Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - Menebus bait

Karyawan swasta dan penulis. Menulis sejak 1989 sampai sekarang

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Saatnya Kita Diajar untuk Tak Bersuara

10 April 2020   14:47 Diperbarui: 10 April 2020   14:55 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi : pixabay

bermalu rupa tak seharusnya berhasrat mau, rindu telah beku, setelah selama ini waktu membela, tapi pertemuan tak pernah hidup dalam suara, jemariku yang liar mengumpan tawa, meme-meme lucu membuat tersenyum sendiri terlihat gila, kau ligat mengabarkan kuliner yang baru saja kau pelajari, jemari itu lebih lincah dari ulat bulu.

dimanakah kita berdiri sekarang? bebas menyendiri di rumah tanpa diganggu, gawai puaskan jemari menggoda, tapi jenuh akhirnya melanda.

saatnya kita merindukan suara gegap gempita, berhari ingin bercerita tentang akrab bertetangga, duduk nongkrong membakar ubi, kita ingin menambah saudara.

dan ketika ingin itu terkabul, kesendirian di antara instalasi teknologi, ternyata ada yang dibutuhkan, tak guna berbincang, suara itu telah menghukum.

risau ingin dipanggil Tuhan, kemarilah, saat ini kita terpuaskan, Tuhan sedang tak menerima tamu di rumah-Nya, ketika rindu membakar, bahkan memeluk hasrat pun ditabu, setelah selama ini terpenjara instalasi, oh kita terus mencoba, apa-apa yang selama ini tersedia, saatnya menghindar seakang ingin dilupakan.

apakah kita masih enggan membaca? setelah selama ini terpelajar, tapi aksara itu bersembunyi entah di mana.

1004

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun