Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen | Di Tempat Mereka Singgah dan Menetap

28 Januari 2019   15:25 Diperbarui: 29 Januari 2019   10:58 447
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ref. Foto : pixabay

"Bisa dapat uang dari memelihara burung itu, Wak? Bagaimana caranya?" kejarku.

Wak Leman akhirnya angkat bicara. Sambil mengelap bibirnya yang berminyak, dia menjawab, "Apalagi kalau bukan mengambil sarang burung layang-layang itu. Harganya sekilogram sangat mahal! Bisa membeli satu unit sepeda motor. Wak berduit karena sarang-sarang mereka. Dan yang di lantai lima itu adalah tempat mereka menghasilkan uang, di samping Wak memiliki beberapa gedung kosong lagi di kota lain. Mengenai suara bising dari tape recorder, adalah pemanggil burung-burung bodoh itu!" Wak Leman tertawa. Tapi emosiku terlecut. Aku ingin memakinya, karena dia sama saja dengan orang-orang kota yang menyerbu goa kita. Kalau saja bukan kakak mak, sudah kuterjang dia dari tadi. Kasihan sekali burung-burung itu.

"Kau juga sudah merasakan betapa nikmatnya sarang burung layang-layang yang mahal itu. Kau sampai menambah nasi dua kali," seloroh istri Wak Leman.

Kau tahu, Win, aku langsung mual dan ingin muntah!

--sekian---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun