Mohon tunggu...
Muhammad Ridwan
Muhammad Ridwan Mohon Tunggu... Relawan - Fungsionaris DPP Aliansi Nasional Indonesia Sejahtera (ANIES)

Orang biasa saja, seorang ayah, sejak tahun 2003 aktif dalam kegiatan community development. Blog : mediawarga.id e-mail : muh_ridwan78@yahoo.co.id

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Proyek Tol Laut dan Trans Sumatera dalam Cetak Biru Jalur Sutra Tiongkok

8 November 2015   23:30 Diperbarui: 13 November 2015   15:43 3559
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Jalur Sutera Tiongkok (Sumber: The Daily Star)"][/caption]“Miracle of Tiongkok”, begitu sebutan dunia terhadap kemajuan ekonomi Tiongkok selama 15 tahun terakhir. Perkembangan Ekonomi Tiongkok yang pesat menjadikan negara dengan julukan “Tirai Bambu” menjelma menjadi “The Emerging Power” baru di Asia Pasifik yang selama ini di dominasi oleh Jepang.

Menurut data Bank Dunia tahun 2014, Tiongkok menempati urutan pertama sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Produk domestik bruto (PDB) Tiongkok terhadap purchasing power parity (PPP) hingga akhir tahun 2014 mencapai US$ 17,6 triliun. Posisi ini menggeser PDB Amerika Serikat yang hanya sebesar US$ 17,4 triliun. Jepang di peringkat ke-4 dengan PDB US$ 4,78 triliun di bawah India diperingkat ke-3 dengan PDB US$ 7,27 triliun. Indonesia sendiri masuk 10 besar kekuatan ekonomi dunia, bertengger diperingkat ke-9 dengan PDB US$ 2,55 triliun (Lihat Tabel). (Baca : Ekonomi Indonesia Peringkat 9 Besar Dunia)

[caption caption="Tabel: Peringkat Ekonomi Dunia Berdasarkan GDP atas PPP (Sumber: Bank Dunia)"]

[/caption]

Tidak berhenti sampai disitu, untuk memperkokoh hegemoni dibidang ekonomi dan politik, kini Tiongkok berambisi membuka kembali jalur Sutra yang dikenal sebagai jalur perdagangan kuno.

Jalur sutra (silk road) adalah jalur yang melegenda, terbentuk pada era Dinasti Han di Tiongkok yang menghubungkan sejumlah wilayah di Asia, Eropa sampai Afrika. Jalur ini mulai dibuka tahun 130 sebelum masehi ketika Han membuka hubungan perdagangan dengan barat, sampai tahun 1453, ketika Kerajaan Ottoman memboikot perdagangan dengan barat sekaligus menutup jalur tersebut. Bagi bangsa Tiongkok, jalur ini sebagai simbol keunggulan mereka di bidang perdagangan pada masa lampau.

Kini, Tiongkok di bawah Presiden Xi Jinping, berambisi untuk mewujudkan jalur sutera modern. Mengutip laman Agustinuswibowo.com, Senin (05/10/2015), Presiden Xi Jinping mengusulkan pembangunan Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (Silk Road Economic Belt) dalam kunjungan kenegaraan di Kazakhstan pada 7 September 2013. (Selengkapnya baca :China dan Jalur Sutra Baru)

Berselang tiga minggu kemudian, di hadapan parlemen Indonesia di Jakarta, Xi mengemukakan konsep Jalur Sutra Maritim Abad ke-21 (21st Century Maritime Silk Road). Kedua konsep ini, yang digabungkan menjadi inisiatif One Belt, One Road (OBOR) atau Satu Sabuk dan Satu Jalur, sebagai desain akbar untuk menghubungkan negeri-negeri yang dilintasi rute perdagangan bersejarah itu, mulai dari Asia Tengah hingga Eropa dan Afrika, mulai dari Asia Tenggara hingga Jazirah Arab (Lihat Peta Jalur Sutra Maritim Tiongkok).

[caption caption="Jalur Sutera Maritim Tiongkok (Sumber: edelweisbumi.blogspot.com)"]

[/caption]

Indonesia sebagai negara kepulauan sudah pasti masuk dalam cetak biru Maritime Silk Road Tiongkok. Jalur Sutera Maritim yang dibangun Tiongkok itu meliputi Eropa, masuk Laut Merah di Afrika, lalu ke Samudera Hindia, terus menuju India, Bangladesh, Burma, kemudian masuk ke Indonesia melalui Selat Malaka. Juga menyusur lewat selatan yang masuk Selat Lombok, Selat Wetar, dan Selat Sunda.

Bak gayung bersambut, setelah Jokowi terpilih menjadi Presiden, konsep pembangunannya sejalan dengan konsep Maritime Silk Road Tiongkok, yakni menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia.

Turunan dari Poros Maritim Indonesia adalah Proyek Tol Laut yang sekarang menjadi “buah bibir” di media sosial dan Kompasiana. Tol laut disebut-sebut sebagai irisan dari jalur sutera maritim Tiongkok. Karena, Indonesia akan dilewati jalur internasional tersebut.

Konon, Tiongkok akan mengelontorkan dana sebesar US$ 50 milyar kepada Indonesia untuk membangun Infrastruktur Tol Laut dimana instrumennya ialah pembangunan pelabuhan, pembangunan galangan kapal dan penambahan armada kapal laut.

Bagaimana dengan Proyek Jalan Tol Trans Sumatera dan pembangunan rel Kereta Api di Indonesia, apakah ada kepentingan Tiongkok?

