Aduh, bagaimana ini? Kalau aku lari, anjing herder itu pasti langsung mengejarku. "Anjing baik, aku mau mengantar makanan untuk Mang Ojo. Kau pasti lapar juga, kan?" kataku gemetar. Pelan-pelan aku membuka penutup rantang yang kubawa. Biarlah sepotong ayam goreng kukasih kepada anjing herder itu. Dan hap, anjing herder itu langsung mengambil ayam goreng yang kulemparkan.
Tidak berapa lama, Mang Ojo keluar dari dalam rumah. Dia tidak marah karena aku telah memberikan sepotong ayam goreng kepada anjing herder itu. Saat Mang Ojo mengambil uang untuk membayar makanan yang kubawa, eh...si anjing herder mendekatiku. Dia menggonggong halus. Dia sepertinya suka kepadaku.
Besok paginya, aku memberanikan diri melewati Gang Aman menuju sekolah. Anjing herder itu langsung muncul di pintu pagar ruman Mang Ojo. Dia menggonggong halus. Aku memberikan sepotong roti kepadanya.
Sejak saat itu aku dan si Blacky, nama anjing herder itu, menjadi teman baik. Pernah sekali aku diganggu anak sekolah lain ketika melintasi Gang Aman. Blacky langsung menggongong dan berhasil lepas dari ikatannya di tiang rumah. Hampir saja anak itu dikejarnya. Tapi aku menyuruh Blacky agar tenang.
Siang ini sepulang sekolah, hatiku sangat sedih. Blacky tidak ada lagi di teras rumah Mang Ojo. Kata Mang Ojo, Blacky sudah dikembalikan ke kantor polisi, karena tempatnya sudah selesai diperbaiki.
"Jadi, aku tidak bisa ketemu lagi dengan Blacky ya, Mang Ojo?" Aku hampir menangis.
"Tidak usah sedih, Fandi. Kalau kangen sama Blacky, nanti Mang Ojo ajak kau menemuinya. Ayo, kau harus mendukung tugas Blacky! Dia itu petugas negara juga. Sama seperti Mang Ojo." Lelaki itu menghidupkan sepeda motornya, sambil lalu mengusap-usap rambutku.
---sekian---