Di balik terganggunya hampir semua industri bisnis di berbagai sektor, kecuali bidang kesehatan, di semua kalangan, memunculkan peluang dan harapan. Sebagaimana dikemukakan oleh Honorary Founde of IMA, Hermawa Kartajaya, tidak semua bisnis anjlok. Selain bisnis bidang kesehatan, bisnis lain yang membaik menurut Portal Aceh adalah perdagangan online hingga Fast Moving Consumer Goods (FMCG) seperti obat-obatan, barang elektronik, makanan dan minuman kemasan.
Akibat Corona ini, ajaibnya ada yang membuahkan hal positif bagi masyarakat Aceh, di antaranya: munculnya peluang bisnis online baru yang semula tidak begitu umum bagi orang Aceh. Corona membuat biaya produksi dan operasional berkurang, proses komunikasi dan monitoring karyawan makin mudah, media pemasaran makin fokus, proses transaksi juga gampang.Â
Yang tidak kalah penting adalah kebutuhan terhadap alat-alat dan jasa untuk kebutuhan proses belajar mengajar online (Daring) jadi meningkat. Otomatis perusahaan di bidang IT di Aceh jadi booming. Rhenald Kasali menyebutkan, di tengah wabah Covid-19 ini, modal yang paling utama adalah dari dapur sendiri, dari kebun sendiri, bisa juga dari Youtube, WhatsApp. Tidak perlu website, tidak perlu alat pembayaran. Produk yang dijual bisa bahan makanan atau makanan jadi. Pangsa pasarnya bisa para tetangga." Â
Dari dua peristiwa ini, pada akhirnya membuat orang Aceh banyak belajar berinovasi. Ini pasti juga bukan sebuah kebetulan. Menurut Tasya Awlia (2019), dalam sejarahnya, Aceh pernah jaya, pada masa Kerajaan Lamuri (1496) yang sanggup memperluas wilayahnya di sekitar kerajaan seperti Dayak, Pedir, Lidie dan Nakur. Aceh juga pernah jaya di bawah kepemimpian Sultan Iskandar Muda (1607-1636) di mana Aceh sempat menaklukkan wilayah Pahang.Â
Di bawah pemerintahan Sultan Alaudin Riayat, nama Aceh pula meroket reputasinya, dengan memiliki Bandar utama di Asia. Waktu itu kondisi ekonomi dan politik Aceh mencuat. Kerajaan Aceh sempat jaya selama 4 abad lamanya, hingga pada abad 20 baru mengalami kemunduran karena wilayahnya dikuasai oleh Belanda.
Bagaimanapun, saat ini Aceh berada pada urutan ke 6 disebut sebagai provinsi termiskin di Indonesia (BPS 2019). Sebagai masyarakat yang memegang teguh keyakinan religinya, mayoritas masyarakat Aceh percaya, bahwa kaya miskin, besar kecil, jaya dan terpuruk, hanya persoalan waktu pergantian.Â
Kalau saat ini miskin, Aceh dulu juga pernah merasakan jadi orang kaya dan jaya. Makanya sebagai orang Aceh, saya boleh bangga. Jujur saja, mayoritas warga Aceh saat ini tidak 'begitu' stress di tengah Covid-19. Orang Aceh yakin, bahwa hidup pada dasarnya hanya persoalan gantian, seperti roda. Masyarakat Aceh tetap tegar. Apakah pada masa  Tsunami, juga di tengah Corona. Tausiayah Ustadz Abdul Samad sempat menyejukkan kami warga Aceh, ketika beliau sampaikan bahwa 'semua ada masanya'.
Malang, 13 Mei 2020.
Ridha Afzal.