Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Wajah Modern Kekerasan terhadap Anak

24 Juli 2020   07:50 Diperbarui: 24 Juli 2020   07:41 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Eksploitasi anak. Sumber: dw.com

Anak-anak Kita di Dunia Nyata

Di halaman Masjid Al Hilal, Desa Banjararum, Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang, setiap sore ba'da Salat Asar, selalu ramai, kecuali hari Ahad mereka libur. Anak-anak yang belajar Mengaji, membaca Al Quran kumpul di sana. Ada sekitar 20 anak usia Sekolah Dasar yang memadati ruang bagian depan dan halaman masjid. Ta'mir masjid menyediakan mainan berupa satu buah ayunan, dan dua buah berbentuk mainan panjatan. Selebihnya, anak-anak membawa berbagai mainannya sendiri dari rumah yang mereka bawa ke masjid.

Mereka asyik larut bermain sebelum pelajaran dimulai. Teriakan mereka menjadi hiburan  tersendiri bagi orang dewasa yang ada di sana. Baik sebagai jamaah masjid maupun beberapa orangtua yang mengantarkan anak-anak mereka. Mereka terlihat sangat senang dan bahagia dalam dunianya.

Di tempat lain terpisah, sekitar 5 km dari pelataran masjid Al Hilal ini, tepatnya di pintu masuk menuju Malang kota, ada beberapa anak yang berdiri di bawah Lampu Merah. Sembari membawa kotak amal, atau alat musik ala kadarnya, mereka hampiri satu per satu pengendara mobil dan motor, mengharap belas kasih para pegguna jalan. 

Ada yang memberi uang, sebagian besar tidak peduli. Himbauan Pemerintah Daerah, memberi bukan berarti mendidik. Tidak sedikit yang beranggapan bahwa mereka ini, anak-anak yang sepertinya terlantar, ada yang memanfaatkanya demi kebutuhan orang dewasa.


Itu belum terhitung bayi-bayi yang digendong oleh ibu-ibu di sejumlah sudut lampu merah lainnya di Kota Malang. Biasanya pemnadangan seperti ini bisa kita temui di banyak tempat di negeri ini. Bay dan anak-anak dieksploitasi oleh orang dewasa demi sebuah keuntungan. Kami orang awam tidak banyak yang paham, apakah ini bentuk kejujuran dari protret ekonomi bangsa, atau karena ada factor kesengajaan dari orang dewasa yang ingin mendapatkan penghasilan dengan cara instant.

Anak adalah Anak

Mainan, pembelajaran, sosialisasi group yang ada di Masjid Al Hilal adalah tiga bentuk contoh aktivitas positif yang harus diprioritaskan dalam mengisi proses tumbuh kembang anak. Mereka bukan hanya butuh makanan yang bergizi, tetapi sebagai makhluk bio, psiko, social dan spiritual, anak-anak ini membutuhkan perlakuan sebagai anak. Anak, bukan orang dewasa dalam bentuk kecil.

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak menyatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Sedangkan menurut UNICEF mendefinisikan anak sebagai penduduk yang berusia 0 sampai dengan 18 tahun.

Dalam Bab II Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, yang mengatur tentang hak-hak anak atas kesejahteraan, hak-hak anak antara lain: hak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan, pelayanan, pemeliharaan dan perlindungan, perlindungan lingkungan hidup, mendapatkan pertolongan pertama, untuk memperoleh asuhan, memperoleh bantuan, diberi pelayanan dan asuhan. memperoleh pelayanan khusus dan hak untuk mendapatkan bantuan dan pelayanan.

Namun apa yang terjadi tahun-tahun terakhir ini sungguh miris. Selama pandemi Covid-19 misalnya, jumlah kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jawa Timur (Jatim) meningkat. Hingga Juli 2020, jumlah kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan di Jatim yang mencapai hampir 700 kasus. Jumlah tersebut dihimpun dari sistem pelaporan online kekerasan perempuan dan anak yang dikembangkan Provinsi Jatim (Kompas, 22 Juli 2020). Sementara pada tahun 2019, tercatat lebih dari 900 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Timur.

Merawat dan Mendidik Tidak Harus  dengan Harta

Kalau kita membaca sejumlah dalam buku sejarah orang-orang besar di dunia seperti kisah Rasulullah Muhammad SAW dan para Sahabat beliau (RA), mereka rata-rata bukanlah dari golongan ekonomi mapan. Bahkan sangat menderita dalam artian ekonominya. Namu demikian, mereka memiliki akhlak dan karakter yang mulia.

Di negeri ini, kita juga memiliki tokoh-tokoh nasional besar seperti Bung Karno yang miskin, Bung Hatta yang diasuh di rumah kakeknya, hingga masa kecil Haji Agus Salim yang dilanda kemelaratan. Ini semua menunjukan bahwa untuk menjadi dewasa, baik dan matang serta mampu meraih cita hingga membawa harum nama bangsa, anak-anak tidak harus dimanjakan dengan harta.

Apa yang saya paparkan di bagian awal tulisan ini adalah dua wajah perlakuan kita terhadap anak-anak di era modern ini. Di satu sisi, kita bisa temukan banyak tempat-tempat yang menyediakan sarana dan prasarana pendidikan dan perlindungan anak agar mereka bisa tumbuh dan berkembang secara optimal. Orangtuanya mengirimkan anak-anak ke TPQ (Tempat Pendidikan Al Quran) itu bukan karena mereka keluarga punya. Karena di TPQ ini pada dasarnya gratisan. Pendidikan akhaq dan seni membaca Al Quran tidak membayar.

Di sisi lain, kita medapatkan pemandangan yang berbeda. Di mana anak-anak dilecehkan, diperas, dipekerjakan, diperlakukan tidak adil, dipukul, hingga diperdagangkan. Anak-anak ini banyak yang digunakan sebagai 'alat atau sarana' mencari uang. Sungguh memprihatinkan.

Kekerasan Abad Moderen

Saya perawat. Kami kenyang dengan berita tentang berbagai kasus yang diderita anak-anak. Karena kami bisa temui langsung di dunia kerja kami, rumah sakit atau masyarakat. Jika kita identifikasi, dalam zaman modern ini terdapat banyak bentuk kekerasan terhadap anak. Di awah ini merupakan contoh nyata.

Source: suarantb.com
Source: suarantb.com
1. Trauma Fisik

Kekerasan fisik acapkali diterjemahkan sebagai cara mendisiplinkan anak. Padahal, hal ini merupakan penyiksaan atau penganiayaan yang tidak semestinya dilakukan dengan alasan apa pun. Tidak terkecuali untuk membuat anak menuruti perintah orangtua atau agar anak berperilaku baik.

Menurut para ahli tumbuh kembang anak, dampak kekerasan fisik ini bukan hanya berupa kerusakan secara fisik, yang menyebabkan rasa sakit atau potensi sakit dapat berupa sekali atau berulang-ulang. Namun bisa juga berupa luka pada mental anak.

2. Trauma Psikologis

Trauma atau kekerasan psikologis ini umumnnya dalam bentuk verbal. Saya kadang mendengar dari jalan-jalan di kota atau kampung, di mana ibu-ibu berteriak memanggil anaknya atau sedang marah terhadap mereka. Ini merupakan contoh kekerasan psikologis. Secara mental, anak-anak ini ditakuti, diancam, dibully dengan kata-kata kasar yang bisa merendahkan atau membuat mereka takut. 

Trauma psikologis ini merupakan kekerasan mental yang bisa berakibat fatal. Ke depan anak-anak bisa menderita gangguan mental, kemampuan social maupun kognitif  yang rendah. Trauma psikologis yang ekstrim bisa berupa terror, di mana anak-anak diancam atau diintimidasi.  

3. Trauma Seksual

Menurut para ahli, trauma seksual pada anak bisa mencakup kontak seksual secara tak langsung maupun tindakan langsung pada tubuh anak. Pada kontak seksual secara tak langsung, bisa berupa percobaan pelecehan seksual seperti menggoda anak, hingga dengan sengaja mengintip atau melihat bagian tubuh anak yang tidak semestinya. 

Sedangkan tindakan kekerasan seksual secara langsung, pelaku meraba-raba bagian tertentu tubuh anak, anak menjadi korban pemerkosaan, hingga menjadi sasaran pelaku pedofilia. Kekerasan seksual ini biasanya diawali dengan rayuan dan iming-iming benda atau makanan yang disukai anak, atau ada juga dengan cara paksa.

4. Trauma Ekonomi

Contoh nyata trauma ekonomi ini bisa kita lihat di jalan-jalan raya, di mana anak-anak dipaksa untuk memita-minta di jalan raya, mengemis atau jadi tukang Ngamen. Trauma ekonomi ini tidak lain tujuannya demi mendapatkan uang atau memperoleh keuntungan materi.

5. Diterlantarkan

Kadang kita membaca di berita ada bayi dibuang atau diterlantarkan. Ini merupakan bentuk langsung di mana orangtua tidak mempedulikan anaknya. Namun ada pula kasus di mana mereka tinggal bersama, akan tetapi anak-anak pada dasarnya tidak dipedulikan. 

Anak-anak ini tidak memperoleh perhatian akan kebutuhan mereka. Sehingga anak menjadi tidak terurus. Kepedulian  terhadap anak bisa berupa kebutuhan primer seperti makanan, pangan, papan, kasih sayang, pendidikan, dan kesehatan yang layak untuk anak.

6. Pengaruh Lingkungan Buruk

Tidak sedikit kita melihat ada orangtua yang pindah dari satu kompleks perumahan ke perumahan lain karena lingkungan buruk. Lingkungan buruk bisa berakibat negative pada anak. Ini merupakan bentuk kekerasan lain yang 'halus' sifatnya. Lewat lingkungan buruk ini anak-anak akan berinteraksi social yang pada gilirannya berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya. 

Pengaruh buruknya seperti mengkonsumsi alkohol, narkoba, sikap buruk pada binatang, memperlihatkan konten seksual yang vulgar, keterlibatan dalam tindakan kriminal, rasisme, bersikap rasis, hingga menanmkan rasa benci terhadap kelompok agama lain yang berbeda dengan keyakinannya.

7. Eksploitasi anak

Di Thailand, India dan Filipina, kita sering mendengar istilah ini. Eksploitasi anak merupakan bentuk kekerasan berupa pemanfaatan anak. Dalam lingkup besar, eksploitasi anak bisa terlihat pada kasus-kasus children trafficking yang menelan banyak korban. Anak-anak ini bukan hanya disuruh untuk mengemis dan mengamen, tetapi juga diperjual-belikan. 

Di India misalnya, The highest incidence of children and women being trafficked were observed from the cities of Mumbai and Kolkata, according to the latest study by the National Crime Records Bureau (NCRB-Economic Times.com).

Eksploitasi ini ada lagi yang dalam bentuk pemberian obat-obatan agar anak terlihat sakit, sehingga bisa menarik simpati orang lain guna membantunya secara ekonomi. Ini bisa kita lihat di kota-kota besar di mana bayi-bayi atau anak-anak kecil digendong berjam-jam kelihatan tidur atau lesu.  

Source: hennyanggraeni.wordpress.com
Source: hennyanggraeni.wordpress.com
8. Over Protection

Isolasi anak merupakan bentuk over-protection. Perlindungan berlebihan mengakibatkan anak terisolasi. Dengan alasan takut lingkungan, takut terpengaruh, akhirnya anak dikucilkan di dalam rumah hanya bermain sendiri. Ini perupakan 'torture' atau 'penganiayaan'. 

Anak-anak tidak diperbolehkan terlibat dalam kegiatan apapun dengan teman sebayanya meninggalkan anak sendirian dalam waktu lama, menjauhkan anak dari keluarga, dituntut belajar sendiri atau melakukan tugas secara berlebihan, adalah bentuk kekerasan lainnya yang kita dengan mudah jumpai di zaman modern ini.

Setop Lecehkan Anak

Makin modern, makin banyak ahli dengan teorinya dalam mendidik dan membesarkan anak-anaknya. Sebetulnya dari zaman dulu hingga semoderen apapun, kiat mendidik anak tidak beda. Pertama, perlakukan anak sebagai anak, karena anak bukan orang dewasa dalam bentuk kecil. Berikan kasih sayang dan hak-haknya. Komunikasikan dengan menggunakan bahasa anak-anak. Ajarkan budaya, etika, norma dan agama.

Tidak ke sekolahpun nyatanya banyak orangtua zaman dulu yang mampu melakukannya dan anak-anaknya tumbuh menjadi orang 'besar'. Mendirikan play group, organisasi perlindungan anak, ikatan pecinta anak higga UNICEF, itu semua baik, namun hanya sebagai pemoles. Karena pendidikan anak terbaik yang tidak terkalahkan kualitasnya ada di dalam rumah mereka sendiri.

 
Malang, 24 July 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun