Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Orang-orang yang Bangun Tengah Malam, Ketika Tujuan Berbeda, Masing-masing Kelak Mendapat Jatahnya

19 April 2019   10:51 Diperbarui: 19 April 2019   11:11 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

Ramadhin
Lelaki itu selalu bangun setiap tengah malam. Dentang lonceng jam berbandul besar di sudut ruang tamu rumahnya--- berbunyi dua belas kali---selalu menyentakkannya dari tidur  lelap. Seperti ritual yang kerap dilakukannya, dia menanggalkan selimut dengan amat pelan. 

Dia adalah Ramadhin. Hampir separuh hidupnya tak lepas dari melaksanakan shalat tahajud. Maka dia diam-diam seperti maling menanggalkan selimut, karena dia tak ingin membuat istrinya terbangun. Dia tak mau timbul ria bila sang istri melihatnya shalat tahajud. Sementara anak sibiran tulang itu, biarlah tidur nyenyak. Dia masih kecil.

Ramadhin mengait sandal di bawah tempat tidur dengan ujung jempol kakinya. Kemudian menyeret langkah mendekati meja di sudut kiri kamar. Meraih gelas besar, menghabiskan isinya dengan gerakan yang amat pelan. Terdengar lembut suara kerongkongannya dilewati air menyegarkan itu. 

Lalu dia menuju kamar mandi yang terpisah dari rumah induk. Jarak keduanya dihubungkan koridor sepanjang lima meter. Dia mengambil wudhuk. Berdoa sebentar, selanjutnya memasuki kamar yang dua penghuninya tetap setia dengan mimpi-mimpi. 

Ramadhin senang bertemu Sang Khalik. Perjumpaan di tengah malam sunyi selalu ditunggu-tunggunya. Dia begitu takzim melaksanakan gerakan shalat tahajud di atas sajadah. Ya, Allah, dia seperti melihat-Mu di hadapannya. Allah, Allah, sambutlah hamba-Mu, begitu batin Ramadhin berteriak.

Ramadhun
Begitu Ramadhun mendengar gema lonceng jam yang menelusup melalui fentilasi rumah Ramadhin, buru-buru lelaki penjaga malam ini mengeluarkan baut ukuran besar dari balik pinggangnya. Dia berjalan mengitari kompleks perumahan itu. Kembali seperti malam-malam selanjutnya, dia bertugas lagi. Memukul setiap tiang telepon yang dijumpainya dua belas kali, kemudian beranjak menuju posnya.

Beberapa penghuni kompleks yang masih belum siap dengan tidur malamnya, masih asyik memirit kartu remi di pos itu. Ada dua kelompok. Kelompok pertama di dalam pos, dan mereka bermain kartu remi memakai taruhan uang seribu-dua ribu. Kelompok kedua di luar pos. Anak-anak muda tanggung. Mereka hanya iseng. Bagi yang kalah bermain kartu remi, diolesi arang kayu ke wajahnya.

Ramadhun bernapas lega. Dia menghirup kopi hangat dan melahap dua potong pisang goreng. Semua pemberian Bu Ratmi. Baik benar ibu itu, setelah Ramadhun dibuat lintang-pukang beberapa hari lalu. Pasalnya sepeda motor yang diparkir di teras Bu Ratmi, hilang. Sebagai petugas jaga malam, itu tanggung jawab Ramadhun.

Karena tak ingin memperpanjang masalah, dia mengganti rugi sepeda motor itu dua juta rupiah. Lumayan banyak, apalagi bagi dia yang sehari-harinya bekerja sebagai penjaga malam. Dan saat Bu Ratmi berulang-ulang memberinya jatah makan-minum, tetap saja emosi menggelegak di dada Ramadhun. Dia terpaksa memakan pemberian perempuan itu tak lain hanya karena lapar.

Ramdhina
Sudah hampir tiga malam ini Ramdhina kesal. Pekerjaannya menumpuk. Matanya juga terkantuk-kantuk. Tapi dia harus bertahan. Adalah tugasnya bila pasien seperti Mak Inayah menjerit-jerit sambil menyebut suster, suster. Pasien-pasien terbangun. Sebagian merutuk, sebagian mengaduh menahan sakit. Padahal Ramdhina sudar berulang-ulang memberitahu Mak Inayah, supaya kalau perlu apa-apa, dia hanya tinggal memencet tombol pemanggil suster di dinding.

Beruntung baru tiga hari dia dirawat di rumah sakit ini. Bila sampai seminggu, sebulan.... Wah, bisa-bisa Ramdhani sakit. Memang dia tak melulu di shift malam. Bila tiba waktunya dia berpindah ke shift siang. Tapi meladeni Mak Inayah hampir tiga malam, bagaikan tiga tahun bagi Ramdhina. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun