Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Drama Komedi (Siluman) Menjelang Pilpres dan Pileg

15 April 2019   01:01 Diperbarui: 15 April 2019   09:44 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ibarat beruang, para capres, cawapres dan caleg, sedang hibernasi menjelang hari-hari pemilihan. Telah cukup lelah otak, otot dan mental mereka pada saat menjual diri kepada masyarakat. Kendati diharapkan mereka rehat sejenak, dan membiarkan KPU dan Bawaslu bekerja dalam senyap, masih ada sebagian calon bermain dengan serangan fajar, siang hingga malam. Dari yang samar-samar sampai terang benderang. Dari yang lemah lembut, pun setengah mengancam.

Saya sudah bosan, nyaris muntah melihat kondisi ini. Sekarang saya hanya ingin menyoroti, hitungan hari menjelang pemilihan ini, satu dua bermunculan drama yang membuat geli sekaligus kesal. Alih alih mengajak masyarakat mendinginkan kepala, malahan disuruh berdiri tegak memanaskan otak di bawah panas menyengat.

Anda pasti belum lupa surat suara tercobos di Selangor, Malaysia, beberapa waktu lalu, amat sangat janggal. Nyaris bak janggalnya orang gila disuruh memilih antara uang sepuluh ribu dan seratus ribu. 

Seperti yang sudah kita maklumi bersama; kejahatan besar pastilah membutuhkan kehati hatian. Perlu pengawasan ketat agar niat memuluskan surat suara tercoblos sampai ke meja KPU. Pengedar narkoba saja butuh pengamanan berlapis lapis agar gawenya aman. Konon lagi manipulasi surat suara yang efek kejutnya melebihi narkoba. 

Saya rasa agak mustahil menempatkan surat suara di gudang dan di dalam kantong kresek  Akses masuk ke gudang juga diperkirakan amat mudah. Semudah orang mencari duren yang jatuh dari pokoknya. Semudah anak tk bermain petak umpet.

Katakanlah kejadian penggerebekan surat suara tercoblos itu merupakan keteledoran para pelaku. Namun, bagaimana mungkin kegiatan pekerja yang sedang memanipulasi atau mencoblos surat suara bisa divideokan, dan tersebar di  medsos, bahkan muncul di tivi? Kalau ada yang mengatakan itu cctv--- katakanlah benar----apa urgensinya harus memakai cctv? Apa takut pekerja maling, lalu menjual kiloan surat surat ke tukang loak? Ini ibarat suami istri yang bermesraan dan senang senang saja divediokan? Atau apakah anda mau saat memakai narkoba dengan kondisi cctv menyala?

Menyeberang ke hari ini, tanggal 14 April 2019 kejadian tak mengenakkan dikabarkan menyerang Said Didu. Twitter mantan sekretaris BUMN itu diretas. Sosok satu ini selain mantan pejabat BUMN, juga seorang vokalis di medsos. Sayangnya karena suara bapak satu ini fals, jadi menyakitkan telinga beberapa kalangan.

Apakah sebab  satu ini membuat Said Didu dibungkam karena melanggar hak asazi teinga? Saya sendiri kurang tahu. Tapi, saya ingin mengembalikan kenangan itu. Masih ingat pertemuan UAS dan Prabowo yang fenomenal? Tak hanya membuat tubuh pendengar kelojotan, cacing di perut juga tewas.

Panas badan ambil obat, panas hati di mana dicari obatnya? Pertemuan UAS dan Prabowo ini saya singgung, sebab isi status di twitter Said Didu melulu berhubungan dengan UAS dan pertemuan itu.

Mulai tuduhan bahwa UAS dibayar milyaran rupiah untuk acara pertemuan dengan Prabowo. Nama Karni Ilyas saja diseret seret dalam hal ini. Sebenarnya masih ada hate speech dari peretas twitter Said Didu. Tapi saya cukupkan sampai di sini. Saya tak ingin peretas itu viral.

Mungkin sebagian orang menganggap bahwa  pencetus hate speech kesal karena bis UAS selalu mendahului bisnya alias sesama pendakwah dilarang saling salip. Seandainya ujaran kebencian itu muncul sebelum UAS dan Prabowo bertemu, mungkin saya mengamini bahwa itu sebatas persoalan "periuk nasi". Tapi ujaran ini setelahnya, itu artinya sudah berurusan dengan "periuk negara".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun