Dunia sepak bola sering kali diselimuti ketidakpastian, namun sesekali muncul transfer yang terasa begitu meyakinkan, begitu "pasti", sehingga mengguncang fondasi keyakinan kita.Â
Kepindahan Florian Wirtz senilai 116 juta ke Anfield adalah salah satu dari momen langka itu. Ini bukan sekadar penambahan pemain, melainkan deklarasi niat, sebuah manuver strategis yang mengisyaratkan ambisi tak terbatas dari sang juara Liga Primer, Liverpool.
Tidak dapat dipungkiri, ada sensasi yang menyeruak ketika mendengar kabar Wirtz akan mengenakan seragam Merah. Ia adalah pemain yang, menurut Dietmar Hamann, "mungkin pemain terbaik di Eropa saat ini."Â
Penilaian semacam ini bukanlah pujian kosong; itu adalah pengakuan atas transformasinya yang luar biasa di bawah Xabi Alonso di Bayer Leverkusen.Â
Dari tim yang nyaris terdegradasi, Leverkusen menjelma menjadi juara Bundesliga, dan kontribusi Wirtz dalam kebangkitan itu tak terhingga.Â
Kemampuannya melihat celah, ketepatan umpannya, dan kelincahannya di lapangan membuatnya menjadi maestro di lini tengah.Â
Hamann bahkan membandingkannya dengan "anak jalanan" yang tak gentar menghadapi tantangan, sebuah metafora yang menggambarkan ketangguhan mentalnya di tengah gempuran fisik Liga Primer.
Kekhawatiran akan adaptasi Wirtz di liga Inggris, yang terkenal keras dan cepat, tampaknya menguap begitu saja. Bagaimanapun, ini bukan kali pertama ia menghadapi rintangan. Hampir tiga setengah tahun lalu, ia menderita cedera ACL yang parah, momok bagi setiap atlet profesional.Â
Namun, ia bangkit dari program rehabilitasi yang melelahkan selama sepuluh bulan dengan kekuatan dan tekad yang lebih besar.Â
Kisah comeback-nya adalah bukti ketabahan mental luar biasa yang ia miliki di usia yang begitu muda.Â