Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Ja Limbat

24 Agustus 2019   09:40 Diperbarui: 24 Agustus 2019   09:58 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Ja Limbat pun mengendus-endus harum gulai di etalase. Pelayan mengangguk dan tersenyum "Mau makan apa, Pak? Silahkan duduk!"

Ja Limbat melihat rendang daging dan sambal udang. Dia bertanya berapa harganya. Mendengar harganya yang mahal, dia pindah ke yang lain. Tetap saja harganya mahal. 

Dia akhirnya menunjuk kerupuk berwarna merah. "Itu gratis, Pak," jawab pelayan itu. Ja Limbat kemudian menunjuk sambal cabe hijau. "Itu juga gratis." Pelayan itu sepertinya mulai kesal.

"Bailah. Aku mau sepiring nasi. Kerupuk itu dan sambal." Ja Limbat duduk di meja sudut. Pelayan itu hanya menggeleng-geleng. Ketika dia mengantar hidangan kepada Ja Limbat, tak lupa dia mengangsurkan daftar menu berbagai minuman yang sangat menggoda, tapi menggoda juga untuk mengosongkan kantong celana.

"Mahal-mahal sekali," sungut Ja Limbat. "Air putih gratis juga, kan?" Dia melirik pelayan yang langsung mengangguk malas. "Nah, bawakan saja aku air putih!" Rumah makan itu dibuatnya seperti di Lopo Sapangkek. Sebelah kaki kanannya naik ke atas bangku. Dia tak hirau tatapan orang-orang yang merasa geli.

Puas makan, dan matanya terang, ingin juga dia segelas teh manis. Dibacanya daftar menu. Teh manis panas lima ratus rupiah, teh manis dingin seribu lima ratus rupiah. "Ah, teh manis panas saja. Ke sini, bawakan aku teh manis panas," teriak Ja Limbat kepada pelayan.

Pelayan yang kebetulan sedang membawa segelas teh manis panas, entah untuk siapa, buru-buru membawanya ke depan Ja Limbat. Bukan apa-apa, kalau tak dilayani cepat-cepat, pelayan takut Ja Limbat akan membuat keributan. "Ini, Pak!"

Segelas teh manis yang masih mengebul itu, langsung dipegang Ja Limbat. Dipikirnya, "Kalau teh manis dingin, aku harus bayar seribu lima ratus. Baiklah aku minum saja teh manis ini sebelum dingin." Diminumnya teh manis panas itu, sehingga tenggorokannya panas. Mulutnya seperti disiram api. Pelayan sampai berdecak kagum melihat Ja Limbat. Semakin takutlah dia melihat kawan kita yang satu ini.

"Hebat benar bapak ini. Tahan minum teh manis yang masih panas. Ada ilmu kebal ya, Pak?" Pelayan itu langsung pergi karena dipanggil seorang pelanggan.

"Ilmu kebal kepala kau. Kau pikir aku bodoh. Rugi aku seribu kalau sampai teh manis itu dingin. Kau yang untung, aku yang buntung," sungut Ja Limbat. 

Mungkin karena minum teh manis panas-panas, dan makan yang pedas-pedas, kontan pula perut Ja Limbat mules. Ada panggilan alam rupanya. Tapi, Ja Limbat bingung menanyakan tempat buang air besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun