Mohon tunggu...
Ridhwan EY Kulainiy
Ridhwan EY Kulainiy Mohon Tunggu... Human Resources - Hidup untuk berpengetahuan, bukan berdiam diri dalam ketidaktahuan oranglain

Hidup untuk menjadi berpengetahuan, bukan untuk berdiam diri dalam ketidak tahuan oranglain. wordpress : https://www.kulaniy.wordpress.com facebook : @ridwan.komando21 Fanspage : @kulaniy.komando twitter : @kulaniy1708 Instagram : @ridhwans_journal Whatsapp dan Gopay : 082113839443

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Cangkir Kopi: Manusia dan Habitat

25 Februari 2020   04:57 Diperbarui: 25 Februari 2020   05:25 388
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : PAS Berita

Dalam penjabarannya Dr. M. Subhi Ibrahim menyatakan bahwa manusia pada awalnya terlahir dalam fitrah. Polos, murni. Lingkungan membentuk jiwanya melalui bahasa dan contoh perilaku yang ada di ligkungan. Ini disebut sebagai habituasi, pembiasaan. Terbentuk mindset dan karakter. Kata dan perilaku bukan hanya menunjukkan kepribadian seseorang, tetapi juga habituasi komunitas tempat gaulnta, lingkungannya. Saya menyebutnya habitat!

Manusia adalah makhluk sosial yang senang hidup berkelompok, apapun bentuknya yang pasti ia akan hidup di dalam suatu kelompok yang memiliki kesamaan dengan dirinya, baik itu suku, agama, ketertarikan, kegemaran, cita-cita, bakat dan lain sebagainya. Ini sebuah naluri alamiah, dan perbedaannya ada pada segi nilainya. Kecenderungan berkelompok atau bersosial ini, berasal dari dorongan otak Limbik yang ada pada diri manusia. Di dalam dirinya manusia memiliki karakter individu seekor mamalia, kecenderungan ini memang tidak bisa dihindarkan dalam diri manusia dan merupakan kecenderungan dasar (potensi bawaan) dari otak Limbik tersebut.

Walaupun dalam beberapa kondisi mungkin akan kita temui karakter orang yang malah cenderung asosial atau bertentangan dengan pandangan di atas, namun itu bukan sebuah pertentangan. Sebab mungkin ia hanya tidak bisa bergaul secara umum, dia memiliki prinsip yang lebih terang dan jelas, bahwa ia hanya akan berkumpul dengan orang yang sepaham dengannya, seideologi dengannya, atau ia hanya akan berkumpul dengan lingkungan yang menguntungkan bagi dirinya baik dalam hal materi maupun non-materi.

Lagi-lagi ini memperjelas bahasan kita mengenai habitat, bahwa manusia memiliki sebuah kecenderungan yang berbeda-beda satu dan yang lainnya. Dalam studi lebih lanjut, kecenderungan ini diketahui berasal dari potensi bawaan manusia yang berasal dari otak manusia. Seperti yang telah saya singgung di atas, bahwasanya di dalam otak manusia ada otak mamalia. Selain itu juga ada otak reptil dan otak neo-korteks. Ini menjadikan karakter dan kecenderungan manusia sangat kompleks, namun bukan berarti tidak bisa dipelajari dan dipahami. Bahwa meskipun otak manusia terdiri dari beberapa bagian besar yang berbeda, namun secara sistem kerja otak manusia memiliki kecenderungan khusus yang membedakan seorang manusia dengan manusia lainnya. Kecenderungan khusus inilah yang bisa kita tinjau guna mempelajari dan memahami potensi seseorang dan karakter-karakternya.

Beberapa tahun belakangan kita semua merasa yakin bahwa seseorang akan mampu menjadi pribadi yang baik dan memiliki karakter yang baik pula jika senantiasa orang itu ditempatkan atau hidup di suatu lingkungan yang baik pula. Hal itu memungkinkan bagi mereka yang mampu dengan cepat beradaptasi dengan lingkungan dan cocok dengan cara komunikasi serta interaksi yang bergerak di dalamnya. Namun ketika mereka berhadapan dengan kondisi yang berbeda, semisal ia tidak cocok cara komunikasinya saja maka akan melahirkan sebuah kondisi berbeda bagi orang tersebut. Yaitu ia akan berusaha mencari lingkungan yang cocok dengan karakter dan caranya berinteraksi.

Melanjutkan pembahasan, bahwa kecenderungan melahirkan dan memiliki habitat berasal dari karakter dasar manusia. Namun seperti yang dikatakan oleh banyak Filsosof kenamaan, bahwasanya "Manusia adalah hewan yang berakal." Hal ini menjelaskan setidaknya bahwa manusia hanya akan berkumpul dengan manusia lainnya yang sama habitatnya dengan dirinya. Mamalia misalnya, hanya berkumpul dengan mamalian lainnya. Itu pun kelanjutannya dibagi lagi ke dalam jenis-jenis yang berbeda sehingga membuat kelompok kecil mamalia dengan jenis tertentu. Apakah manusia juga demikian...?

Karena manusia adalah hewan, tentu manusia juga melakukannya. Namun karena perbedaannya ada pada wilayah akal, maka manusia mampu menggunakan akalnya untuk melahirkan kebijaksanaan. Yaitu dengan bersikap terbuka terhadap habitat lainnya. Sebab itulah yang membedakan manusia dengan hewan. Hewan tertentu tidak akan bisa masuk ke dalam kawanan hewan lain yang berbeda jenis dengannya, contoh saja jenis-jenis kucing besar yang hidup di hutan dan belantara. Keduanya sama-sama mamalia, sama-sama kucing besar pemakan daging, namun tidak bisa hidup dalam satu kawanan yang sama. Antara Singa dan Harimau. Harimau lebih memilih tinggal di belantara dan singa lebih memilih tinggal di padang rumput, ketika keduanya bertemu maka akan terjadi pertarungan antara keduanya. Padahal di antara keduanya lebih banyak memiliki kesamaan dari pada perbedaannya. Halnya berbeda ketika bicara soal perlindungan diri dari serangan.

Dalam kasus manusia, ketika ia memiliki musuh hanya lantaran satu perbedaan di antar satu kelompok manusia dengan kelompok yang lainnya, maka manusia itu tidak lebih baik dari hewan (lain halnya dalam kondisi mempertahankan diri dari serangan). Manusia dengan akalnya, bisa menciptakan suatu kondisi yang lebih damai dan bersahabat dengan manusia lainnya. Sebab kemampuan otak neo-korteks manusia dalam mengkategorikan sesuatu dalam kehidupan adalah fungsi utama yang harusnya digunakan untuk memahami perbedaan dan kelembutan hati serta perasaan kemanusiaannya menjadikannya menjadi hewan yang lebih bijaksana.

Pertentangan atau perbedaan manusia pada kehidupannya memiliki beberapa tingkatan, yaitu tingkat dasar yang merupakan sisi biologis yang berbeda sangat jelas meski secara strukturnya semua manusia adalah sama. Lalu ada sisi sosial dan emosionalnya, manusia yang satu senang membantu manusia lain secara langsung, manusia lainnya membantu melalui cara dan perantara. Manusia yang satu sangat gandrung terhadap aroma dan yang satunya lagi gandrung terhadap warna. Yang satu menyukai keramaian dan satunya lagi menyukai kesunyian. Pada sisi Ideologis atau nilai, yaitu nilai materi atau finansial dan nilai non-materi yang berupa kebahagiaan bathin.

Apapun bentuk kecenderungan manusia merupakan bawaan alamiahnya sebagai makhluk hidup, dimana makhluk hidup adalah makhluk yang memiliki keterikatan dan ketergantungan terhadap hal lainnya yang juga bersifat materi atau sesuatu yang bersifat non-materi. Semua sah-sah saja dalam pandangan umum, hanya saja tentu manusia yang lebih bermartabat adalah manusia yang lebih menjunjung tinggi nilai-nilai kebahagiaan bathin dan non-materi, seperti kepercayaan, cinta dan kebijaksanaan. Mereka adalah manusia-manusia yang merdeka, merdeka disini berasal dari kata Mahardika yaitu menjunjung tinggi nilai-nilai kemuliaan. Dalam hal ini bisa kita jadikan analogi mengenai pekerjaan manusia dalam kehidupan. Ada dua orang, yang satunya adalah seorang pejabat dipemerintahan dan seorang lagi adalah seorang pahlawan kebersihan (pembersih sampah).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun