"Bisa dapat uang dari memelihara burung itu, Wak? Bagaimana caranya?" kejarku.
Wak Leman akhirnya angkat bicara. Sambil mengelap bibirnya yang berminyak, dia menjawab, "Apalagi kalau bukan mengambil sarang burung layang-layang itu. Harganya sekilogram sangat mahal! Bisa membeli satu unit sepeda motor. Wak berduit karena sarang-sarang mereka. Dan yang di lantai lima itu adalah tempat mereka menghasilkan uang, di samping Wak memiliki beberapa gedung kosong lagi di kota lain. Mengenai suara bising dari tape recorder, adalah pemanggil burung-burung bodoh itu!" Wak Leman tertawa. Tapi emosiku terlecut. Aku ingin memakinya, karena dia sama saja dengan orang-orang kota yang menyerbu goa kita. Kalau saja bukan kakak mak, sudah kuterjang dia dari tadi. Kasihan sekali burung-burung itu.
"Kau juga sudah merasakan betapa nikmatnya sarang burung layang-layang yang mahal itu. Kau sampai menambah nasi dua kali," seloroh istri Wak Leman.
Kau tahu, Win, aku langsung mual dan ingin muntah!
--sekian---