Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Agar Hasil Kerja Anda Dihargai Atasan

1 Juli 2020   21:04 Diperbarui: 3 Juli 2020   10:27 1468
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi bos dan anak buah| Sumber: Pixland

Setiap orang pernah mengalami bagaimana rasanya menjadi bawahan. Orang yang tiba-tiba menjadi pimpinan atau pengusaha, memang secara fisik mungkin tidak pernah mengalami bagaimana rasanya jadi seorang bawahan. Tetapi mereka bukan berarti tidak punya atasan. 

Atasan seorang pengusaha adalah pelanggan. Pelanggan lah yang mendikte pengusaha harus bagaimana guna memenuhi tuntutan kebutuhan mereka.

Saat status saya masih mahasiswa, praktik kerja di rumah sakit, bisa melihat langsung bagaimana rasanya menjadi staf yang baru saja kerja. Predikat junior sangat tidak nyaman. Junior selalu menjadi bahan suruhan. Junior banyak dipanggil. Bahkan disalahkan kalau ada apa-apa. Sedih sekali rasanya.

Makanya sempat muncul dalam benak ini pikiran untuk tidak bekerja di rumah sakit sebagai bawahan. Pada saat yang sama, saya mikir,: "Kerja di mana ya ...supaya langsung bisa jadi pimpinan?" Saya belum menemukan jawabnya.

Pada saat yang sama, saya juga mikir, bagaimana seorang pimpinan perusahaan memimpin jika tidak pernah mengalami jadi bawahan? Tentu akan repot. Tugas seorang pimpinan itu meliputi Planning (merencanakan), Leading (mengarahkan), Organizing (mengorganisasi) dan Coordinating (berkoordinasi). 

Keempat fungsi dan peran itu membutuhkan pengalaman. Bisa dipastikan pimpinan yang tidak pernah menjadi bawahan akan sulit menerapkan tugas dan fungsinya di tempat kerja.

Saya tahu bahwa menjadi bawahan itu berat. Terutama jika berlarut-larut, kelamaan. Di rumah sakit, kami mahasiswa saja yang praktiknya bayar, kadang dibentak dan jadi bahan "bulan-bulanan". Jadi bawahan lebih berat lagi.

Jadi bawahan itu, kalau punya usulan tidak pernah digubris, meskipun bagus. Kalau punya ide tidak pernah dihargai, meskipun bermanfaat. Kalau tidak punya ide dianggap pasif. Kalau punya, tidak diakui. Bawahan itu kalau baik, lumrah. Tapi kalau atasan yang baik, pujian datang dari mana-mana.

"Dik, tolong ambilkan kursi. Dik tolong pindah ke sana. Dik, tolong ini diantar ke sana. Dik tolong dibantu ini. Dik tolong itu dibetulin. Dik, tolong besok masuk sore ya? Dik, besok laporannya disusun. Dan lain-lain dik......."

Pokoknya, junior, bawahan merupakan tempat minta tolong para senior. Tetapi bukan tempat mendapatkan penghargaan meskipun yang mengerjakan adalah bawahan. 

Kesan inilah yang banyak melekat di benak para buruh, junior atau bawahan. Mau di klinik, Puskesmas, rumah sakit, toko, supermarket, perusahaan kecil atau pertambangan, semuanya kurang lebih sama.

Jadi bawahan itu tidak ada enaknya. Tapi kalau tidak pernah jadi bawahan, tidak akan pernah tahu bagaimana jadi atasan.

Pertanyaannya, bagaimana jika hasil kerja kita tidak dihargai oleh atasan?
Berat memang rasanya jadi bawahan. Kayak seorang Babysitter, harus pintar-pintar ngemong bayi agar tidak menangis. Seorang Babysitter, dalam mengasuh bayinya perlu kiat. 

Source: depositphotos.com
Source: depositphotos.com
Kiat yang paling jitu adalah memenuhi kebutuhan pokok bayi seperti makan, minun, istirahat, menjaga kebersihan dan rasa nyamannya. Dengan kata lain, pandai-pandai menjaga kebutuhan bayi.

Well.....pimpinan itu tentu saja bukan bayi. Namun sama saja, jika Anda pintar dan mampu memenuhi kebutuhannya, Anda akan aman, nyaman dan selamat. Persoalannya, kita ini kadang harus mengedepankan harga diri. Kita tidak mau disebut sebagai profesional yang sukanya menjilat.

Di sini harus bisa membedakan antara menjilat dan bekerja. Menjilat itu tidak professional. Memenuhi kebutuhan atasan dalam artian kebutuhan pribadi itu namanya menjilat. Sedangkan memenuhi kebutuhan organisasi lewat atasan itulah yang disebut professional.

Masalahnya, kadang kita dihadapkan situasi yang sulit. Kadang campur aduk antara kebutuhan pribadi dan organisasi. Atasan juga demikian. Ada atasan yang pintar, bisa membedakan mana kantor mana kebutuhan perorangan. Tapi banyak atasan yang tidak tahu diri. 

Atasan seperti inilah yang membuat kita sebagai bawahan kadang jengkel, lantaran kita disuruh untuk memenuhi kebutuhan perorangan: booking tiket, beli bakso, ambil buku, kirim barang paketan dan lain-lain. Susahnya, kalau tidak kita penuhi, ntar dicuekin oleh atasan.

Berat kan?

Makanya, harus pintar-pintar mendekati atasan. Caranya bagaimana? Lihat mood nya pagi hari. Datang tepat waktu. Usahakan selalu tampil rapi. Rapi itu tidak mahal.

Senyum, salam, sapa. Sampaikan daftar tugas Anda hari ini. Jangan nunggu diminta. Tawarkan apa yang bisa dibantu jika tidak merepotkan. Selalu ada waktu untuk atasan. Tidak perlu sok sibuk. Jika Anda selalu bilang sibuk, atasan bisa kapok, dan tidak akan nyuruh Anda lagi. dan itu catatan buruk bagi Anda.

Perhatikan cara dan gaya bicaranya. Jika kelihatan tergesah-gesah, jangan dipotong. Jangan pernah memotong pembicaraannya. Dianggap tidak sopan. Dengarkan aja meskipun tidak enak di hati dan telinga. Nyantai aja tidak perlu sakit hati. Apalagi dendam.

Kerjakan tugas sesuai dengan jadwal. Jika diberi tugas olehnya, sampaikan berapa lama waktu yang dibutuhkan. Lakukan dengan baik. Kirimkan lewat email agar tidak mengganggu. Namun temui orangnya selagi tidak ada tamu. 

Katakan kerjaan Anda sudah selesai. Barangkali ada hal lain yang bisa dibantu, tanyakan. Kalau atasan mengerjakan sesuatu, katakan 'Very good Sir!' Jangan banyak kritik kecuali diminta. Ingat orang kita sulit membedakan antara mengkritik dan membenci.

Saat jam istirahat tiba, istirahatlah termasuk makan siang dan Salat. Tawarkan bila beliau juga join. Nyantai aja. Waktu pulang, pulanglah, pamitan. Katakan: "sampai jumpa besok".

Bila liburan, bawakan oleh-oleh kecil, ringan. Bisa suvenir murah atau makanan kecil. Tapi teman-teman sekantor juga harus Anda pikirkan. Jangan pelit-pelit jadi bawahan meskipun honor rendah. Minimal gantungan kunci bergambar pohon kelapa lah.

Percayalah. Saya pernah mengalaminya. Memang tidak semua atasan memiliki watak atau karakter yang sama. Tetapi semua manusia sama, yakni: suka apabila ada yang memperhatikan, dibantu, dan dihargai karyanya.

Formula ini akan menghindarkan hasil kerja Anda tidak dihargai oleh atasan. Secara psikologis Anda akan dianggap sebagai bawahan yang "tahu diri". Anda akan dianggap oleh atasan sebagai bawahan yang profesional dalam bekerja. Trust me!

Untuk saat ini, sebagai bawahan, rumusnya Anda harus tahan banting selama beberapa waktu. Tidak masalah. Susah untuk sementara, tapi akan senang di waktu yang akan datang. 

Pengorbanan Anda jadi bawahan ini tidak akan sia-sia. Dengan catatan, kerjanya jangan lama-lama. Dua atau tiga tahun saja, cukup. Kemudian pindah.

Dengan demikian, kenangan pimpinan pada kita akan muncul yang baik-baik saja. Ketika pindah di tempat kerja yang baru, bukan tidak mungkin Anda langsung bisa duduk di posisi middle manager, semi senior lah. 

Mengapa? Karena Anda sudah paham betul apa yang harus dikerjakan oleh bawahan dan Anda tahu bagaimana harus memperlakukan mereka bila jadi atasan.
Siap?

Malang, 1 Juli 2020
Ridha Afzal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun