Mohon tunggu...
Richardo Gerry
Richardo Gerry Mohon Tunggu... Penulis - Lulusan S1 Ilmu Filsafat di STFT Widya Sasana Malang dan sedang menempuh persiapan S2 di STF Driyarkara Jakarta.

Menulis, Fotografi, Videografi, dan Editorial.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Refleksi Misteri Kematian dalam Dinamika Perkembangan Manusia

16 September 2023   09:00 Diperbarui: 16 September 2023   13:08 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://unsplash.com/photos/9MvO-tKoXNU

Realitas perkembangan manusia dapat dilihat dari historisitas yang telah dilewati oleh manusia itu sendiri. Historisitas manusia juga menunjukan bagaimana manusia mengalami kehidupan itu. Realitas ini tak dapat dipungkiri ataupun dikhianati, akan terus berjalan begitu saja, dan manusia memiliki ambisi mutlak untuk berkembang menjadi lebih baik. Keterpuncakan ini menjadi tujuan yang dicari-cari manusia, raga jiwa akan merasa sempurna bila semua sudah tercapai. Hal ini menciptakan wajah baru manusia perwujudtan yang diidam-idamkan. Dan hal ini hanya ditemukan dan dirasakan selagi manusia hidup dan berada didunia. Keberlanjutan akan sikap menuju keterpuncakan ini terus menerus mengalami perkembangan dan berharap tak berhenti, persepsi ini salah. Ternyata semua ini dapat berhenti.

Perkembangan realitas manusia yang berharap tak berhenti ini ternyata menemukan keberhentiannya pada kematian. Kematian merenggut semua yang telah di cita-citakan manusia atau yang bahkan sedang diusahakan atau yang sudah tercapai. Semua hilang sirna bagai semuanya berawal dari ketiadaan. Bila di pikir-pikir tujuan manusia berkembang dan ada adalah menuju ketiadaan, semua ini nampak sia-sia dan tak bermakna. Namun hal ini memang terjadi, akan terjadi dan pasti terjadi.

Harapan yang sudah dibangun dengan harapan kekal ternyata harus sirna begitu saja dan semua itu karena kematian. Lalu apakah manusia bersiap untuk menghadapi kematian? Atau bahkan sudah mempersiapkan sebelumnya? Ya, manusia tak memiliki kemampuan untuk menentukan kepastian kematian, yang manusia alami dalam realitas adalah tiba-tiba. Tiba-tiba sakit, tiba-tiba mati, semua tentang tiba-tiba.

Namun pertanyaan selanjutnya adalah apakah kematian selalu menunjukan perspektif buruk akan kehidupan? Seolah-olah manusia takut menghadapinya? Kematian mengantarkan manusia kepada pembongkaran definitif mengenai kehidupan, apa yang dialami manusia dalam realitas sesungguhnya hanya sebuah ilusi semata, mengapa saya mengatakan ilusi? Sebab tujuan realitas manusia bukan menumpuk apa yang telah dicapai, atau mencadangkan apa yang telah dicapai melainkan untuk tiada. Ada-untuk tiada. Kematian juga menghambat perkembangan yang sedang terjadi atau bahkan menghilangkan/memusnahkan apa yang telah dicapai manusia. Dan hal ini merupakan ancaman yang mengerikan manusia, bagaimana tidak? Apa yang telah diusahakan akan sirna begitu saja lenyap tanpa keping. 

Seandainya manusia menyadari ini, mungkin manusia akan bersikap dengan tau diri. Menjalani kehidupan sewajarnya, saling membantu tanpa meminta iba, saling merangkul tanpa saling meyikut, sebab kesadaran kematian akan sama, semua manusia akan sederajat ketika menghadapi kematian.

Dan kematian ini sungguh melawan hakikat manusia sebagai realitas yang ada bergerak dan berkembang terus menerus. Mengapa demikian? Sebab hakikat manusia adalah bertumbuh, berkembang, memadatkan apa yang bernilai yang didapat dari dunia dan kesempatan ini tak berulang, hanya terjadi sekali, tanpa dapat memulainya lagi dari awal. Dengan demikian hakikat manusia ini memuat sebuah harapan yang abu-abu dan pemberhentian yang pasti.

Daftar Pustaka

Bertens, Kees, 1976, Ringkasan Sejarah Filsafat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 

Hadiwijono, Harun, 1980, Seri Sejarah Filsafat Barat 2, Penerbit Kanisius, Yogyakarta. 

Kierkegaard, Sören Aabye (Johannes De Silentio), 1983, Fear and Trembling, Terj. Howard V. Hong dan Edna H. Hong, Princeton University Press: Princeton 

Valsiner, J. (1997). Culture and the development of children's action: A theory of human development. John Wiley & Sons. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun