Mohon tunggu...
Rieta Triana
Rieta Triana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Reformasi Penyelenggaraan Pemerintahan: Langkah Awal Menuju Good Governance

18 Maret 2024   19:04 Diperbarui: 18 Maret 2024   19:04 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Prinsip tata Kelola pemerintahan negara Indonesia sudah menggunakan konsep tata kelola pemerintahan yang baik atau biasa disebut dengan konsep good governance. Konsep tata kelola pemerintahan yang baik itu muncul pada abad ke-20 lahirnya konsep tersebut itu merupakan sebuah respon dari peranan pemerintah dulu yang bersifat sentralistik dan juga pemimpin yang otoriter dan juga banyak sekali terjadi praktik korupsi, kolusi dan nepotisme yang berdampak pada penurunan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Dengan terjadinya krisis ekonomi dan politik yang terjadi pada tahun 1997 ini juga yang melatarbelakangi terjadi perbaikan dalam berbagai konsep tata kelola pemerintahan. Terjadinya krisis tersebut merupakan salah satu dampak dari tidak terlaksananya prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik atau good governance.

UNDP (United Nations Development Programme) mengartikan good governance dalam tiga pilar yaitu tata kelola ekonomi, tata kelola politik dan pemerintahan administratif, yang dimaksud tata kelola ekonomi dalam hal ini merupakan proses-proses pembuatan keputusan yang memfasilitasi aktivitas ekonomi disuatu negara dan juga interaksi antara pelaku ekonomi. Selanjutnya ada tata kelola politik yang dimana hal ini berhubungan dengan proses-proses memformulasikan kebijakan. Sedangkan yang dimaksud pemerintah administartif disini berkaitan dengan bagaimana sistem itu di implementasikan dalam suatu kebijakan. Dengan adanya konsep good governance ini ada tiga domain institusi pemerintahan yang saling berinteraksi yakni ada state negara atau pemerintahan yang kedua ada private sector dan  yang terakhir yaitu civil society atau masyarakat sipil. Dari ketiga pilar tersebut harus saling berkaitan dan bekerja sama dengan prinsip-prinsip setara sehingga tidak ada yang mendominasi satu pihak terhadap pihak lainnya.

Dari definisi tersebut UNDP memiliki sembilan karakteristik good governance yakni ada partisipasi, partisipasi yang dimaksud disini adalah masyarakat mempunyai suara dalam pembuatan suatu keputusan, partisipasi ini dibangun untuk kebebasan berbicara dan juga ikut berpartisipasi secara konstruktif, yang kedua ada tegaknya supremasi hukum yang dimaksud disini adalah hukum itu harus adil dalam pelaksanaannya tenpa memandang bulu. Ketiga ada transparansi yang dibangun atas dasar kebebasan dalam mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Keempat ada responsif  yaitu untuk menanggapi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Kelima berorientasi pada konsensus yang dimaksud disini adalah sebagai perantara kepentingan yang berbeda untuk mendapatkan pilihan yang lebih baik dengan adanya konsensus.

Keenam ada kesetaraan yang dimaksud kesetaraan disini adalah setiap warga negara mempunyai kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Ketujuh ada efisiensi dan efektivitas yang dimaksud dalam hal ini adalah agar bisa menggunakan sumber daya secara optimal. Kedelapan ada akuntabilitas yang dimana para pembuat keputusan dalam pemerintahan, sektor swasta dan masyarakat sipil bertanggung jawab pada publik. Terakhir ada visi strategis yang dimaksud disini adalah dimana para pemimpin dengan publik itu harus memiliki pemikiran tentang good governance yang jauh pada masa depan.

Sedangkan tujuan diberikannya dana desa adalah upaya pemerintah untuk memutus kemiskinan dan juga mengurangi ketimpangan pembangunan antar daerah, hal ini merupakan salah satu bagian dari agenda prioritas pemerintahan Jokowi pada point yang ketiga, yaitu "membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan" dalam hal ini pembangunan antar daerah sudah jelas diprioritaskan agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan antar daerah. Hal tersebut sudah diatur juga dalam Pasal 74 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 yang berisi tentang desa, belanja desa diprioritaskan agar memenuhi kebutuhan pembangunan yang meliputi, tetapi tidak terbatas pada kebutuhan primer, pelayanan dasar, lingkungan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat desa.

Dengan disahkannya Undang-Undang mengenai penyelenggaraan pemerintah desa seharusnya pelayanan publik di desa semakin baik tapi pada fakta lapangannya pelayanan publik di desa kurang baik dan tidak transparan. Menurut data laporan pada Ombudsman RI mengenai laporan maladministrasi pada penyelenggaraan pelayanan publik di desa, laporan maladministrasi yang dilaporkan ada yang berupa penyalahgunaan wewenang, tidak membuka layanan, melakukan pekerjaan yang sangat lambat dalam memberikan pelayanan publik didesa. Ombudsman RI juga memfokuskan mengkaji pelayanan publik didesa tentang administrasi, kependudukan, administrasi pertahanan, pendidikan dan kesehatan.

Dalam hal tersebut Ombudsman juga menyimpulkan mengenai mengapa hal ini sering terjadi karena kurangnya koordinasi antara Kementerian dan Lembaga dalam penyediaan pelayanan publik didesa dan juga dengan keterbatasan sumber daya manusia didesa menjadi salah satu sumber dari permasalahan-permasalahan yang sering terjadi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di desa.

Sebetulnya pemerintah sudah berupaya dalam mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik melalui TAP MPR Nomor XI/MPR/1999 yang berisi mengenai Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) dan dalam Undang-Undang Nomor 28 tahun 1999 berisi tentang Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN. Pada pasal 3 juga menjelaskan asas-asas penyelenggaraan negara yang meliputi: 1) asas   kepastian   hukum 2) asas tertib penyelenggaraan negara 3) asas kepentingan  umum  4)  asas keterbukaan 5)  asas  proporsionalitas 6)  asas  profesionalitas  dan  7)  asas  akuntabilitas.  Kedua peraturan   ini   merupakan   langkah   awal reformasi dibidang penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik.

Tugas serta tanggung jawab pemerintah selain menyelenggarakan pemerintahan dan melaksanakan pembangunan adalah pelayanan publik. Pelayanan publik menjadi salah satu hal dasar yang paling penting dalam menggerakkan roda pemerintahan terkini yang mengutamakan kedekatan pemerintahan dengan masyarakat melalui pelayanan. Lebih lanjutnya diatur dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik menjabarkan bahwa Pelayanan Publik merupakan kegiatan-kegiatan dalam upaya pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara layanan publik. Dengan berlakunya peraturan tersebut maka akan menimbulkan interaksi antara aparatur daerah dengan masyarakat menjadi semakin sering terjadi. Dengan semakin meningkatnya tuntutan demokratisasi serta pengakuan akan hak asasi manusia yang menciptakan tuntutan terhadap manajemen pelayanan publik yang berkualitas, yang didasarkan pada prinsip good governance.

Pada Pemerintahan di Desa Ketulisan kecamatan Cikeusal yang letaknya berada pada Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Pemerintahan di Desa Ketulisan ini masih bisa dibilang belum sepenuhnya menerapkan konsep good governance karena Kepala Desa Ketulisan yaitu Erpin Kuswati yang menjabat pada periode 2019-2024 ini melakukan Korupsi anggaran dana desa dari APBN pada tahun 2020 yang nilainya sebanyak RP 1.309.915.400. Tidak berhenti disitu saja Erpin Kuswati kembali melakukan korupsi anggaran desa dari APBN pada tahun 2021 yang nilainya sebanyak RP 1.006.502.000. pada kenyataanya yang terjadi di Desa Ketulisan tidak sesuai dengan apa yang direncanakan seperti ketika pengecekkan laporan dari pertanggung jawaban  dari setiap rencana yang sudah diberikan itu tidak sesuai dan bahkan ada pertanggung jawaban kegiatan yang fiktif atau dibuat-buat harganya. Seperti membuat anggarannya lebih banyak dari pada barang yang harus dibeli dalam laporan pertanggungjawaban tersebut.

Dalam hal tersebut kita bisa melihat bahwa kurangnya akuntabilitas dan partisipasi masyarakat akan hal tersebut. Tidak adanya sikap seorang pemimpin yang bertanggungjawab atas apa yang telah diperbuat dan tidak adanya masyarakat yang ingin tau mengenai anggaran dana desa akan digunakan untuk apa atau bisa disebut dengan sikap apatis. Kurangnya partisipasi masyarakat ini bukan tanpa sebab melainkan turunnya rasa kepercayaan terhadap pemerintah di Desa Ketulisan tersebut. Karena korupsi ini sudah sering terjadi sebelumnya dan menurut Menteri Desa, pembangunan daerah tertinggal dan transmigrasi yaitu Abdul Halim Iskandar mengatakan mengapa sering sekali terjadi korupsi dari Kepala Desa dapat dilihat kurangnya peran dari perangkat desa dan kurangnya partisipasi masyarakat dalam membaca APB Desa yang seharusnya masyarakat ikut aktif dalam mengawasi APB Desa tersebut. Sedangkan kurangnya akuntabilitas yang dimaksud dalam konsep ini adalah tidak adanya pertanggungjawaban dari Kepala Desa atas anggaran dana desa  yang akan digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun