Neno Warisman yang saya kenal dulu adalah penyanyi. Lagunya, 'Nada Kasih' pernah hits kala duit dengan Faridz RM. Selain penyanyi, Neno pun dikenal sebagai pemain drama. Lewat aktingnya di Sayekti dan Hanafi, banyak dipuji orang. Saya setuju karena aktingnya begitu sederhana dan sangat alami.
Lama tidak muncul di layar kaca. Neno kembali muncul. Tidak hanya layar kaca, tetapi lebih luas lagi, yakni layar media sosial. Di media sosial, Neno lebih jadi objek pembicaraan orang lantaran aktivitas-aktivitas membuat sekelompok orang merasa tidak nyaman.
Peristiwa paling anyar adalah puisinya yang dibacakannya pada acara Munajat 212 telah menyinggung para pendukung pemerintah. Isi puisinya dianggap berbahaya oleh para pendukung Jokowi, karena diindikasikan mengandung ancaman untuk pemerintahan yang sah saat ini.
Efek dari puisi buat gempar bagi siapa pun yang bersimpati dengan pemerintah. Ragam komentar di twitter, facebook, Instagram, termasuk Kompasiana bersahutan mengecam isi puisi Neno. Di Kompasiana, banyak artikel yang tujuannya sama menyerang puisi Neno. Saya sangat tidak yakin Neno mau membacanya. Tapi kalau pun membacanya Neno akan membaca yang mendukungnya. Tapi sayangnya tulisan yang mendukungnya di K sangat sedikit.
Terlepas dari peran Neno yang saat ini berseberangan dengan sikap politik pemerintah. Secara pribadi, saya mengapresiasi. Toh, apapun isi konten puisinya merupakan bentuk kegelisahannya atas situasi saat ini. Sebagai warga negara yang baik berhak mengekspresikannya. Kalau pun ada yang tidak setuju dengan sikap Neno, harap dimaklumi, karena sikap Neno saat ini berseberangan dengan pemerintah.
Neno w adalah kita, suatu saat kita pun akan bersikap sama dengan Neno. Bedanya Neno diekspresikan melalui puisi, kita tentunya lebih banyak mengeluh dan menggerutu.