Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Tentang Sebotol Anggur dan Kesetiaan

24 Maret 2019   09:23 Diperbarui: 31 Maret 2019   17:04 459
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

"Bukan terlihat ganas. Tapi di sini terasa amat panas." Sam Moses menyalakan ac ke posisi full dingin. Perempuan itu masuk ke kamar mandi. Bernyanyi-nyanyi kecil, tertawa-tawa kecil. Dia memberi isyarat, mencoba memanggil. Sam Moses merebahkan tubuh di atas kasur. Botol anggur dia buka dengan gigi taring. Isinya dia minum hampir seperempat. Dia pun merasa panas. Matanya memerah. Dadanya menggelegak. Dia berdiri, lalu berjalan menuju kamar mandi.

Perempuan itu tiba-tiba sudah keluar dari kamar mandi. Sam Moses memilih duduk di depan toilet. Perempuan itu pun duduk di sebelahnya. Bau shampo dan sabun mandi, merasuk hidung Sam Moses.

"Sudah hampir lima bulan kita tak bertemu. Jam tangan pemberianku mana?"  Perempuan itu memegang pergelangan tangan Sam Moses.

"Aku gadaikan untuk pembeli minuman."

"Bukan untuk perempuan, maksudku perempuan selain istrimu? Kalau untuk istrimu, tak apa-apalah!" Dia tertawa. Sam Moses mendengus seperti sapi. Untuk istrinya? Fuh! Pingkan telah menodai kepercayannya. Dia yang memaksa agar Sam memalingkan jalan sepulang kerja menuju klub malam itu demi berbotol anggur, demi perempuan-perempuan penjaja kerling manja. Dia yang menyebabkan seluruh isi dompet Sam Moses terkuras. Dia yang.... Ach!

"Hai, tunggu dulu! Rambutmu mulai memutih!"

"Maksudmu?"

"Kau sudah beruban. Itu artinya mulai tua!" Perempuan itu tertawa. Dia menghambur ke atas kasur. Sementara Sam Moses tertegun. Dia menatap rambutnya. Ada beberapa helai berwarna putih, sedikit berkilau diterpa cahaya lampu.

Dia teringat kemarin lusa menjelang tidur malam, Pingkan memangku kepalanya. Perempuan itu berujar tentang rambut Sam Moses. Hanya saja rasa kantuk lebih kuat menariknya ke alam bawah sadar. Dan dia melupakannya

"Uban adalah pertanda kau sudah mulai tua, sudah mulai bau tanah. Jadi, itu pula pertanda kau harus hijrah. Bila tak berhasil hijrah dari kesengsaraan di dunia, setidaknya berjuang hijrah demi kesejahteraan di akhirat,"  terngiang kata-kata almarhum ayahnya sepuluh tahun lalu. 

Sam Moses berdiri. Uban itu pertanda tua. Uban di kasur itu pertanda syakwasangka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun