Akibatnya, konsumen yang kecewa memutuskan untuk pindah ke SPBU swasta sebagai jalan terbaik. Apalagi, Pertamina tidak sedikit pun menunjukkan itikad baik untuk memperbaiki kesalahan dan merebut kembali hati konsumen. Misalnya, dengan memberikan jaminan pasti terkait kualitas dan kepastian ganti rugi jika konsumen mengalami kerusakan kendaraan akibat produknya.
Di mana para direktur utama Pertamina dengan gaji miliaran itu? Yang bahkan saat perusahaan rugi, mereka tetap mendapat bonus atau tantiem ratusan juta rupiah per tahun?
Pemerintah sebagai regulator justru terlihat lepas tangan. Mereka malah menerbitkan aturan baru terkait kuota impor minyak bagi SPBU swasta. Langkah ini dinilai oleh banyak pihak, termasuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), sebagai upaya monopoli terhadap ketersediaan bahan bakar. Ini sama saja mengubah para pesaing menjadi "reseller" yang tidak bisa berbuat apa-apa karena terikat kebijakan. Parahnya, pemerintah berdalih langkah ini tidak termasuk monopoli. Sungguh ironis.
Jika kebijakan ini sudah dikeluarkan beberapa tahun lalu, mungkin tuduhan monopoli bisa diminimalisir. Masalahnya, kebijakan ini muncul berbarengan dengan eksodus konsumen dari Pertamina ke SPBU swasta. Kebijakan ini berpotensi membuat harga BBM di SPBU swasta lebih mahal karena mereka harus membeli dari Pertamina. Tidak hanya itu, kelangkaan pasokan pun sudah terjadi di hampir seluruh SPBU swasta di Jakarta, yang pada akhirnya sangat merugikan konsumen.
Pemerintah Memakan Buah Simalakama
Kondisi ini membuat pemerintah berada dalam posisi sulit, menghadapi dilema yang dibuatnya sendiri. Pertama, berkaitan dengan Pasal 33 UUD 1945, di mana negara seharusnya mengelola sumber daya untuk kemakmuran rakyat. Namun, yang terjadi kini adalah pemerintah menyusahkan rakyatnya sendiri. Mereka seolah tidak rela perusahaan swasta mendapat keuntungan lebih besar dibandingkan Pertamina akibat beralihnya konsumen.
Kedua, terkait Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. UU ini menjamin hak masyarakat atas keamanan, kenyamanan, dan ganti rugi jika produk tidak sesuai. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa hak-hak ini sulit dipenuhi.
Ketiga, terkait UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, yang seharusnya memastikan ketersediaan dan distribusi BBM bagi masyarakat. Tapi justru kebijakan baru malah menimbulkan kelangkaan di SPBU swasta, yang merugikan konsumen.
Sampai di sini, seharusnya pemerintah dan para direktur Pertamina bisa berkaca diri. Perbaiki kesalahan dan rayu kembali konsumen yang merajuk ini dengan cara yang bijak, bukan malah mendebat dan mengambil langkah spekulatif yang hanya memperburuk citra mereka sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI