Mohon tunggu...
Ikky Chain
Ikky Chain Mohon Tunggu... Jurnalis - Mahasiswa

Mahasiswa aktif yang hari-harinya mengahabisi waktu bermainnya dengan membaca menulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mudik dan Pemudik "Tradisi Nasional, Menjaga Persatuan"

6 Mei 2021   17:21 Diperbarui: 6 Mei 2021   17:57 144
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai salahsatu bagian dari media, malam kemarin saya turut menyaksikan teman-teman dalam menyuarakan aspirasi mereka terkait dengan peraturan pemerintah yang telah melarang aktivitas Mudik Lebaran Idul Fitri.

Peraturan tersebut kini menjadi persoalan besar yang kerap diperbincangkan Rakyat akhir-akhir ini, belum lagi salah seorang yang dalam akun Facebooknya menyebut setahun di perantauan tak kunjung bertemu dengan istri. Lelaki itu memohon kiranya pemerintah dapat memberinya kesempatan untuk dapat bersilahturahmi kepada keluarganya.

MUDIK!!! Bukan hanya sekelompok orang bahkan sebagian besar umat Islam menganggap Mudik di penghujung Ramadhan merupakan salah satu tradisi atau ritual penting yang begitu sakral, utamanya bagi mereka yang sedang jauh di perantauan.

Bagi mereka yang sedang berada jauh di perantauan yang sejak lama telah berpisah dengan sanak keluarga dan juga hadai tolan, tentunya terdapat kerinduan yang membisik mereka untuk dapat kiranya kembali berkumpul dengan sanak keluarga.

Mereka meyakini bahwa pertemuan jiwa dan raga yang penuh dengan emosional antara si anak dan kedua orang tua dan bahkan seluruh anggota keluarga lainnya tidak merupakan pertemuan yang biasa-biasa saja. Akan tetapi merupakan bagian dari kesadaran pribadi seseorang dalam mengimplementasikan makna mudik untuk kehidupan yang begitu banyak dinamikanya.

"Sejauh dimanapun burung-burung berterbangan, satu waktu pasti ia kembali ke sarangnya"

Demikian dengan sakralnya suasana lebaran bersama dengan keluarga yang merupakan tradisi cikal bakal terselenggaranya Mudik. Demi bersama-sama dengan keluarga, para perantau dari hari-hari sebelum mudik telah begitu antusias dalam mempersiapkan kelengkapan yang akal dijadikan oleh-oleh  atau Tunjangan Hari Raya (THR) bagi keluarga terdekatnya.

Suasana Mudik, dapat kita maknai dengan salah satu kerinduan untuk menyelenggarakan tradisi Nasional seperti Berziarah ke makam keluarga yang mendahului, saling bermaaf-maaf dan bahkan menjalin silahtuahmi yang sangat begitu erat. Itupun juga merupakan suatu bentuk dalam pengamalan nilai-nilai pancasila poin 2 dan 3.

Pada pelaksanaan Mudik Lebaran Idul Fitri 1442 Hijriah kali ini para pemudik terpaksa untuk membatalkan rencananya karena patuh kepada pemimpin yang tidak kemudian memperbolehkan masyarakat Mudik. Alasan pemerintah sampai sejauh ini hanya dengan menjenggal penyebaran Covid-19 yang ditakutkan seperti Negara India. Sepertinya suasan Idul Fitri tahun ini akan begitu berbeda jauh dengan dahulu-dahulunya, dimana dulu kita disuguhkan dengan beberapa acara ceremony dan kegiatan-kegiatan lainnya.

Kini sekarang, pemudik tertinggal dengan rindu dan sabarnya. Mereka yang di halaman kampung tertanya-tanya terus "Kapan balik kampung?". Rupanya mereka juga rindu, ingin rasanya bersua dalam keharmonisan suasana lebaran Idul Fitri, mulai dengan acara syukuran, bungkus-bungkus buras, bersih-bersih makam dan beberapa kegiatan-kegiatan tradisi lainnya.

MUDIK DILARANG, RAKYAT MENGGUGAT

Beberapa hari ini, peraturan pemerintah terkait dengan pelarangan mudik kian mengundang persoalan di tengah masyarakat dan itu pada umumnya. Penolakan terus saja terjadi, mulai dari demonstrasi sampai dengan unggahan-unggahan di Facebook, masyarakat begitu aktif untuk menolak peraturan pemerintah terkait dengan pelarangan Mudik. Ada yang berkata pemerintah terlalu Naif, pemerintah tak berpihak dengan rakyat, pemerintah aneh-aneh dan banyak lagi cemoohan yang disampaikan masyarakat kepada pemerintah.

Sesungguhnya, jika kedua pihak antara pemerintah dan masyarakat dapat berfikir rasional  tak perlu ada pelarangan Mudik, karena sebenarnya Surat Edaran yang dikeluarkan pemerintah tidak secara tegas menyebutkan soal pelarangan Mudik, akan tetapi penerapan protokol kesehatan yang begitu ketat. Saya sampaikan bukan pelarangan Mudik?. Jika  kita mengkaji tentang isi dari pada Surat Edaran tersebut, point paling hakikinya adalah boleh Mudik tetapi dengan beberapa ketentuan ; pertama patuhi 5 M kedua mengantongi surat bebas Covid-19 dari petugas kesehatan.

Melalui tulisan ini, saya hanya ingin menyampaikan kepada pemerintah sebagai Icon kami, agar segera menyelesaikan kasus penyebaran Covid-19. Sesungguhnya aktivitas kebiasaan kami tertunda karena iming-iming kasus Covid-19 bakal meningkat jika tak patuh. Saya mendukung upaya pemerintah dalam menjenggal penyebaran Covid-19, penerapan Protokol Kesehatan ketat dalam pelaksanaan Mudik masyarakat. Mohon kiranya diberikan keamanan kepada masyarakat yang menjalankan Aktivitas mereka. Salam Sehat, Lawan Covid-19.

Penulis:
Muh. Rifky Syaiful Rasyid

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun