Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kuliah Virtual, Harga Tetap Mahal

20 Juli 2020   20:52 Diperbarui: 20 Juli 2020   20:47 160
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Makanya, Pemerintah angkat tangan jika sudah menyangkut biaya kuliah dan operasional sekolah atau kampus swasta.  

Bayarnya Macam-macam

Keponakan saya, umur 7 tahun, pekan lalu mulai masuk Sekolah Dasar (SD) di sebuah SD swasta. Bukan hanya Uang Gedung yang harus dibayar oleh orangtuanya. Daftar biaya sekolah kelas satu SD bisa selembar kertas HVS ukuran A4. Uang seragam dua macam @ dua potong, uang sepatu, baju olahraga, uang buku, uang sumbangan wajib, sumbangan sukarela, uang sekolah, uang ujian dan uang rekreasi.

Salahnya, kita para orangtua biasanya minta rincian. Nah, begitu dikasih rincian, ngeluh. Jadilah panjang rinciannya. Kalau ditulis langsung, memang mahal kelihatannya. Tapi kalau dirinci, kelihatan kecil-kecil jumlahnya, tapi totalnya Na'udzubillah.....

Itu belum termasuk nanti, uang ujian semester, daftar ulang, iuran tak terduga hingga uang wisuda. Pokoknya, kalau merasa miskin, lebih baik masuk Pondok Pesantren yang gratis aja deh!

Sebetulnya yang Mengatur Siapa

Sebetulnya, urusan sekolah beserta tetek-bengek bayarnya itu urusan siapa? Soalnya, negara tidak bisa 'turut campur' sih. Memang, kita punya orang-orang yang mampu bayar sekolah anaknya, dari SD hingga perguruan tinggi. Tapi jangan lupa, bahwa orang yang kelas menengah ke bawah di Indonesia itu banyak banget.

Menurut World Bank, kelompok paling besar di Indonesia adalah kelas menengah (44.5%) pada tahun 2016. Kelas ini rentan dengan kenaikan harga termasuk harga sekolah. Kelas menengah ini level penghasilannya antara US$ 2-US$ 20 per kapita per hari atau sekitar Rp 28 ribu-Rp 280 ribu per hari. Untuk kelas bawah, pasti berat menyekolahkan anaknya kayak keponakan saya di atas. Biaya itu belum termasuk transportasi dan uang sakunya.

Sekolah, walaupun wajib dari SD hingga SMA dan bisa 'murah' itu hanya sampul. Kenyataannya tidak demikian. Di SD Negeri saja yang katanya gratis, tetap anak-anak harus bayar iuran ini-itu, yang orangtuanya kadang repot mencarinya dari mana. Ya memang bisa dimaklumi karena manajemen sekolah juga punya biaya operasional, yang mereka tidak tahu dananya diambil dari mana, kecuali 'narik' dari orangtua murid.

Maklum, orang kita masih punya kebiasaan Salam Tempel. Kadang ada visitasi, kunjungan atasan. Nah, yang ini snack nya diambil dari mana duitnya? Masak dari saku pribadi Kepala Sekolah? Sementara, dana untuk snack, uang bensin 'Tamu tak diundang' ini diusahakan wajib ada. Siapa yang ngatur?

Makanya, jadi Kepala Sekolah, jadi Kaprodi atau Rektor itu nggak enak. Enaknya hanya awal bulan. Sesudah itu, ditarik sana sini. Minta dana dari murid salah, tidak ditarik ini sengsara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun