Mohon tunggu...
Petani Itu Keren
Petani Itu Keren Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Memerhatikan Dunia Pertanian dan Peternakan Indonesia. Mendukung penyejahteraan petani sebagai pahlawan pangan nasional.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ribut lagi, Isu Pangan Jadi Komoditas Politik

6 November 2018   17:00 Diperbarui: 6 November 2018   17:09 471
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Di beberapa negara tetangga seperti Jepang dan Thailand mereka mendeklarasikan bahwa sudah swasembada pangan secara Nasional. Dua negara itu bahkan telah surplus beberapa komoditas pertanian. Namun di lain waktu dan pada beberapa lokasi kedua negara itu melakukan kegiatan importasi yang ditujukan untuk stabilisasi harga di suatu wilayah.

"Politisasi impor yang sangat kecil tersebut sangat lucu dan dangkal dalam memahami persoalan yang ada. Bagaimanapun juga, pemerintah kita telah mampu meminimalkan impor melalui keputusan berani dari Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman yang menyatakan stop impor Jagung untuk kebutuhan Pakan ternak sejak 2015", jelasnya lagi. 

Di samping itu Data Badan Pusat Statistik (BPS) juga menyimpulkan produksi dan pasokan jagung tahun 2018 sudah surplus sebesar 12 juta ton PK. Selama 3 tahun ini Indonesia sudah menstop impor jagung yang biasanya 3,5 juta ton pertahun, bahkan ditahun 2018 saja, sampai bulan Oktober, Indonesia sudah mengekspor 370 ribu ton jagung ke negara tetangga. 

Jadi, persoalan jagung bukan hanya masalah produksi. Kenapa pada saat harga tinggi banyak yang komplain masalah produksi. Padahal jelas-jelas data menunjukkan produksi kita surplus. Ujang menggaris bawahi persoalan konektivitas sentra produksi ke pengguna jagung yang memusat di beberapa provinsi saja merupakan masalah utama.

Ujang yang juga Ketua Perhimpunan Ekonomi Pertanian khawatir, polemik terkait impor yang volumenya kecil ini juga akan mempengaruhi psikologi pasar dan menjadi pukulan telak bagi jutaan petani jagung Indonesia. Terlebih sejak tahun 2015,  petani kita menikmati keuntungan yang sangat layak dari usahatani jagung dan terbukti keringat mereka sudah mencukupi kebutuhan pakan ternak dalam tiga tahun terakhir. 

"Apalagi keputusan dan polemik impor ini dilakukan di akhir tahun yang merupakan musim panen raya jagung di banyak wilayah sentra produksi seperti  NTB, Jawa Timur, Sulawesi dan sebagian Sumatra.  Hal ini  tentunya akan menurunkan semangat petani yang sekarang mengandalkan usahatani jagung.  Kalau impor masuk saat panen, pasar akan menangkap signal stok berlebih dari impor dan pasokan jagung petani akan dihargai rendah.

Kekhawatiran Ujang benar adanya. Ribut-ribut menyusul kebijakan pemerintah mengimpor jagung dalam waktu dekat -- yang diputuskan dalam rapat koordinasi pangan di Kantor Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, pada Jumat (2/11/2018) lalu, menjadi pukulan telak bagi petani. 

"Secara psikologis ini menjadi pukulan telak bagi petani. Apalagi kebijakan impor jagung ini diambil saat stok masih banyak. Secara langsung atau tidak langsun", kata Ketua Asosiasi Petani Jagung Indonesia (APJI), Sholahuddin. 

Menurut Sholahuddin, dirinya mengaku kaget dengan adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan impor jagung. Terlebih sejak tahun 2017, produksi jagung dalam negeri sudah mencukupi kebutuhan pakan ternak. "Seharusnya tahun politik menjadi kesempatan pemerintah untuk semakin menunjukkan keberpihakannya kepada petani," tandasnya.

Lebih lanjut, Sholahuddin menyampaikan sebaran lokasi dan waktu tanam jagung bervariasi.  Sebagian besar petani jagung di sentra produksi memasuki masa tanam. Sementara itu, sejumlah lokasi di Jawa Timur, seperti Jember, Tuban, Kediri, Jombang, dan Mojokerto sekitar dua pekan mendatang justru akan melakukan panen. Hal tersebut sekaligus menepis anggapan bahwa kenaikan harga pakan ternak diakibatkan oleh produksi jagung yang menurun.  

"Kalau ada yang menyebut impor perlu dilakukan karena stok menipis, kami bisa mentahkan itu. Saat ini pabrik pengering kami di Lamongan saja, masih ada stok 6.000 ton. Di Dompu juga masih stok banyak karena di sana masih ada panen," tutur Sholahuddin.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun