Bagi Presiden, reshuffle ini juga menjadi ujian penting. Apabila dilakukan dengan menekankan meritokrasi, bukan sekadar akomodasi politik, maka reshuffle bisa menjadi sinyal kuat bahwa pemerintahannya memang mendengar kritik rakyat dan berkomitmen memperbaiki kualitas kerja.
Pada akhirnya, publik menanti bukti, bukan retorika. Euforia reshuffle hanya bertahan sesaat. Yang lebih penting adalah apakah rakyat akan merasakan perbedaan nyata dalam hidup sehari-hari seperti harga sembako yang lebih terjangkau, birokrasi yang lebih sederhana, serta kebijakan publik yang lebih adil.
Sejarah akan menilai, apakah Kabinet Merah Putih sekadar menambah daftar panjang reshuffle, atau menjadi titik balik perubahan? Reshuffle bisa menjadi momentum bersejarah jika benar-benar dimanfaatkan. Namun jika gagal, ia hanya akan dicatat sebagai rotasi kekuasaan yang sia-sia. Pilihan itu kini ada di tangan para menteri baru, apakah mereka akan dikenang sebagai agen perubahan, atau sekadar figuran dalam drama panjang kekuasaan di republik ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI