Mohon tunggu...
Rifkal ArthaYuda
Rifkal ArthaYuda Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 keperawatan universitas muhammadiyah kalimantan timur

Aku ingin menulis di kanvas hatimu

Selanjutnya

Tutup

Worklife

Jika Guru Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Perawat adalah Pahlawan yang Tersiksa

27 Agustus 2021   22:55 Diperbarui: 27 Agustus 2021   23:14 469
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

             Kutipan guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa mungkin sudah tidak asing lagi terdengar di telinga kita. Guru mendapatkan  julukan tersebut karena begitu banyaknya jasa yang telah diberikan. Terkhusus guru-guru di Indonesia yang menjadi sosok pahlawan bagi muridnya, namun seringkali mereka terlupakan dan tidak mendapatkan imbalan yang setimpal dari semua dedikasi yang telah di berikan.

            Tulisan ini tidak akan membahas lebih jauh terkait sosok pahlawan yang di sematkan pada guru, tetapi substansi pembahasan kali ini yaitu berfokus pada sosok pahlawan yang paling di sorot pada masa sekarang ini yaitu perawat.

            Menurut UU keperawatan no 38 tahun 2014,  perawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan tinggi keperawatan, baik di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pelayanan keperawatan adalah bentuk pelayanan professional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, atau masyarakat baik dalam keadaan sehat maupun sakit.

            Singkat cerita sejarah keperawatan di awali sejak zaman purbakala, di mana manusia diciptakan memiliki naluri untuk merawat diri, Sehingga awal perkembangan keperawatan yaitu di mulai dari naluri keibuan (Mother instinc). Semakin berjalannya zaman, keperawatan pun semakin berkembang, hingga munculah sosok Florence Nightingale yang mempelopori hadirnya keperawatan modern sehingga ia mendapatkan julukan yaitu bidadari berlampu. Hingga kini keperawatan semakin membaik dan berkembang, bisa dilihat dari sektor pendidikan yang di mana fasilitas pembelajaran sudah sangat baik dan canggih lalu dari sisi perlindungan hukum juga sudah cukup membaik dengan lahirnya UU keperawatan no 38 tahun 2014, dan juga tentunya dari sisi pelayanan, perawat sudah cukup mendapatkan fasilitas  alat medis yang canggih sehingga lebih memudahkan dalam memberikan asuhan keperawatan.

            Dari semua perkembangan yang sudah semakin baik, pasti masih saja banyak yang kurang di dapatkan oleh perawat bisa di lihat dari belum meratanya pendapatan yang didapatkan oleh perawat. Terlebih lagi di masa pandemi Covid-19 ini, di mana perawat yang di elu-elukan sebagai pahlawan tetapi insentif dan pembayaran mereka masih banyak yang tertahan. Dikutip dari KOMPAS.com, kejadian yang terjadi di nganjuk bahwa insentif tenaga kesehatan yang sedang berjuang menangani pasien Covid-19 di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kertosono belum dibayarkan sejak September 2020. Padahal jika dilihat perawat adalah salah satu profesi yang sangat penting dalam menangani pasien Covid-19 maka dari itu seharusnya dengan dedikasi yang telah diberikan perawat, yang di mana perawat sudah melakukan kewajiban merawat pasien maka dari itu haknya juga harus diberikan karena perawat juga memiliki keluarga yang perlu di penuhi kebutuhannya. Entah ini salah siapa tetapi yang pemerintah lah yang punya peran besar dalam menanggapi permasalahan ini.

           Tak hanya persoalan kemandekan dalam insentif, perawat juga banyak mengalami tindakan kekerasan, khususnya di masa pandemi Covid-19 ini.Di lansir dari detiknews bahwa terdapat 8 kasus kekerasan terhadap perawat di tahun 2020-2021 dan ini kejadian yang terpublish di media mungkin saja masih banyak lagi tindakan kekerasan yang di alami oleh perawat.

           Seperti Kasus kekerasan yang terjadi pada perawat RS Siloam Sriwijaya Palembang. Ia mendapatkan tindakan yang tidak mengenakan oleh keluarga pasien pada kamis (15/4/2021). Di kutip dari KOMPAS.com, bahwa perawat tersebut di aniaya dengan cara diduga ditonjok, ditampar, ditendang, dan dijambak oleh pelaku. Dan juga yang terjadi pada bulan Mei lalu, terjadi lagi kekerasan terhadap perawat di malang dimana kekerasan ini bukan lagi dijambak, ditampar dan ditendang melainkan dibakar. Kejadian-kejadian tersebut bukan lagi tindakan kekerasan biasa melainkan sudah masuk kriminalisasi sehingga dengan adanya tindakan kekerasan terhadap perawat yang sedang menjalankan tugas profesinya, ini menjadi sebuah ancaman bagi keamanan dan kenyamanan ditempat kerja.

            Di masa pandemi Covid-19 ini, kejadian kekerasan terhadap perawat semakin meningkat. Menurut penulis kekerasan ini terjadi di karenakan emosi sesaat yang rasakan oleh masyarakat, Kemungkinan emosi itu hadir di karenakan tidak puasnya terhadap pelayanan yang di berikan. Padahal jika dilihat belum tentu ketidakpuasan masyarakat itu adalah tugas dari perawat tetapi perawat lah yang sering terkena imbasnya.

            kondisi sekarang ini, perawatlah yang menjadi sosok pahlawan bagi pasien, perawat dengan segala ketulusan hatinya memberikan pelayanan dengan sangat baik, ya walau mungkin masih ada saja oknum-oknum yang merugikan dan mencoreng nama baik profesi, tetapi sangat tidak elok juga jika masyarakat langsung memberikan perlakuan tidak senonoh terhadap perawat yaitu dengan melakukan tindakan kekerasan.

            Perawat mempunyai 8 kode etik yang harus di implementasikan dengan baik yaitu salah satunya justice atau keadilan. Di mana perawat mempunyai tanggung jawab untuk berbuat baik kepada semua kalangan baik itu dari kalangan bawah sampai pejabat sekalipun tanpa membeda-bedakan status sosial maupun ekonomi. Di masa pandemi Covid-19 ini perawat lebih ekstra lagi dalam menangani pasien, bisa di lihat perawat memakai protokol kesehatan secara ketat mulai dari hazmat yang menutupi seluruh tubuh hingga  masker yang berlapis-lapis. Maka dari itu masyarakat harus lebih berempati terhadap dedikasi yang telah di berikan oleh perawat, ia meninggalakan keluarga di rumah demi menolong pasien-pasien yang terkena corona dan kejadian lainnya.

           Harapannya kita sebagai masyarakat bisa lebih menghargai lagi usaha perawat, semoga tidak ada lagi kekerasan pada pahlawan kesehatan yaitu perawat. Perawat juga manusia dan pahlawan pun manusia, semua mempunyai keterbatasan energi, maka dari itu jika ada hal-hal ataupun pelayanan yang tidak semestinya di berikan oleh perawat, tegurlah dengan baik sesuai alur prosedur yang ada jangan sampai dengan emosi sesaat membuat kita melakukan tindakan yang merugikan orang lain

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun