Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bika Ambon

15 Maret 2019   11:37 Diperbarui: 15 Maret 2019   12:22 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dia membayangkan wajah Aisyah, bersilang-ganti dengan wajah Inong. Air matanya menetes seketika. Dalam  hati dia berdoa, semoga tak ada bencana bulan ini. Tapi, kenapa setelah kenek itu mengingatkannya tentang Desember kelabu dua belas tahun lewat, seolah ada yang kosong di hatinya? Seakan air matanya disadap oleh rasa kehilangan yang ganjil. Ataukah ini hanya perasaannya saja? Ah, dia istighfar beberapa kali. Kenek itu telah tertidur, bersender di bahu Zulkifli. 

Zulkifli terlelap oleh buaian hujan dan deru pelan bus membelah kelam malam. Tiba-tiba dia tersentak oleh getaran hebat. Seluruh penumpang menjerit. Dalam hati mereka sopir telah lalai memegang kemudi oleh karena kantuk atau entah apa. Hanya saja getaran masih terasa seolah sambung-menyambung. Setelah itu diam. 

"Sepertinya ada gempa!"

"Ya, ada gempa!"

"Gempa???"

Seisi bus riuh. Beberapa penumpang turun ke jalan setelah kenek membuka pintu. Lampu bus menyasar permukaan jalan. Mereka terkejut melihat jalan retak memanjang. Ada apa ini? Zulkifli buru-buru menelepon Aisyah. Tapi tak ada yang menyahut. Apakah sedemikian lelap dia tidur? Atau...? Dia mengusir kemelut dalam hatinya.

"Aku baru dapat telepon dari saudaraku, gempa besar melanda Pidie," teriak seseorang. 

Lumpuhlah tungkai Zulkifli. Ya, Tuhan, bagaimana tentang Aisyah? Inong, ayah telah membelikanmu sekotak kue bika. Ayah sudah meminta kepada penjualnya agar memberikan bika ambon yang tak terlalu manis, agar gigimu tak bertambah sakit. Kau tak apa-apa, kan? Kalian selamat semua? Batin  Zulkifli sambil tangannya mengapai-gapai pegangan pintu bus. Sopir menyuruh seluruh penumpang naik kembali karena bus akan berangkat.

"Bapak orang Pidie?" tanya kenek itu. Zulkifli mengangguk pelan. "Kalau seluruh keluargaku, sekarang menetap di Medan.  Mudah-mudahan keluarga bapak selamat."

"Amiin. Berapa jam lagi tiba di Pidie?" kejar Zulkifli.

"Sekitar satu jam lagi."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun