Liar nada di lantai kaca, kau bercermin halusinasi, seakan muda, ketika kegairahan kau resapi dari sebutir rasa, melihat dunia di lingkar dusta.
Akankah kau tertipu usia?Â
Setelah uban menyapu kepala, lamur membaca mata, dan gigi meloloskan masa yang berlompatan tanpa arah, karena kau kehilangan radar.
Akankah kau terkapar diperkosa dunia?Â
ketuban nafsu melupakanmu di mana jejak berpijak, setelah masa mengajari ingat, pusara  memanggilmu di bawah kamboja, tua adalah saatnya kembali euforia redupkan, belajarlah menjadi lilin yang meleleh usia.
Kembali bila sempat sebelum usia melipat sekerat harap
Kau telah banyak lupa, bagaimana memberi tanda-tanda baca, pada amanah yang selalu menghimpun amarah. Tanggung jawab tiang bergantung segala, ketika  goyah, di mana tempat berdiang saat hujan-panas bertamu, dan kau tak punya dinding-atap, semua hilang dalam binal yang sesat.
Haruskah sesal itu muncul ketika masa tak bisa kembali
Berulang penyucian diri, pada ramadhan kau basuh mata hati palsu, pada lebaran kalau ulam waktu kembali ke dasar nafsu, setelah daun muda, saatnya menua, rapuh diterjang angin, dan akan kembali ke tanah, setiap yang di atas akan gugur satu-satu. Pulang itu datang tiba-tiba, tanpa pintu.
Ujunghingar, 062019