Ketika saya membuat artikel bejudul Peninjauan ulang pemekaran wilayah: tantagan Presiden yang baru, saya mencari referensi jumlah propinsi dan hasil pemekaran dari mesin pencari google. Saya tidak terlalu terkejut ketika menyadari bahwa hasil pencarian saya itu menempatkan wikipedia di urutan pertama. Informasi-informasi yang saya butuhkan itu ternyata cukup detail dijelaskan dalam wikipedia. Padahal wikipedia itu adalah ensiklopedia bebas yang belum tentu terverifikasi kebenaran informasinya - dan adakalanya informasinya tidak kredibel. Namun ke mana lagi saya harus mencari?
Saya telusuri di halaman pertama hasil pencarian dengan kata kunci "pemekaran" atau "propinsi", tidak terdapat website pemerintah resmi yang berwenang, seperti halnya Kemendagri, BPS atau Kemeninfo. Lalu saya coba cari portal resmi Pemerintah Indonesia www.indonesia.go.id - yang berada di urutan ke 3 setelah wikipedia dari hasil pencarian dengan kata kunci "indonesia". Di portal itu pun saya tidak menemuinya. Lalu saya berpikir, kenyataan ini adalah suatu hal yang buruk untuk citra pemerintah. Bayangkan coba di era informasi teknologi seperti ini, informasi yang tersedia justru banyakan dari media - baik mainstream atau sosial. Apa pemerintah tidak mengalokasian dana dan tenaga terampil yang khusus untuk mengelola web-site web-site resmi? Silakan simak juga temuan saya mengenai portal resmi pemerintah yang tidak up to date di Menyedihkan, Situs Resmi Pemerintah versi English amburadul.
Dalam pemilihan Presiden kali ini, ada baiknya para kontestan mengemukakan peta rencana ke depan mengenai pemanfaatan teknologi dalam menjalankan pemerintahannya, apa prioritasnya, bagaiman teknisnya, apa pengharapan yang ingin dicapai oleh teknologi itu, apa keuntungan yang ingin dicapai dengan pemanfaatan teknologi itu - dalam bentuk kuantitas (angka) pengurangan biaya atau kualitas peningkatan profesionalitas dan lain-lain. Teknologi di sini bisa diluaskan cakupannya, tidak hanya melulu tentang website atau e-sesuatu, tetapi juga lebih jauh menjangkau komunikasi, penyebaran informasi, sensus bahkan rencana pelaksanaan pemilu masa depan berbasis teknologi. Para capres pun bisa ditantang untuk memberikan penjelasan bagaimana koordinasi antar departemen akan berlangsung mengingat teknologi ini lintas departemen. Dari kupasan-kupasan para Capres ini, para pemilih akan melihat siapa Capres yang melek teknologi dan paham mengenai pemanfaatannya atau siapa Capres yang berkutat di permukaan. Alangkah bermanfaatnya jika ada debat mengenai hal ini ya.
Harapan saya cukup sederhana. Siapapun Capres yang terpilih, saya ingin melihat ada sebuah perubahan dalam sisi "marketing" dan "branding" pemerintah ke dunia luar dan dalam, dalam bentuk website resmi pemerintah yang integratif, informatif dan up to date. Jika Pemerintah Kota Surabaya sudah memulainya dengan berhasil dan cukup detail, diikuti kota Bandung, Jakarta dan lainnya, maka mau tidak mau Pemerintah Indonesia harus melakukannya melebihi prestasi kota-kota itu.
Kira-kira, apakah para Capres sudah memikirkan hal ini? Semoga
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI