Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pak Wil

22 April 2019   12:56 Diperbarui: 22 April 2019   13:01 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Ada sebuah mobil mewah di halaman depan rumah Pak Wil. Aku terpaksa berhenti sebentar. Sepertinya mobil itu dari Jakarta. Aku melihat di platnya tertulis awalan B. Wah, mungkin Pak Wil mulai dikenal pejabat-pejabat dari ibukota. Kariernya bersinar. Padahal baru sekitar satu setengah tahun dia menjabat lurah di daerah kami.

Pak Wil bukan orang terpelajar. Aku sangat mengenalnya. Dia tak tamat SMP. Sehari-harinya dia bermain di pasar. Bukan berdagang seperti aku. Dia hanya menjadi begundal. Lebih tepatnya pemalak lapak-lapak di depan pertokoan atau di pinggir-pinggir jalan.

Hidupnya mulai bersinar setelah berteman dengan Saidi. Saidi seorang pentolan di sebuah partai berlambang petani. Karena Pak Wil mempunyai andil besar menjadikan Saidi menjadi bupati, alhasil Pak Wil kecipratan rejeki. Entah ilmu apa yang dia gunakan, posisi lurah yang sebenarnya cukup terpandang, menjadi miliknya. Selanjutnya dia sudah bisa pulang-pergi kerja mengendarai mobil. Mobil butut, tapi jadilah ketimbang tak sama sekali.

Dia juga sering menenteng labtop. Santapan tekhnologi yang mewah menurutku. Entah dia bisa mengoperasikannya, aku sendiri tak tahu. Tapi menurut bawahannya, Pak Wil cakap. Cakap di sini maksudnya adalah cakap bekerja. 

Aku bersyukur mempunyai seorang teman yang terpandang. Ya, bersyukur pada awalnya. Bukan berlanjut ke hari-hari setelah itu. Bagaimanapun jabatan dan harta telah membuat mata orang mekar dan menyala. Termasuk istriku. 

Dia berulangkali seolah menyalahkan, mengapa aku tak seperti Pak Wil. Aku seorang sarjana, tapi mentok menjadi pedagang barang pecah-belah. Dia mulai kasak-kusuk ketika Pak Wil membeli sepeda motor baru. Semakin kasak-kusuk ketika istri Pak Wil bertambah kinclong sebab sudah sanggup keluar-masuk salon.  Bertambah menjadi-jadi melihat istri Pak Wil ibarat toko emas berjalan. Aduh, apakah setiap perempuan selalu bersikap seperti itu? Atau hanya istriku seorang yang bersikap demikian?

"Pak, ada yang baru lho di daerah kita!" Istriku langsung menyambar dengan tatapan berbinar. Aku hanya menyeka keringat, lalu duduk di sofa. Kemarau yang sudah beberapa hari menggoreng daerahku, membuatku lebih cepat penat. Penat membuatku terpaksa menutup lapak jualan sebelum waktunya tiba. Ya, penat karena gerah, termasuk penat karena pembeli sepi.

Orang-orang sudah malas membeli barang pecah-belah. Merepotkan! Mereka memilih barang yang terbuat dari plastik, atau membeli barang pecah belah sesuai jumlah anggota keluarganya. Semua toh bisa didapat dengan instan. Orang yang malas masak, bisa membeli di warung yang tak membutuhkan barang beling sebagai wadahnya, kecuali kotak atau bungkus kertas atau bungkus pisang. Hendak minum tinggal mengambil air mineral cangkiran, yang begitu haus terlerai, wadahnya bisa dibuang ke tong sampah atau dikumpulkan untuk dijual kembali ke depot barang bekas.

"Apanya yang baru?" Aku mengipas-ngipas badan dengan koran pembungkus ikan peda. Baunya harum. Laparku menggelepar.

"Itu, tuh! Pak Wil. Di depan rumahnya ada mobil mewah." Dia duduk di sebelahku. Matanya mengerjap-ngerjap. Jantungku terlonjak-lonjak. Aku menebak apa yang menggerayangi pikirannya; Semoga ada mobil mewah yang parkir di halaman rumah kami. 

"Aku sudah tahu!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun