesian. Nah tentu ini menjadi penting bagi saya yang ingin mengembangkan potensi dan kapasitas diri pada tantangan dunia kerja yang lebih luas. Namun sampai saat ini baru menjadi penggiat pasif saja di ranah social network yang satu ini. Hehe.. Untuk Slideshare, saya manfaatkan untuk mengunduh dan mengunggah beberapa presentasi dan dokumen pdf, termasuk e-book saya yang merupakan buku pertama yang telah naik cetak melalui www.nulisbuku.com Demikianlah kawan, sedikit tulisan memanjang nan mengurai. Semoga dengan ini kita lebih memahami tentang landscape luas dari dunia maya yang kini kian begitu lekat dengan keseharian dan aktivitas kita di dunia nyata. Bahkan keduanya kini hampir sulit dipisahkan. Internet ternyata layak dimasukkan ke dalam satu dari sekain penemuan besar abad-20, karena telah mampu merevolusi cara dan gaya hidup kita. Sebagai sarana dan media, maka internet sudah selayaknya kita gunakan sebaik-baiknya untuk meningkatkan kualitas dan peran kemanfaatan kita dalam hidup yang singkat ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun