Mohon tunggu...
Tankulava
Tankulava Mohon Tunggu... Guru - Rifai el-Carbon

Mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN-SU

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Surat Yang Terakhir: Mitos Desa Malintang

24 Agustus 2020   13:53 Diperbarui: 1 September 2020   07:07 224
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tik tok tik tok... suara jam di dinding pelan tanpa ada yang menghiraukannya. Namun tetap konsisten memberikan informasi yang valid kepada siapapun tanpa terkecuali. Jam di dinding tersebut menunnjukkan jam 05:00 pagi. Layaknya pagi hari di desa, dengan rerimbunan pepohonan membuat udara pagi sejuk nan dingin. Ayam jago yang menjadi alarm desa pun sudah di keluarkan dari kandang turut serta menghirup udara sejuk dipagi hari itu.

Shalat subuh sudah selesai dan ditutup doa. Kini saatnya mempersiapkan buku, pulpen, dan perlengkapan sekolah lainnya kedalam tas dan tidak ada yang sampi terlupakan. Tidak mau kalah saing dengan para ayam jago, dimana mereka sudah bangun dan bersiap beraktivitas meskipun pagi ini begitu dingin dengan suasana embun yang terasa menusuk ke pori-pori kulit.

Langit juga begitu indah dengan warnanya hitam kebiru-biruan yang menandakan sang mentari  mulai muncul untuk bekerja menjadi penerang di seluruh jagat raya, terutama di desaku yaitu Malintang kecamatan Bukit Malintang Kabupaten Mandailing Natal. Namun tidak ada juga yang menghiraukan gejolak perubahan alam tersebut. Mereka tidak mementingkan bagaimana matahari muncul dari timur. Bahkan mereka tidak merasa khawatir kalaupun sang mentari tidak terlihat hari ini.

Di desa Malintang ini termasuk kategori warga yang nyaman, aman, damai, dan sejahtera karena memeiliki masyarakat yang ramah dan punya sosialitas dan simpatis yang tinggi. Mungkin karena itulah desa ini menjadi rukun. Bukan hanya dalam tatanan masyarakatnya saja yang memiliki sifat ramah, bahkan perangkat desanya pun memiliki loyalitas yang tinggi. Tidak hanya diperuntukkan kepada masyarakat sekitar, bahkan kepada siapapun orang yang datang berkunjung ke desa tersebut akan di sambut dengan ramah.

Sedikit legenda atau sebut saja mitos tentang desa Malintang. Dahulunya entah kapan dan siapa belum ada yang tahu. Jelasnya tetua desa itu atau orang yang pertama kali memijakkan kakinya di wilayah ini berniat membangun sebuah desa. Karena sudah memiliki beberapa kepala keluarga yang sudah bercucu cicit.

Namun kebingungan melanda mereka, dilema untuk memberi sebuah nama yang pas dan mudah diingat. Akhirnya hasil rundingan mufakat yang matang dengan tetua desa memunculkan sebuah ide yang bagus. Salah seorang mengusulkan nama desa yang akan mereka bangun diambil dari panorama alam lukisan sang Maha Kuasa. Pemandangan indah dan mempesona bila dipandang mata. Yaitu bukit berbaris lintang dan tersusun rapi yang berada disebelah timur desa.

Akhirnya penduduk yang tidak seberapa itu sepakat dengan nama “Malintang”. Yahhh... memang bukan nama yang keren sih, namun begitu berarti dan mudah di temukan jika pergi ke hutan belantara atau bagi orang yang pertama kali datang ketempat itu. Diambil dari bahasa daerah setempat yaitu Marlintang yang artinya bukit yang berbaris lurus sejajar atau  tersusun rapi. Halnya barisan para tentara yang tersusun rapi.

Mitosnya sih begitu. Yahh... memang tidak banyak sejarah yang diketahui dari desa Malintang tersebut, meskipun ia termasuk penduduk lokal tulen. Bahkan mitos ini cerita yang di sampaikan orang paling tua di desa yang diceritakan turun temurun.

Akibat pergeseran zaman dan perputaran waktu sekarang desa itu dibagi menjadi empat, yaitu Malintang Jae, Malintang Julu, Malintang, dan Malintang Pasar. Namun ekspansi itu teteap berkecamatan di Bukit Malintang.

Tapi satu hal yang terpenting adalah menjadi penduduk Desa Malintang adalah sebuah kebanggaan tersendiri dan merasa nyaman tinggal disana. Begitu banyak historis yang didapat dari berbagai kalangan warga setempat dan tidak akan terlupakan hingga usia senja.

Kicauan burung begitu merdu seolah bernyanyi gembiraria menyambut datangya pagi hari, pepohonana yang hijau rimbun berwarna hijau cerah tak kalah indahnya dipandang mata. Bunga-bunga mengembang berwarna-warni dikerumuni kupu-kupu bercorak bagus dan para kumbang turut serta yang menambah keindahan. Huuuffftt... mata begitu segar dan tidak bosan memandangnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun