Demikian pula nilai transcultural atau lintas budaya. Perawat kita di era Revolusi Industri 4.0 ini dituntut memahami pengetahuan lintas budaya. Perawat jika ingin disebut perawat internasional harus menguasai isyu-isyu dan budaya global, karena pasien-pasien mereka bisa berasal dari Belanda, Jerman, USA, Canada, Australia, Jepang dan Timur Tengah. Perawat harus siap menjemput mereka di garda terdepan setiap pusat layanan kesehatan di negeri ini.
Jadi perawat Indonesia tidak harus kerja di luar negeri bila ingin  disebut sebagai professional yang mampu bersaing. Tetapi kalau yang dicari gaji tinggi, negeri ini sepertinya belum mampu memberi. Di luar negeri perawat kita bisa dibayar 5-10 kali lipat gaji kita. Tetapi jangan lupa, tuntutan kompetensi mereka juga tinggi terhadap perawat kita, sesuai gaji yang ditawarkan. Minimal penguasaan bahasa, mental dan beberapa jenis pelatihan menjadi tuntutan bila mau kerja di Belanda, Jerman, Jepang, Australia, USA, Canada dan Timur Tengah.
Intinya, jika ingin disebut handal, memang nama kampus ikut berpengaruh. Namun jika tidak bisa kuliah di kampus ternama, tidak masalah. Asal jaga kualitas individual. Belajar giat, perluas wawasan, pertajam komunikasi, kuasai bahasa asing minimal satu saja dan siapkan mental untuk go internasional, itulah bekal awal bila ingin mendongkrak harga jual. Pendeknya, kalau ingin mendapatkan ikan Kakap, pancingnya ya....harus besar. Sebaliknya, jika pancingnya kecil, jangan ngeluh jika yang didapat sekelas Mujair.
Malang, 30 Mei 2020.
Ridha Afzal