Mohon tunggu...
KOMENTAR
Worklife Pilihan

Mendongkrak Harga Jual Perawat Indonesia

30 Mei 2020   07:49 Diperbarui: 30 Mei 2020   07:58 97 3
Bayangkan, di Malang misalnya, jumlah institusinya ada 17. Ada yang parallel. Minimal per institusi ada 2 kelas, per kelas 40 orang. Maka per tahun rata-rata menghasilkan 80x17=1360 orang lulusan keperawatan, fresh graduate. Belum untuk tingkat Jawa Timur yang angkanya mencapai sekitar 150 lembaga lebih. Bisa dipastikan kewalahan menampung 12.000 lulusan perawat per tahun. Mereka juga masih harus ikut Ukom dan sebagian besar dari luar Jawa Timur, khususya dari NTB, NTT dan Indonesia Bagian Timur.  

Mereka yang berasal dari luar Jawa sebagian besar balik ke kampungnya tetapi tidak memperoleh pekerjaan sesuai kompetensinya sebagai perawat. Ada yang harus antri bertahun-tahun karena memang jatahnya (formasi) belum ada. Inilah yang menjadikan mereka ambil peluang pekerjaan lain di luar profesi keperawatan.

Oleh sebab itu, guna mendongkrak harga jual, perlu difikirkan dari awal, agar tidak terkesan asal cetak. Kampus tidak seharusnya asal menerima mahasiswa baru tanpa proses seleksi yang tepat. Karena ini akan berpengaruh terhadap proses belajar mengajar. Kampus juga harus memiliki tenaga pengajar yang handal. Jangan asal dosen dan lulusan S2, tetapi bahasa Inggris saja belepotan. Kampus juga harus memiliki tempat praktik bagi mahasiswa yang memadai. Mayoritas kampus tidak punya RS sendiri. Akibatnya mahasiswa susah kalau mau praktik. Ini akan berakibat rendahnya kualitas keterampilan lulusannya, karena tidak memiliki lahan praktik yang memadai.

Era sekarang ini adalah era global. Kampus yang tidak memiliki visi misi global, akan tergilas oleh ketatnya kompetesi di dalam dan luar negeri. Kemampuan berbahasa Inggris mestinya sudah tidak perlu dibicarakan lagi. Bahasa Inggris bagi perawat adalah kebutuhan, bukan asesori institusi lagi. Perawat yang tidak mampu berkomunikasi dalam Bahasa Inggris akan ditinggal oleh zaman.

Demikian pula nilai transcultural atau lintas budaya. Perawat kita di era Revolusi Industri 4.0 ini dituntut memahami pengetahuan lintas budaya. Perawat jika ingin disebut perawat internasional harus menguasai isyu-isyu dan budaya global, karena pasien-pasien mereka bisa berasal dari Belanda, Jerman, USA, Canada, Australia, Jepang dan Timur Tengah. Perawat harus siap menjemput mereka di garda terdepan setiap pusat layanan kesehatan di negeri ini.

Jadi perawat Indonesia tidak harus kerja di luar negeri bila ingin  disebut sebagai professional yang mampu bersaing. Tetapi kalau yang dicari gaji tinggi, negeri ini sepertinya belum mampu memberi. Di luar negeri perawat kita bisa dibayar 5-10 kali lipat gaji kita. Tetapi jangan lupa, tuntutan kompetensi mereka juga tinggi terhadap perawat kita, sesuai gaji yang ditawarkan. Minimal penguasaan bahasa, mental dan beberapa jenis pelatihan menjadi tuntutan bila mau kerja di Belanda, Jerman, Jepang, Australia, USA, Canada dan Timur Tengah.

Intinya, jika ingin disebut handal, memang nama kampus ikut berpengaruh. Namun jika tidak bisa kuliah di kampus ternama, tidak masalah. Asal jaga kualitas individual. Belajar giat, perluas wawasan, pertajam komunikasi, kuasai bahasa asing minimal satu saja dan siapkan mental untuk go internasional, itulah bekal awal bila ingin mendongkrak harga jual. Pendeknya, kalau ingin mendapatkan ikan Kakap, pancingnya ya....harus besar. Sebaliknya, jika pancingnya kecil, jangan ngeluh jika yang didapat sekelas Mujair.

Malang, 30 Mei 2020.
Ridha Afzal

KEMBALI KE ARTIKEL


LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun