Mohon tunggu...
Ridha Afzal
Ridha Afzal Mohon Tunggu... Perawat - Occupational Health Nurse

If I can't change the world, I'll change the way I see it

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Ketika Sahabat Saya Pulang untuk Selamanya Karena Corona

28 Mei 2020   20:45 Diperbarui: 29 Mei 2020   05:28 1691
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Awal tahun 2001 saya tiba di Kuwait. Bersama dengan ratusan perawat Indonesia yang ada, komunitas kami semakin besar di negeri Petro Dollar nya Shaikh Sabah. Seperti halnya teman-teman lain, tujuan utama saya berangkat ke sana adalah guna memperbaiki nasib, meningkatkan kesejahteraan hidup dan menambah wawasan demi perbaikan karir. 

Bukan berarti tidak bisa kami dapatkan di Indonesia. Hanya saja, kalau semua perawat kita kerja di negeri sendiri, bagaimana orang luar akan mengenal bahwa di Indonesia kita punya perawat-perawat hebat?

Jumlah perawat kita di Kuwait makin tahun makin bertambah banyak. Sekitar tahun 2008 angkanya bisa mencapai lebih dari 700. Jumlah yang lumayan besar, meski masih kecil dibanding perawat-perawat Filipina dan India yang puluhan ribu. Jumlah masyarakat kita mencapai lebih dari 25.000 orang waktu itu. 

Sayangnya mayoritas bekerja sebagai domestic helper. Sehingga yang nampak bagi orang asing lainnya, ekspatriat seperti kami, Indonesia lebih dikenal dengan negeri para Pembantu. Sedih memang. Sayangnya kami tidak bisa berbuat apa-apa.

Populasi perawat Indonesia yang makin banyak membuat kami tidak saling kenal dengan mudah. Maklumlah, wajah kami mirip-mirip orang Filipina, Thailand, Malaysia, Burma yang sebagaian juga ada di sana. Kecuali sesudah bicara. Walaupun, sebenarnya orang-orang Indonesia sangat gampang dikenali. 

Misalnya, biasanya orang kita lebih suka keluar bergerombol, group. Meskipun ada yang individual. Namun jarang. Nah, saat bergerombol inilah kita bis mengenal dengan mudah. Apalagi orang asal Sunda. Lengket banget dengan budayanya. Ngomong pun, kami gunakan Sunda. Bukan Indonesia. 

Makanya jangan heran, terkadang perawat-perawat kita yang ada di sana yang bergaul dengan orang Sunda, bukannya Inggrisnya yang makin lancar, malah perbendaharaan Bahasa Sunda yang makin banyak.

Besarnya populasi masyarakat Pasundan ini yang membuat lahirnya ide untuk membentuk Paguyuban Pasundan di Kuwait (PPK) beberapa tahun lalu. Belum lama kami membentuknya. Selain untuk tujuan silaturahim, memperkuat persaudaraan, mempertajam pelestarian Budaya Sunda. Dari sana kemudian puluhan perawat khususnya, masyarakat Indonesia pada umumnya, ngumpul bareng. Saya ketemu dengan Pak Nanang Suyono.  

Kuwait negara kecil. Komunitas perawat Indonesia tersebar di beberapa wilayah, di antaranya di Al Jahra, Reggae, Farwaniyah, Hawali, Salmiyah dan di Al Ahmadi. Kami tinggal di wilayah yang sama, di Farwaniyah. Saya di Blok 4, Pak Nanang di Blok 5. Pak Nanang bekerja di kompleks Sabah Specialist Hospital.  

Sejak pertemuan pertama, Pak Nanang kami nobatkan sebagai Ketua PPK dan saya ditunjuk sebagai Sekretarisnya. Hubungan dalam organisasi ini yang membuat kami dekat. Padahal sebelumnya tidak saling kenal. Kalaupun tahu, sebatas 'wajah'. Tapi tidak pernah ngobrol dan sharing pengalaman atau lainnya. 

Kedekatan ini boleh jadi karena kami berasal dari daerah yang sama, Sunda. Saya dari Bogor, beliau Tasikmalaya. Secara psikologis kami memiliki banyak kesamaan visi misi. Pak Nanang orangnya religious. Saya merasa mendapatkan seorang sahabat ketika bersama dengan beliau. Kesamaan dalam profesi sudah tentu menjadi faktor pendukung lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun