"Apa, Bang?"
"Sejak gue tiba di sini, gue lihat kalian dan juga umumnya orang daerah di sini kok pada apal banget ya tentang arah mata angin? Kayak kalian, gue lihat ngerti banget mana utara, selatan, timur, maupun barat. Emang, di Jawa diajarin ya soal itu?" tanya tamu kami.
"Emang di Jakarta gimana, Bang?"
"Itu dia! Gue baru mau cerita. Gue yang asli anak Jakarta, jujur sering bingung menentukan arah mata angin. Makanya, biar lebih mudah, gue cuma gunain dua kata. Kiri sama kanan. Itu doang!" jelasnya.
"Ya samalah. Di sini juga banyak yang gunain istilah itu," balas salah seorang dari kami.
"Nggak. Di sini beda. Meski istilah kiri dan kanan dipakai, tapi dalam obrolan keseharian orang-orang sini, termasuk kalian, gue lihat masih sering gunain istilah-istilah arah mata angin. Sementara gue, yang gue lihat dari sirkel pertemanan gue di Ibukota, istilah-istilah itu bisa dibilang sudah punah. Cuma tinggal kiri sama kanan doang! Ini ngeri buat gue. Karena, bisa jadi kalau dibiarin berlarut-larut banyak orang yang bakal disorientasi arah," terang tamu kami itu berapi-api.
Kami masih menyimak. Tak banyak bicara. Sembari menunggu ia selesai.
"Emang, kalau boleh nanya, cara yang kalian gunakan apa supaya bisa tahu arah mata angin?" tanyanya.
"Bang, kan ada matahari. Ada bulan juga. Itu bisa jadi penunjuk arah mata angin, Bang," kata salah seorang lagi dari kami.
"Oh gitu? Terus kalau pas keduanya nggak kelihatan?"
"Ada bintang."