"Maghrib?"
"Kebetulan Ir meneraktirku marbatak. Jadi, aku tiba di rumah selepas maghrib."
"Huh!"
"Ah!"
Sejenak suasana hening. Bukan apa-apa, sambungan telepon putus. Mungkin pulsa ponsel istriku habis, atau batereinya ngedrop. Sebentar kemudian ponselku berbunyi. Bukan dari istriku. Melainkan dari nomor tidak tercatat. Setelah suara cempreng terdengar dari seberang, baru kutahu dia memang istriku.
"Apalagi?"
"Kami ketinggalan barang di rumah. Apa Mas lihat? Itu bakalan mahar untuk Is," jawabnya.
"Emas, ya?" tanyaku terdengar bodoh.
"Ya, jelas saja emas toh, Mas! Apa ada mahar dari besi?"
"Bentuknya?"
"Antingan!"