"Ketika kau sudah tua, pasti akan merasakannya juga," kata ayah kala itu. Opa Onal pun menikah dengan Siti. Dan ini pula yang tejadi kepada saya.
"Opa..." Akhirnya Warni datang. Dia terlihat lebih cantik dan  dewasa. "Opa sudah lama menunggu?"
"Ah, baru saja."
"Opa tahu kenapa saya undang ke mari?" Saya menggeleng. "Puisi Opa sukses!"
Sukses membuat hatinya klepek-klepek? Apakah begitu?
"Puisi itu berhasil membuat cowok itu tahu isi hati saya." Dia terlihat kesenangan. Aku menjadi kebingungan. Maksudnya apa, ya?
Warni berterima kasih sambil memelukku. "Akhirnya saya ada cowok." Saya tetiba merasa patah hati. "Saya undang Opa ke mari untuk merayakan kencan pertama kami."
Seorang lelaki yang amat saya kenal, masuk kafe sambil celingak-celinguk. Sedang apa dia ke mari?
Warni yang menyadari kedatangannya, buru-buru berdiri, dan setengah menyeretnya mendekati saya. "Kenalkan, Opa. Ini Bang Ramona, cowok saya."
"Sudah tahu!"
Kau tahu apa yang terjadi selanjutnya kepada saya? Saya benar-benar patah hati. Kenapa Warni berpasangan dengan musuh bebuyutan saya?
Saya mulai sering mengurung diri di kamar, Saya tak enak makan dan tak nyenyak tidur. Puncaknya puisi-puisi saya melulu tentang kematian dan keputusasaan.
Tapi sebulan kemudian saya sudah melupakan kisah cengeng ini. Saya kembali bisa menikmati senja di taman. Berbagi remah bersama merpati. Puisi kehidupan mengalir deras. Â Kasih sayang turun seperti hujan dari.pelukan cucu saya. ---maksud saya salah satunya bakal jadi cucu saya---Ramona dan Warni..Â
---sekian---