Jawabannya, sudah pasti ada. Indonesia akan mendapatkan pinjaman 40 miliar dolar AS dari China Development Bank dan Industrial and Commercial Bank of China untuk menggarap pembangunan jalan Tol Trans Sumatera.  Ini dijelaskan Menteri BUMN Rini Suwandi di depan Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR, di Gedung MPR/DPR-RI, Jakarta, yang digelar Jumat (24/4/2015). (Baca : Perbankan China Komitmen Danai Infrastruktur Indonesia)

Untuk memastikan proyek Jalan Tol Trans Sumatera selesai tepat waktu, Presiden Jokowi, selama 2 hari (6-7 November 2015) melakukan kunjungan kerja ke Lampung untuk memantau progres pembangunan Tol Trans Sumatera di seksi Bakauheni – Terbanggi Besar. Ini merupakan kunjungan ketiga kalinya ke proyek tol Trans Sumatera di Lampung. Jokowi menyebut, 3 tahun lagi, tol ini akan tembus hingga ke Palembang.

Jalan Tol Trans-Sumatera adalah jalan Tol sepanjang 2.818 Km, yang menghubungkan Lampung dengan Aceh yang ditargetkan selesai sebelum masa jabatan Presiden Jokowi berakhir di 2019. Jalan tol ini diperkirakan akan menelan dana sebesar Rp. 150 triliun.

Jalan Tol Trans Sumatera, akan terkoneksi dengan Jalur Sutra darat Tiongkok jika Jembatan Dumai-Malaka (JDM) yang menghubungkan Pulau Sumatera dan Semenanjung Malaysia terwujud. Penggagas JDM ini adalah Malaysia. Namun, di era Presiden SBY usulan JDM ini di tolak dengan alasan akan memperioritaskan pembangunan Jembatan Selat Sunda (JSS).

Namun di Era Presiden Jokowi Proyek JSS tidak menjadi prioritas pembangunan karena fokus di proyek Poros Maritim dan Pembangunan Tol Trans Sumatera. Alih-alih ingin menunda proyek JSS, tapi malah menjadi simalakama bagi Indonesia.

Jika JDM tereliasi sebelum JSS, bisa saja Sumatera jadi bagian dari Malaysia, bukan dalam arti teritorinya masuk ke Malaysia, tapi secara ekonomi akan kesedot ke Malaysia. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam jangka panjang akan condong bergabung ke Malaysia jika Jakarta kehilangan kontrol atas ekonomi dan politik di Pulau Sumatera. (Baca : JSS Tidak Sekedar Membangun Konektivitas Ekonomi Tetapi Membangun Konektivitas Kebangsaan)

Proyek JSS perlu dipertimbangkan kembali oleh Pemerintahan Jokowi demi keutuhan NKRI. Keuntungan lainnya, ekonomi Pulau Jawa dan Sumatera akan terkoneksi. Jika JDM juga terealisasi, Indonesia akan terkoneksi dengan ekonomi negara-negara ASEAN dan Tiongkok melalui Jalur Sutra, yang dibangun mulai Tiongkok daratan sampai semenanjung Malaysia.

Jalur sutra Tiongkok baik darat maupun maritim dari sisi Geo-politik, Geo-ekonomi dan pertahananan keamanan bisa menjadi peluang sekaligus ancaman.

Jalur Sutra akan menjadi ancaman, jika Indonesia terlibat secara langsung pertarungan sengit dibidang politik, ekonomi dan ideologi antara Tiongkok dengan Amerika Serika dan sekutunya di Asia, yang tidak ingin melihat Tiongkok menguasai ekonomi Asia Pasifik. Pemerintah Indonesia pun, bisa dalam kendali Tiongkok, jika diplomasi dibidang Epoleksosbud Hankam lemah. Yang sedang hangat adalah isu klaim teritorial oleh Tiongkok, termasuk Pulau Natuna di LCS.

Sedangkan sisi positif-nya, dengan adanya jalur sutra Tiongkok, dapat mendorong Indonesia membangun kekuatan maritim secara mandiri, karena secara geografis posisi Indonesia yang sangat strategis sebagai poros atau sumbu jalur pelayaran dan perdagangan dunia.

Jika ekonomi negara-negara Asia Tenggara terkoneksi dengan Tiongkok melalui jalur sutra baik darat maupun maritim, potensi GDP ASEAN plus Tiongkok adalah sebesar US$ 50-60 Triliun di 2030. Mengalahkan GDP gabungan Amerika Serikat, Jepang, India bahkan Uni Eropa.

Kalau kita kesampingkan terlebih dahulu sisi kerentanannya baik dari sisi ideologi, politik dan pertahanan keamanan, Ekonomi Jalur Sutra dengan konsep One Belt, One Road (OBOR) ini bisa menjadi peluang besar Indonesia agar menjadi poros maritim dunia yang disegani.

Muhammad Ridwan, Pewarta Warga di www.mediawarga.info

Berdomisili di Bandar Lampung.

Baca juga:

Kontrak Karya Freeport Tidak Diperpanjang, NKRI Terancam Bubar?

Indonesia Darurat Mafia Migas: Ini 25 Kontrak Kerjasama yang Perlu Diawasi Publik

Paket Kebijakan Ekonomi Jokowi Saran dari IMF?

Dari Tun Abdul Razak ke Najib Razak, Lompatan Besar Mahathir dan Relasi Sosial di Malaysia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun