Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Balada Mabuk Darat

24 Maret 2021   13:42 Diperbarui: 24 Maret 2021   13:56 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

selasar waktu
ibu menggarami duka dari percik air mata
hujan menggenapkan raung jiwa
ketika ayah mencekik dunia dalam sebotol
kamput
kulihat liur ayah adalah sebangsa ragi

apakah fermentasi telah berhasil membusukkan
akal sehatnya?

kami telah kehilangan penyangga jiwa
penjaga marwah seorang bunda
susah-payah menggelut asap dapur dan litak daki
dia ingin memberikan rasa cinta
tak hirau ranum muntahan mewarnai dinding

apakah ayah masih setia menidurkan mimpi
sehat jiwanya?

janin masa mengajari kacau menceracau
setitik kulminasi belati yang membeli darah amarah
haruskan ditukar segeladak duka

ibu menggaris rasa dengan adonan kalis
ayah memutus asa dan membantatkan cerita
aroma kue menggosong
saat aku tahu ayah dibunuh mimpinya
pada belati kutoreh rasa mabuk
tak ada serapah di sini

hari berlalu tak ada orang mabuk
ketika ibu meraih rindunya di tanganku
aku menemukan ibu masih di selasar
hujan dia garami di balik terali

dia berbisik, "jangan jadi pemabuk, nak!"
"jadi pembunuh, biarlah ibu."

hujan mengggenapkan perintah
waktu berkunjung sudah usai
lonceng berbunyi di pinggir kesunyian
aku malu

Plg, 2020

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun