Mohon tunggu...
AM Panjaitan
AM Panjaitan Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Relawan perang melawan Mas Joko Klemer dan Batara Kalla

Selanjutnya

Tutup

Politik

Jokowi, Pertaruhan Terakhir Jusuf Wanandi

12 Juli 2014   05:10 Diperbarui: 18 Juni 2015   06:36 1443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Contoh kampanye extravagan ala Jokowi yang menunjukan dana kampanye luar biasa melimpah: pembuatan dan menyiarkan iklan ilegal Bintang Toejoeh di seluruh televisi Indonesia; memakai pesawat pribadi untuk pergi ke luar Jakarta; pemasangan iklan di Facebook sebesar Rp. 8miliar/hari sejak Maret 2014 sampai hari ini; pemasangan iklan dan banyak website buatan Jasmev di semua website milik google (google plus, adsense google, youtube dll) sebesar Rp. 40miliar/hari; memodifikasi mesin pencarian demi menimbun berita negatif tentang Jokowi; menyewa 200 artis untuk konser akbar di Gelora Senayan; menyewa Kartika Djoemadi dari PT Spindoctors Indonesia untuk membentuk dan memelihara pasukan dunia maya bernama Jasmev dari 2012 sampai sekarang; menyewa konsultan politik yang menyamar sebagai lembaga survei seperti Saiful Mujani (SMRC), Eep Saefulloh Fatah (Pollmark), Denny JA dan Kuskridho Ambardi (LSI), Burhanuddin Muhtadi (Indikator Politik Indonesia), Hasan Batupahat (Cyrus Network) dll.

Keberadaan CSIS, dalang kerusuhan Malari, penjajahan Timor Leste hingga Kerusuhan 13-14 Mei 1998 menjelaskan alasan psywar dan operasi intelijen digunakan secara masif demi memastikan kemenangan Jokowi-JK, dengan contoh teranyar adalah psywar terhadap Prabowo-Hatta melalui lembagai survei pendukung Jokowi-JK (SMRC, LSI, Cyrus Network), Metro TV, dan Jasmev untuk menggiring legitimasi hasil "quick count" yang mereka lemparkan ke publik sebagai kebenaran sementara hasil real count dari Prabowo-Hatta adalah salah, termasuk mengolok-ngolok TVOne yang menyiarkan hasil quick count versi kubu Prabowo-Hatta. Terakhir melalui pemimpin survei bayaran/konsultan politik bernama Burhanuddin Muhtadi dengan pongah berani mengatakan bahwa bila KPU mengalahkan Jokowi-JK maka hasil tersebut pasti salah.

Hebat dan jumawa sekali pasukan Jokowi-JK, padahal pencetus metode quick count pada Pemilu 1997, yaitu mantan peneliti LP3ES, Agung Prihatna menemukan kejanggalan quick count versi Jokowi-JK yang telah menjadikan Jokowi sebagai Presiden versi Quick Count tersebut, antara lain:

Pertama: pada awal Juli 2014 sudah mulai keluar pernyataan dari pihak Jokowi-JK bahwa ada indikasi kecurangan.

Kedua: pada masa tenang ada tiga lembaga survei, yaitu: Charta Politica, SMRC, LSI yang pimpinannya secara terbuka berafiliasi ke capres nomor urut 2, mengumumkan Jokowi-JK unggul 3 persen dari pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.

Ketiga: pada hari pemilihan, kelompok lembaga survei seperti CSIS-Cyrus Network bersama-sama mengeluarkan hasil exit poll yang menyatakan capres nomor urut 2 unggul 3 persen dari capres nomor urut 1. Bahwa saat ini pertama kalinya ada pihak mengklaim kemenangan berdasarkan hasil quick count yang data masuk baru mencapai 70 persen.

Menurut Agung, untuk menyampaikan informasi sampel dari daerah pelosok Papua, Medan, Sumatra, dan pulau lainnya butuh waktu sekitar satu s.d. tiga jam untuk melaporkan melalui pesan singkat (SMS) di area on spot. Hal itu mengingat tidak semua daerah zona sampling terdapat sinyal operator telepon selular.

Pertanyaan terakhir, mengapa Jusuf Wanandi dan CSIS jor-joran memastikan kemenangan Jokowi-JK? Jawabannya ada pada kalimat penutup otobiografi Jusuf Wanandi berjudul Shades of Grey pada halaman 287, yang dikutip berikut:

"Like Sofjan, I still carry my mission in life, even in retirement. I still want to understand the issues, to meet new people, to learn new things and to somehow make things better. I have a few years left in me; I have not finished yet"

Jusuf Wanandi memang cukup pintar untuk tidak menyebut secara gamblang misi hidup yang dia maksud, tapi sekarang sudah cukup jelas bahwa misi hidup terakhir bagi Jusuf Wanandi adalah menghalangi kenaikan Prabowo Subianto yang pada akhir 80an sampai 90an pernah menghancurkan impian kelompok CSIS dan Benny Moerdani untuk mendeislamisasi Indonesia dan menguasai NKRI. Pernyataan ini bukan omong kosong, sebab George Junus Aditjondro pernah mengeluarkan sebuah kesimpulan bahwa Wanandi bersaudara adalah ekstrem kanan:

"So, in a nutshell, Jusuf Wanandi and the two brothers about whom I have enough knowledge, Sofyan Wanandi and Markus Wanandi, are certainly not democrats, but rather three of the most effective destroyers of democracy in Indonesia (apart from the military and many other civilian anti-democrats). They are very right wing, they have certainly approved if not supported the anti-leftist purge in Indonesia in 1965-1966, and unlike some others of that generation, are still very proud of that 'achievement,'
then they also showed their very anti-Muslim attitude, by destroying the original Muslim parties and thereby had to destroy also the Christian political parties, and then they played a very important role in crushing nationalist feelings among the West Papuan and the Maubere peoples."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun