Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tentang Ayah

30 Juni 2019   17:03 Diperbarui: 30 Juni 2019   17:36 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Baca juga : https://www.kompasiana.com/rifannazhif/5d182ba8097f36475122fbc3/hanyalah-dusta

Belum lagi genap satu setengah tahun ibu meninggal dunia, aku melihat tingkah-laku ayah mulai berubah. Biasanya dia kelihatan bersedih terus dan senang di rumah sambil membaca koran atau menonton televisi. Berbeda dengan empat bulan belakangan ini, dia sering keluar rumah dengan berbagai alasan. Misalnya, ingin ke masjid, kongkow-kongkow di lapau kopi, atau sekadar jalan-jalan ke pasar.

Awalnya aku senang-senang saja melihat perubahan ayah. Itu artinya dia tak melulu didera sedih karena ditinggal ibu. Namun Uwak Midah (nama samaran kakak mendiang ibu), pernah mengatakan perubahan ayah begitu ganjil. Dia mengatakan mungkin ayah sedang jatuh cinta. Namun aku lekas membantah. Bagaimana pun umur ayah hampir menginjak enam puluh tahun.

Menurutku tak ada lagi pikiran ayah untuk yang begitu-begituan. Lagi pula kalau pun dia jatuh cinta kemudian berbuat lebih jauh seperti menikahi perempuan yang dicintainya itu, apa ayah tak malu? Tiga anaknya termasuk aku sudah menikah semua. Dia sudah memiliki enam cucu. Apa kata orang nanti? Masa' seorang imam masjid keganjenan menikah lagi! Ah, aku sangat yakin ayah tak pernah berniat membuat anak-anaknya malu.

Uwak Midah hanya melengos mendengar bantahanku. Sejak itu dia tak mengungkit-ungkit lagi masalah keganjenan ayah. Begitupun aku malahan penasaran. Apa benar ayah memang sedang jatuh cinta? Kuamat-amati dia semakin sering saja berpakaian necis kalau keluar rumah. Rambut disisir rapi. Sempat juga ketika kudekati, tercium bau parfum dari tubuhnya. Padahal selama ibu masih hidup, dia tak pernah memakai parfum kalau tak dipaksa ibu ketika ke pesta misalnya.

Aku mencoba menepis prasangka buruk itu. Namun sebagai anak yang memang tinggal serumah dengan ayah, tindak-tanduknya selalu kulihat setiap hari. Hanya saja untuk menyelidiki lebih jauh, seperti membuntutinya saat keluar rumah, sepertinya tak sopan. Bisa-bisa ayah marah kalau tahu mencoba menguntitnya. Bisa-bisa hubungan kami renggang. Hingga suatu ketika di saat hati ini masih diselimuti prasangka, aku dikejutkan cerita Isah (nama samaran temanku) bahwa ayah sering dilihatnya bertandang ke rumah Munah ( nama samaran). Munah itu seorang janda tanpa anak. Dia hidup sendiri dan bekerja sebagai penjual pecal.  


Isah curiga kalau ayah ada main dengan janda itu. Namun batinku tetap berusaha membela ayah. Mungkin saja dia ke rumah Munah sekadar membeli pecal. Semasa ibu masih ada, dia sering ke sana. Ayah paling senang pecal, terutama buatan Munah. 

Beberapa minggu lalu, Isah tiba-tiba meneleponku. Dia ingin membuktikan bahwa kecurigaannya benar. Dia melihat ayah sedang berjalan mesra dengan Munah di pasar. Hati ini terus-terang blingsatan. Buru-buru aku mengemudi motor ke sana. Aku celingak-celinguk mencari ayah dan Munah. Namun buknlah pekerjaan mudah bertemu orang di pasar yang lumayan luas itu. 

Entah karena kebetulan, mendadak ayah dan Munah melintas sekian meter dariku. Aku buru-buru bersembunyi di balik dinding sebuah toko. Aku melihat mereka berdua berjalan sangat mesra. Hatiku panas. Aku hampir keluar ingin menegur mereka. Hanya saja aku sadar bahwa itu tak baik. Biarlah semuanya diselesaikan setelah ayah tiba di rumah.

Saat ayah muncul di ambang pintu, aku dengan lemah-lembut mengatakan apa hubungan ayah dengan Munah. Apakah mereka pacaran? Karena aku baru saja melihat keduanya berjalan mesra di pasar.

Jawaban ayah membuatku seperti dipukul telak di ulu hati. Ayah jujur mengatakan memang ada hubungan serius dengan Munah. Bahkan kalau kami anak-anaknya setuju, mungkin dalam waktu dekat dia akan melamar perempuan itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun