Mohon tunggu...
Risa Septiani
Risa Septiani Mohon Tunggu... Wiraswasta - Akademisi

Nama saya Risa Septiani, saya seorang akademisi atau mahasiswa semester akhir di Sekolah Tinggi Agama Islam Sabili Bandung dengan Jurusan Hukum Ekonomi Syari'ah Prodi Muamalah. semoga apa yang saya sampaikan dapat bermanfaat bagi anda semua selaku pembaca kabar. Terimakasih :)

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kondisi Kemiskinan di Indonesia Menurun, Apakah Sudah Sampai pada Kesejahteraan?

3 Oktober 2022   10:49 Diperbarui: 3 Oktober 2022   11:10 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kemiskinan adalah keadaan tidak terpenuhinya kebutuhan dasar setiap orang dalam rangka memenuhi sandang, pangan, papan dan pendidikan walau pun sedang dalam proses bekerja namun pendapatannya masih di bawah rata-rata dan masih jauh dari kata memenuhi kebutuhan dasarnya.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah penduduk miskin pada Maret 2022 sebesar 26,16 juta orang menurun 0,34 juta orang selama september 2021 dan menurun lagi 1,38 juta orang ketika Maret 2021. 

Persentase pendudukan miskin perkotaan pada september 2021 sebesar 7,60 persen, turun menjadi 7,50 persen pada Maret 2022, hal itu dikarenakan definisi kemiskinan menurut BPS itu sendiri, yang dinamakan kemiskinan itu adalah orang yang pengeluaran maksimalnya itu hanya Rp.472.525/bulan atau sekitar Rp.15.750/hari, artinya orang-orang dengan pengeluaran di atas Rp.16.000/hari sudah dianggap bukan orang miskin.

Sebenarnya jika dilihat dari seseorang yang memiliki pengeluaran sehari 20 ribu atau 30 ribu saja, itu masih terbilang jauh dari kata layak. Seperti halnya masyarakat yang memiliki uang 15 ribu itu mungkin hanya bisa dipakai untuk makan dalam sehari tapi bagaimana dengan bayar sewaan tempat tinggal, memakai pakaian yang layak, dan biaya pengobatan apabila sakit, begitupun dengan biaya untuk bisa terus melanjutkan pendidikan. dari sini kita bisa lihat bahwa devinisi kemiskinan tidak bisa hanya dilihat dari pengertian BPS saja.

Jika kita lihat dari standar kemiskinan tingkat nasional di dalamnya tercatat bahwa pengeluaran sehari itu minimalnya 2 dolar atau sekitar 28 ribu/hari, maka jumlah orang miskin di Indonesia bukan menurun melainkan meningkat derastis hingga 40% hampir setengah dari penduduk indonesia.

Walaupun angka kemiskinan dari tahun ketahuan patut diapresiasi tapi sayangnya tingkat penurunan kemiskinan pada nyatanya semakin berkurang dari tahun ketahun. jika dilihat dari perkembangan kemiskinan tahun 1999 sampai 2004 persentase kemiskinan turun sekitar 6,77% dalam 5 tahun namun dari tahun 2004 sampai 2019 persentase kemiskinan hanya turun 1,74% artinya ada hambatan dari pemberantasan kemiskinan di Indonesia.

Ada lembaga riset yang dinamakan Smeru Institut yang telah serius melakukan penelitian kemiskinan di Indonesia dari tahun 1913 sampai tahun 2004 yang mana salah satu penelitian mereka menyatakan, bahwa 40% anak yang terlahir dari keluarga miskin akan tetap miskin ketika mereka dewasa, pendapatan yang mereka dapatkan 87% lebih kecil dari pada pendapatan mereka yang lahir dari keluarga tidak miskin. Hasil riset ini mengeluarkan pernyataan bahwa ada yang disebut dengan kemiskinan struktural di masyarakat Indonesia.

Adapun yang dimaksud dengan kemiskinan struktural itu adalah fenomena kemiskinan yang kemiskinanya terikat dengan struktur sosial dan lingkungannya, yang mana sosial dan lingkungan itu menjadi faktor penghambat untuk keluar dari jurang kemiskinan. faktor-faktor dari adanya kemiskinan struktural bisa dilihat dari beberapa hal diantaranya:

1. Adanya pola pikir dan kehidupan yang keliru dan tanpa disadari terus tertanam di masyarakat.

Pola pikir tersebut adalah pola pikir mereka yang beranggapan bahwa memiliki sikap pasrah dan menerima nasib karena kemiskinan adalah takdir yang tidak bisa dirubah,pola pikir ini lah yang terus mendarh daging atau bisa dikatakan masih menempel sampai saat ini, dan ini menjadi faktor terbesar dari awalnya memiliki sikap tidak mau melakukan perubahan pada diri sendiri. 

Bahkan selain itu ada juga masyarakat beranggapan bahwa uang itu adalah sesuatu hal yang negatif, misalnya ada tetangga yang sukses dan berpendapatan uang lebih dari biasanya mereka di sindir-sindir bahkan sampai dituding bisa melakukan perubahan dari yang tadinya miskin bisa keluar dari kemiskinan itu karena melakukan hal hal yang tak wajar dalam mendapatkan pendapatanya itu. Misalnya seperti dituduh mencari uang dengan hal yang gahaib dan sebagainya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun